Wattpad Original
There are 7 more free parts

MDH - Chapter 5

581K 27.5K 484
                                    

Paginya aku terbangun dengan mata sembab akibat menangis semalaman. Aku mengernyit saat sinar mentari yang berhasil menelusup di balik tirai mengenai mataku.

Aku bangun dan melihat sekitar. Ruangan ini temaram karena tirai yang masih tertutup rapat.

Aku menarik napas ku beberapa kali sebelum bangun dan masuk ke dalam kamar mandi.

Aku mengernyit melihat bayanganku sendiri. Tampak seorang wanita mengerikan dengan mata bengkak, merah juga lingkar hitam di bawah mata. Seharunya bukan seperti ini bayangan seorang pengantin baru.

Aku berjalan ke arah bathtub dan membuka seluruh pakaianku. Mandi dengan air hangat mungkin bisa menghilangkan sedikit rasa lelahku.

Bayangan kejadian semalam terlintas dalam pikiranku ketika aku menutup mata. Aku kembali menangis dalam diam.

Apa aku salah mengenal pria itu?

Tapi, penyesalan tidak akan berbuah manis. Apa yang aku harapkan? Ia mengatakan tidak akan melepaskan ku.

"Buka! Apa yang sedang kau lakukan sebenarnya?"

Entah sudah berapa lama aku berada di kamar mandi. Seketika tubuhku menegang saat mendengar suaranya. Mengapa aku merasakan takut untuk bertemu dengannya?

"Buka pintunya, atau aku dobrak sekarang!" teriaknya lagi tidak sabar.

Aku segera bangkit dari dalam air dan menyambar handuk yang tergantung lalu membuka pintu.

"Apa yang kau lakukan sebenarnya, kenapa lama sekali?" Ia marah. Apalagi sekarang?

"Maafkan aku, tadi aku tertidur," kataku nyaris tak terdengar.

"Tertidur? Apa kau sudah gila? Kau ingin mati? Bagaimana kau bisa tertidur? Apa kau tidak tidur semalaman?"

Aku mengernyit mendengar ucapannya. Mengapa dia masih menanyakan itu? Sudah jelas aku tidak akan bisa tidur karna perlakuannya.

"Ayo!" Ia menarik lenganku.

Apa yang akan dia lakukan lagi sekarang? Semua gerakan yang ia tunjukan kini membuatku sedikit was-was.

Ia membiarkanku duduk di tepi tempat tidur.

"Apa kepalamu sakit?" Ia meraba belakang kepalaku.

Ada apa dengannya, sekarang dia berubah manjadi baik kembali? Apakah semalam dia sudah memikirkan semuanya. Apakah dia sudah menyadari kesalahannya?

Aku menatap ragu matanya dan menggeleng.

"Biar aku obat. Aku berjanji ini adalah kali terakhir aku bersikap kasar terhadapmu," ucapnya sambil mengelus kepalaku.

Aku terdiam dan membiarkan dia mengobati ku dengan krim yang ia bawa.

Apa aku harus menanyakan mengapa dia bersikap seperti semalam?

"Raga?" kataku pelan dan ragu.

"Ada apa?" jawabnya.

"Raga... kenapa kau bersikap seperti tadi malam? Kalau memang karena aku pulang diantar oleh Ian. Aku bersumpah, aku tidak punya hubungan apapun dengannya. Dia hanya temanku yang sudah lama tidak bertemu. Hanya sebatas itu. Dan jika kau ada masalah..."

Ketika pria itu berhenti dengan aktititasnya aku pun berhenti berbicara. Pundaknya kembali menegang.

"Jangan bicarakan itu. Aku tidak peduli?"

Ia melempar krim yang ia pegang. Lalu berbalik dan hendak meninggalkan ruangan ketika aku memanggilnya.

"Raga!"

Pria itu berdiri tanpa repot membalikan tubuhnya.

"Aku mau kau menjelaskan semuanya. Aku tidak mau berjalan di dalam kegelapan. Aku sama sekali tidak tahu apa salahku sebenarnya. Kau begitu asing sekarang."

