Empat

875 88 5
                                    

Hari demi hari pun berlalu, tidak terasa sudah dua bulan lamanya Venna menjadi teman sebangku Edbert. Mereka semakin dekat hari ke hari, cuma bukan dekat seromantis yang kalian bayangkan, yang ada Venna menjadi bulan-bulanan Edbert setiap hari.

Awalnya Venna berpikir bahwa Edbert adalah anak yang diam, baik dan ramah. Tapi lambat laun kenal, Edbert ternyata anak yang jahil, bawel dan usil.

Untung aja dia cute ujar Venna dalam hati.

"Veeennnnn, jangan lupa beliin pastel siang ini ya." sahut Edbert.

"Beli aja sendiri napa sih males banget." sahut Venna.

"Kan kamu juga mau ke kantin, sekalian lah beliin, masa nolong teman aja ga mau." sahut Edbert dengan nada merayu.

"Masalahnya ya, setiap hari kamu suruh aku beliin! Bukan cuma hari ini doang! Kamu ga tau apa kalau beli pastel tuh penuh perjuangan!"

"Nah itu, kamu akan orangnya kekeuh banget, cocok banget jadi pejuang memang. Badanmu aja udah kayak xena warriors kan?" ledek Edbert sambil mengayunkan tangan Venna.

"Apaan sih! Berapa biji emang?"

"2 dong seperti biasa. Makasihhh." sahut Edbert dengan senyum jahilnya.

Entah mengapa meskipun Venna selalu sebal kalau disuruh-suruh sama Edbert, namun hal itu tetap saja dilakukannya.

"Heran deh Ven, kamu kenapa ga bisa nolak sih permintaan Edbert?" sahut Alin.

"Daripada dia ngomel sepanjang hari, lebih baik aku turutin aja permintaanya." sahut Venna sambil mengeluarkan uang dari sakunya.

"Ah padahal juga karena cinta sih kayaknya." ledek Alin.

"Enak aja! Tapi beneran deh Lin, dia itu berubah banget. Ga seperti bayanganku yang kalem, alim, santun. Eh ternyata tingkahnyaaa..." sahut Venna sambil geleng-geleng kepala.

***

Sesampainya di kelas, Venna kembali duduk dan meletakkan dua buah pastel di atas meja Edbert. Seperti biasa, di kala Venna kembali, selalu Edbert tidak ada di tempat. Venna pun melanjutkan membuka buku untuk pelajaran selanjutnya sebelum guru masuk ke kelas.

"Nah gini bisa kan beli pastelnya, ga ribet kan Ven?" sahut Edbert menatap jahil ke arah Venna.

"Rasain aja sendiri kalau mau tahu ribet apa ngga." sahut Venna dengan ketus.

"Ga boleh ketus-ketus, nanti tambah gendut loh." sahut Edbert sambil mencubit lengan Venna.

"Sakit tau Ed!!" teriak Venna.

"Gemes soalnya! Hahahaha." sahut Edbert sambil tertawa.

"Gemes ga gitu juga kali Ed." sahut Venna dengan ketus.

"Ciee pasangan baru sedang bertengkar nih yeeee.." sahut Richard.

"Apaan sih!" sahut Venna.

Edbert pun hanya tersenyum simpul melihat wajah Venna yang sudah memerah. Tanpa disadari Edbert, menjahili Venna dan mencari perhatian Venna merupakan kegiatan yang suka dilakukannya.

"Ah apa aku sudah mulai suka dengan Venna,"  pikir Edbert saat itu.

***
"Guys, hari ini bu Santi ga bisa ngajar. Jadi nanti kita bakal jam kosong setengah hari ya!" sahut Richard mengumumkan di depan kelas.

"Asikk." sahut Venna.

Edbert menyandarkan kepalanya di atas meja sambil melihat ke arah Venna.
"Emang kamu mau ngapain?" tanyanya.

"Ya kan aku bisa cek tugas aku buat pelajaran selanjutnya." sahut Venna.

"Dasar rajin amat sih jadi orang, hahaha. Emang cita-citamu mau jadi apa sih Ven?"

"Cita-cita? Jujur kalau sekarang masih ga tahu, cuma dulu sih pas aku TK inginnya jadi astronot." sahut Venna sambil tersenyum.

"Aku ga bayangin kalau kamu jadi astronot. Kasihan tahu bulan kalau diinjak sama kamu. Nanti pesok lagi bulannya." ledek Edbert.

"Apaan sih!! Selalu heran suka cari keributan." sahut Venna.

"Kalau aku sih pengennya jadi dokter."

"Kenapa?" tanya Venna.

"Hmm aku suka kalau bisa membantu orang lain. Sebenarnya kalau aku bisa cerita, di dalam hatiku aku ingin buat rumah sakit kelak. Supaya orang-orang yang kekurangan bisa berobat gratis gitu." sahut Edbert dengan tatapan serius.

Ini kayak bukan Edbert. Tatapannya dalam, omongannya serius, daritadi ngeliatin gini kan jadi salah tingkah batin Venna.

"Wow. Ga aku sangka sih cita-citamu keren juga ya Ed. Aku kira kamu mau jadi gamer." ledek Venna.

"Itu kan cuma selingan. Udahlah malu aku lama-lama." sahut Edbert.

"Ngapain malu sama cita-citamu, semoga kamu beneran menjalani cita-citamu Ed." sahut Venna sambil tersenyum.

***

"Bu, ini laporan yang harus direview bu Venna saat ini." sahut Lina, salah satu supervisor di kantor dan membuyarkan lamunan Venna.

"Oh iya oke taruh aja di sini ya Lin, nanti saya cek." ujar Venna.

Jessica added you as her friend.

Jessica: Hi Ven, masih inget aku?

Venna: Oh hi! Masih jes, ini pasti mau info tentang reunian ya?

Jessica: Hahahaha iya nih, udah dikabari Sonya ya kamu? Gini Ven, awalnya kan kita mau adain di mall, tapi karena situasi sekarang mungkin lebih aman kalau kita virtually kali ya ketemunya?

Venna: Oh oke, nanti kamu bakal share linknya?

Jessica: Yes. Aku masih kumpulin temen-temen, nanti Sabtu kita janjian ya.

Venna: Ok Jes :)

***

Group "XIA6 Reunion" dibentuk.

Jessica: Hi guys! Thank you semuanya udah join di grup ini. Nanti aku bakal share link dan Sabtu kita bakal ketemuan virtually ya. Let me know kalau kalian ada halangan ya.

Sonya: Siap bos

Steven: Siap

Sandy: Yoi bos

Venna: Oke

Richard: Beresss ibunda!

Edbert: Ok

Nama Edbert yang muncul di grup chat sontak membuat Venna terkejut. Venna pun langsung membuka profile picture untuk memastikan apa ini Edbert yang dia kenal sebelumnya. Sosok pria berjas putih berkalungkan stetoskop dengan senyumnya yang menampilkan lesung pipit membuat Venna seketika memerah.

Damn. Ini Edbert. Kok tambah cakep sih!! batin Venna.

Di sisi yang lain, Edbert pun juga melihat profile picture Venna yang sedang tersenyum lebar bersama teman-temannya.

I guess she still the same batin Edbert sambil tersenyum.

***

HI GUYS!
Gilak udah 1 tahun aku tidak bercoret-coret ria di wattpad dan mendadak aku kangen menulisss!! Semogaaa kembalinya diriku masih ditunggu oleh kalian ya. Thank you for sending me love until now!!

One Moment in TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang