PROLOG

19.5K 1.1K 43
                                    

"One... two... and three let's go! Crimson! Hey, ho, let's go! One... two... three let's go! Crimson! Hey, ho, let's go! Whoo, let's hear it, let's hear it, Crimson! Whoo, let's hear it, let's hear it, spirit up! Crimson High!" Dari kejauhan para penonton yang sudah memenuhi Harvard Stadium untuk pertandingan football Crimson High melawan Yale Bulldogs sedang menonton tim pemandu sorak yang sedang menyeruakan semangat mereka untuk tuan rumah hari ini.

Dengan rok pendek dan atasan yang ketat berwarna merah Harvard, dua puluh pemandu sorak terus berseru untuk tim Crimson High yang diyakini akan menang hari ini. Scott Bennett—atau orang-orang mengenalnya sebagai Benny the Bear menyipitkan matanya dan dengan serius menghitung irama pemandu sorak yang tidak jauh darinya. Posisinya tidak terlihat oleh para penonton karena ia berdiri di dalam lorong stadium, tapi ia cukup dekat untuk melihat gerakan kapten pemandu sorak—Sabrina McCallister—yang sebentar lagi akan melakukan cartwheel.

"Lima... Empat...." Benny menghitung untuk aba-abanya sendiri. Pada hitungan ketiga ia mengangkat kostum kepala beruang, maskot Crimson High semenjak akhir tahun sembilan belas delapan puluh, dan seketika semuanya menjadi gelap dan hening. Membutuhan beberapa saat agar Benny dapat menyesuaikan kepala kostum itu dan melihat melalui celah mata beruang. Napasnya memburu dan ia merasakan tubuhnya yang berkeringat hebat di balik kostum. "Dua... satu...."

Benny mengangkat tangannya tinggi-tinggi ketika ia keluar dari lorong berlari ke arah para pemandu sorak memberikannya posisi. Sekarang ia berada di tengah dan mengikuti gerakan timnya. Tangannya terangkat keatas, pinggulnya bergerak ke kanan dan kiri, dan ia walaupun semua penonton tidak bisa melihat ekspresi wajahnya di balik kostumnya, ia mengangguk mengikuti irama dan sorak sorai semua orang.

"Go, Crimson! Go, Crimson! Go, Crimson!"

Benny menggerakkan tangannya ke atas dan membuat gerakan seperti ombak bergelombang. Pemandu sorak yang membawa pom-pom sekarang mengikuti gerakannya dan mereka berteriak, "Go, Crimson! Hey, ho! Go, Crimson! Let's go!"

Ketika penonton semakin meneriaki mereka dan memberikan semangat, Benny mengangguk dan terlihat mengikuti semangat semua orang. Di balik kostumnya seluruh wajah dan rambutnya sudah basah karena keringatnya. Kaus dan celana legging yang ia kenakan di balik kostum telah menempel satu dengan tubuhnya. Benny mencoba bernapas, tapi napasnya menjadi sangat pendek dan ia terengah-engah.

Satu bagian lagi, Benny sekarang mengepal tangan kostum beruangnya dan bergerak seperti ia sedang melakukan sparring. Gerakannya bagi para penonton menunjukkan semangat yang membara. Tapi baginya yang harus memakai kostum maskot itu di tengah terik matahari musim panas, membuatnya tidak bisa bernapas.

"Go, red! Go, Crimson! Go, High! Go, red! Go, Crimson! Go, High! Go, win!" Benny memegang tangan dua pemandu sorak yang berada disisinya dan mereka menunduk untuk memberikan rasa hormat mereka kepada penonton yang sekarang bersiul, berteriak, dan semakin semangat menonton pertandingan yang akan dimulai.

Selesai, pikir Benny. Ketika ia menegakkan tubuhnya, ia sedikit kehilangan langkahnya dan terhuyung kebelakang karena kepala kostum itu sangat berat. Beberapa penonton menunjuk ke arahnya dan mentertawakannya. Bagi mereka ia terlihat sengaja melakukan hal itu dan pasti ia terlihat konyol. Sial terik matahari ini, Benny menggerutu. Kedua tangannya memosisikan kepala beruang yang besar itu agar tidak terjatuh dan sekarang ia harus lari berbaris dengan pemandu sorak di depan lorong.

Sebentar lagi tim Crimson High akan keluar dan mereka akan menyorakinya. Benny hanya perlu melambaikan tangan, melakukan fist bump, dan terkadang chest bump dengan para pemain untuk menyemangati mereka.