"Jangan membuatku menyesal datang kemari!" Ia bergumam dingin.

Dan nyali yang sebelumnya aku kumpulkan menciut begitu saja.

Aku tak berkata apapun lagi. Suaraku seakan tertelan di tenggorokan mendengar ucapannya.

Ia melanjutkan langkahnya dan keluar dari dalam kamar.

Air mataku mulai kembali lolos dari pertahanan. Tapi, dengan segera aku menyeka air mataku. Aku tidak boleh lemah. Aku harus kuat menghadapi semuanya.

Aku berbalik dan mencari baju di lemari. Beruntung ada beberapa baju di sana. Kurasa semalam para pelayan yang membawanya kesini. Aku benar-benar terusir dari kamarnya.

Hari ini aku harus menemui Papa. Aku merindukannya, mungkin dengan pelukannya, akan membuatku merasa sedikit tenang.

Aku merias wajahku dengan ekstra make up. Untuk menutupi wajahku yang sebenarnya, yang pucat dan tak seharusnya terlihat sebagai seorang pengantin baru.

Setelah semuanya selesai, aku keluar dari kamar. Tidak ada siapapun di ruang makan, dan suara mobil yang menjauh cukup membuatku yakin, itu adalah milik Raga. Pria itu pergi.

Taksi yang ku pesan sudah menunggu di depan rumah. Tidak ingin membuat masalah yang lainnya. Aku berinisiatif mengirimi dirinya pesan jika aku akan menemui Papa hari ini.

***

Sampai di rumah sakit, aku bergegas melangkah ke ruangan Papa di rawat.

Dia berada disana duduk dengan menatap pad nya.

Setelah memastikan senyumku berkembang, aku mengetuk pintu dan masuk.

"Kau datang?" ucapnya.

Aku mengangguk, dan memeluknya dengan erat dan ia membalasnya.

"Aku merindukanmu."

"Apa sesuatu terjadi?" tuduhnya dengan nada curiga.

Aku melepaskan pelukan terlebih dulu dan menggeleng. "Semuanya baik-baik saja."

"Kau datang sendiri?" tanyanya melihat ke arah belakangku, tidak ada siapapun disana.

"Ya, dia ada urusan pekerjaan. Sedikit mendesak."

Senyuman yang memperlihatkan kerutan di bawah matanya yang kudapatkan sebagai tanggapan.

"Dia benar-benar pekerja keras. Tidak heran dia begitu sukses di usia muda. Kau beruntung, Sayang."

Aku tersenyum memaksakan.

Apanya yang beruntung?

"Apa ada masalah?" tanyaku ketika melihat Papa kembali fokus pada pad nya.

"Ya, saham perusahaan benar-benar tidak menunjukan perubahan."

"Papa sebaiknya istirahat dan berhenti memikirkan perusahaan. Khawatirkan diri Papa terlebih dahulu dulu."

Papa kembali tersenyum dan menurut, menyimpan pad nya di atas nakas.

"Papa hanya khawatir terhadapmu. Apa dia benar-benar pria yang baik? Jika Papa bisa mengembalikan keuangan perusahaan, setidaknya Papa bisa membawa mu kembali."

Aku menatapnya, meraih tangannya dan meremasnya dengan lembut. "Dia pria yang baik. Aku tidak akan mau menikah dengannya jika ia pria yang jahat. Jadi, berhenti memikirkan  semua itu. Kesehatan Papa yang harus di utamakan, mengerti?" kataku dengan bersungguh-sungguh.

Aku pembohong yang hebat bukan?

Papa menarik tanganku dan memelukku, mengusap punggungku dengan lembut.

"Maafkan Papa, Nak."

"Tidak ada yang perlu di maafkan, aku menikahi pria yang tepat. Aku akan hidup bahagia." Bagaimana caranya aku berbicara semeyakin kan mungkin. Aku tidak ingin menambah beban masalah lagi.

Aku hanya perlu hidup dengan bahagia. Iya, bukan?

***

My Devil HusbandWhere stories live. Discover now