BAB ENAM

4.3K 817 25
                                    

Benny terbangun karena ia tidak bisa berhenti terbatuk. Tenggorokannya terasa begitu kering dan hidungnya tersumbat. Sial, ia terkena flu dan batuk. Benny memegang dahinya dan mengembuskan napasnya—setidaknya aku tidak demam. Ia kembali terbatuk tidak berhenti dan menyadari kalau gelas yang terletak di nakasnya kosong.

Benny mengambil gelas kosong itu dan ia turun dari ranjang. Sekarang ia mengenakan sandal tidurnya dan berjalan keluar dari kamar. Ia tidak yakin jam berapa sekarang, tapi ketika ia membuka pintu kamarnya Escara House terlihat dan terdengar sunyi senyap. Satu-satunya suara yang terdengar adalah suara batuknya sendiri. Sial, ia memarahi dirinya sendiri lagi.

Dengan cepat ia berjalan ke arah dapur yang sekarang sudah gelap dan menyalakannya. Ia berjalan ke arah keran air dan menyalakannya di bawah gelasnya. Setelah terisi, ia mematikan kembali keran air tersebut dan meminum air di dalam gelasnya. Benny menghabiskannya, tapi batuknya tidak berhenti.

Benny lalu berjalan ke rak yang biasanya terisi oleh berbagai macam obat-obatan umum yang Annie—istri Chuck, yang juga chef utama Escara House—taruh untuk keperluan mendadak seperti ini. Annie dan Chuck tidak mempunyai anak sehingga mereka sangat peduli dengan mahasiswa yang tinggal di Escara House seperti anak mereka sendiri. Keduanya selalu berusaha untuk membantu walaupun terkadang tidak terlihat atau dihiraukan banyak orang.

Benny mencari obat batuk dengan cara membaca berbagai obat-obatan umum yang berada di salah satu boks besar bertuliskan 'medicine in case of emergency'. Lalu Benny melihat botol sirup yang bertuliskan 'cough and flu syrup' rasa ceri. "Yes!" gumam Benny dan ia menutup kembali boks. Setelahnya ia membaca aturan baca obat tersebut. Tapi pada saat itu batuknya kembali mengisi keheningan dapur. Benny tidak banyak berpikir, ia membuka obat sirup itu, menuangkannya—cukup banyak—ke dalam gelas sebagai ganti sendok, dan meminumnya langsung.

Obat itu dengan cepat masuk ke dalam tenggorkan Benny yang kering dan menghentikan batuknya. Benny tersenyum dan memarahi batuknya, "Kamu tidak akan menang, batuk."

Tapi Benny terlalu cepat mengatakan kata-kata itu karena ia kembali terbatuk. Dengan kesal ia menuangkan obat sirup itu kembali ke dalam gelas dan dengan cepat meminumnya. Ia tahu kalau dirinya telah meminum obat tersebut dengan takaran tak wajar, tapi ia harus menghentikan batuknya, tidur, dan mengerjakan tugas Gerome Gondolla, mahasiswa teknik sipil yang memerlukan perhitungan stabilitas volume konstruksi. Gerome menjanjikan seratus dolar kalau ia dapat mengirimkannya sebelum jam enam pagi. Benny memerlukan seratus dolar itu hanya saja ia perlu tidur karena kemarin malam ia belum mendapatkan istirahat sama sekali. Kalau ia tidak tidur dengan cukup, hal seperti tadi pagi di lorong akan terjadi lagi. Benny tidak iangin pingsan di depan orang banyak dan ia harus memastikan ia menjaga dirinya dengan baik.

Hanya saja Benny tidak tahu kalau berlari di tengah hujan akan membuatnya batuk dan flu. Sialan, gerutunya sekali lagi. Benny mengambil minum di keran dan menghabiskannya dengan gelasnya yang sekarang telah bercampur dengan obat sirup rasa ceri. Ia lalu memukul dadanya, berharap batuknya akan berhenti, tapi usahanya sia-sia.

Benny baru saja akan berbalik dan kembali berjalan ke kamar ketika seseorang masuk ke dapur. Ia terlalu terkejut, reaksi pertamanya adalah berteriak ketika menyadari kalau Reginald Escara, sang quarterback sedang berhadap-hadapan dengannya. "ARGHHH!" teriak Benny dengan suara seraknya.

Hal itu membuatnya kembali terbatuk dan Rex mengerutkan dahinya dengan khawatir. "You okay, Bean?"

Benny menjawab dengan suara seraknya, "Ya, maaf. Aku membangunkanmu. Sial, apa aku akan membangunkan semua orang?"

Benny kembali terbatuk dan Rex melihatnya dengan khawatir sebelum menjawab, "Kamu tidak membangunkan semua orang—setidaknya belum. Tapi kamu membangunkanku karena setiap kali pintumu terbuka, aku akan mendengarnya karena tembok kita bersebelahan. Bean, kamu sakit."

"Aku tahu," kata Benny. "Just go back to your blondie."

"Blondie left," kata Rex yang sekarang mendekat. "Aku akan membuatkanmu teh."

Benny terbatuk lagi sebelum menjawab, "Tidak perlu. Aku sudah minum air dan obat ini."

Rex menyipitkan matanya ketika melihat wanita itu mengangkat botol sirup rasa ceri kehadapannya. "Aku tidak yakin obat itu bekerja dengan seharusnya, Bean. Berapa banyak kamu meminumnya?"

"I don't know, half of the bottle. Aku menuangkannya ke dalam gelas karena aku tidak sempat mencari sendok," kata Benny yang sekarang terdengar sangat parau.

Rex memutari kitchen island luas dari marmer dan kayu tua di tengah-tengah mereka dan mulai memasak air panas. Lalu ia mengambil lemon dari mangkuk di tengah meja. Dengan cekatan pria itu sekarang memotong lemon menjadi irisan kecil, lalu menaruhnya ke dalam gelas sebelum menuangkan air panas yang sudah mendidih ke dalamnya. Setelah itu Rex mencampur air panas tersebut dengan air keran sehingga Benny dapat meminumnya langsung tanpa harus kepanasan. "Here, drink a bit of lemon water."

"Aku..." Benny baru saja akan mendebat Rex, tapi ia kembali terbatuk.

"Semakin cepat kamu meminumnya, semakin cepat kamu akan merasa lebih baik, Bean."

Benny tidak memiliki pilihan dan meminum air hangat lemon yang diberikan Rex kepadanya. Ia meminumnya dan seketika tenggorokannya yang terasa kering sedari tadi terasa lebih baik. "Thank you," bisiknya.

"Better?" tanya Rex.

"Ya. Aku menyukaimu," kata Benny tiba-tiba mengejutkan Rex dengan kalimat itu. "Aku sangat menyukaimu, Rex. Kalau kamu bersikap baik seperti ini—aku semakin menyukaimu. I know I'm not your type, but you are mine. I really like you a lot Reginald Escara."

Kata-kata itu terucap begitu saja dari mulut Benny yang sudah menahan perasaannya selama ini kepada pria itu. Sayangnya bagaimanapun Benny mengatakannya Rex tidak akan pernah membalas perasaan itu.

Benny the Bear Loves the Quarterback : Book I | CAMPUS #01حيث تعيش القصص. اكتشف الآن