Suara pembaca acara terdengar di podium yang terisi oleh dua puluh lima penonton sekarang, "Good afternoon everybody! I'm Jerry Germaine with my colleague Fan Lee—we both will cover the game. Today's game is between Harvard Crimson High and Yale Bulldogs. We'll begin with the first half of the game shortly, but first, we'll introduce you to the team. The host and last year's reigning National Championships, Harvard Crimson High!"

Seisi stadium bertepuk tangan dan menyambut satu persatu pemain dari Crimson High, dimulai dengan Devon Shire, junior dengan posisi safety, lalu Marsh Gavin dengan posisi guard. Pada mulanya mereka berlari dengan cepat dan Benny berpikir dua pemain pertama yang keluar pasti sangat gugup karena mereka melewatinya begitu saja. Beberapa pemain lainnya melambaikan tangan kepada Benny, tapi ketika Langston Sterling center memasuki arena, melewati pemandu sorak dan menuju kepadanya, ia berhenti ditempatnya.

Langston Sterling tahu kalau Benny berada di dalam kostum maskot tim dan di setiap pertandingan, pria itu akan mendekatkan tubuhnya dengan Benny, lalu akan menyeruduknya. Hal ini dilakukan Langston agar tim dan pengagum tim lawan melihatnya dengan takut. Trik menakut-nakuti lawan itu tentu saja dilakukan Langston tanpa menyakiti Benny sama sekali. Ia tidak sakit ataupun terjatuh. Tapi kali ini ketika Langston menyeruduknya, Benny tiba-tiba kehilangan keseimbangannya dan terjatuh ke tanah.

Seketika stadium menjadi hening ketika kepala kostumnya terbuka dan tubuhnya sekarang terkapar di lantai. Wajahnya yang merah seperti tomat, rambutnya yang basah, dan keringatnya yang sekarang menjadi pusat perhatian. Langston menatapnya dengan panik dan memanggil namanya, "Benny! Benny! Apa kamu baik-baik saja? Benny!"

Benny menarik napasnya—oh, aku ingat cara bernapas.

"Benny!"

"Benny!"

Semua orang memanggil namanya dan mengelilinginya. Mulai dari para pemain, pemandu sorak, sampai head coach dan wasit. "Tim medis akan segera datang," kata seseorang kepadanya. Ia tidak yakin karena terlalu banyak mata yang sekarang menatapnya.

"Bean? You alright?" lalu Benny mendengar suara itu. Ia mengenali suara itu dan hanya ada satu orang di dunia ini yang memanggilnya 'bean'.

Reginald Escara—Rex, quarterback Crimson High berdiri di hadapannya, lalu ia berjongkok mendekati tubuhnya yang di tanah, "Bean?" tanyanya dengan suara dalam yang menurut Benny sangat seksi.

Mata biru muda pria itu menatapnya dengan khawatir dan Benny pada saat itu sangat berharap Langston Sterling terus menyeruduknya dan menjatuhkannya. Belum pernah Benny mendapatkan perhatian sang quarterback seperti ini sebelumnya.

Benny melihat wajah tampannya—rambut cokelat mudanya dan wajahnya yang selalu membuat degup jantung Benny tak karuan sekarang baru saja akan membantunya berdiri, ketika pacar pria itu, kapten pemandu sorak, Sabrina McCallister berkata dibelakang punggung pria itu, "Rex, jangan menggerakkannya, bagaimana kalau tulang punggungnya cedera?"

Rex mengangguk dan menatap Sabrina, sebelum ia berkata dengan keras mengejutkan pacarnya dan beberapa orang lainnya, "Kalau begitu mana tim medisnya?"

Oh, ia peduli, jantung—apa kamu baik-baik saja? Tanya Benny kepada jantungnya. Tapi hati kecilnya tahu kalau Reginald Escara tidak peduli kepadanya seperti pria itu peduli kepada Sabrina McCallister. Pria itu pernah menolaknya sekali dan ia mengingat kata-kata pria itu, "I'm sure you're nice, Benny. But, you're not my type."

Aku bukan tipenya.

Ia telah mengatakannya dengan jelas.

Oh, but I love Reginald Escara.

I love the quarterback just a little bit. A little bit too much, I supposed. 

Benny the Bear Loves the Quarterback : Book I | CAMPUS #01Where stories live. Discover now