Melodies 3: "Cosmic Railway."

12.5K 1.2K 26
                                    

"Cerahnya langit tak selalu bersama matahari"

Entah Bagaimana "Kita Tak Bisa Memilih Tempat Kita Dilahirkan". Setiap orang memiliki kehidupan dan cara menjalaninya dengan berharap. Pada apa yang diimpikan, pada apa yang ingin dijadikan kenyataan. Setiap orang berusaha menaiki kereta kehidupan, kemana kereta itu mengantarnya, pada sebuah tempat indah atau sebaliknya. Disetiap pemberhentian, akan ada cerita baru, yang bisa mengubah tujuan akhir. Ada juga yang memilih tidak berhenti, membiarkan kereta itu melaju, seperti sebuah mimpi tanpa ujung.

Cahaya mentari pagi sudah masuk melalui celah jendela kamar kami untuk terakhir kalinya akan ku saksikan, suara bising burung di luar jendela terakhir kalinya, suara bising air di bak kamar mandi yang sudah lama sedikit bocor, suara decitan lantai di samping tempat tidurku, pagi terakhir untuk kami di dorm ini.

Seperti biasa, aku lah yang akan pertama kali bangun, membangunkan kedua temanku yang enggan meninggalakan kasurnya yang tidak terlalu empuk itu. Menggoyang-goyangkan badan mereka, seraya membesarkan volume suara adzan subuh di handphone, maklum tidak ada masjid disekitar dorm. Ketika mereka terbangun bergegas bergantian sholat, aku mulai mengambil beberapa makanan untuk dimasak di dapur umum.

Sembari mengiris daun bawang, kemudian memecahkan tiga butir telur, mengaduknya dan menampakkan kepalaku keluar jendela. Pagi buta ini anak-anak berjalan bersama kelompoknya membawa bola untuk bermain, beberapa pria bermata sipit baru saja lewat dengan sepedanya, dan juga sepasang kekasih-sepertinya, sedang berjalan bersama degan baju olahraga mereka. Hari libur memang tak pernah meninggalkan jalanan yang sudah dipenuhi dedaunan berwarna merah itu kesunyian. Ada saja yang dilakukan orang Korea di hari libur seperti ini.

Aku kembali masuk kedalam kamar, meletakkan nampan yang berisi satu mangkuk besar nasi dan telur dadar porsi tiga orang. Cukuplah hanya untuk sarapan pagi ini. Yesha yang sedang menguap membantu mengambil beberapa piring dan sendok. Damia segera menyusul mengambil air mineral dari kulkas. Kami sarapan dengan diam, lebih tepatnya dengan kantuk yang masih menguasai diri. Mungkin karena kelelahan mem-packing barang-barang kami tadi malam.

Tok Tok. Persis ketika kami selesai makan, pintu kamar kami terketuk.

"Itu pasti Ka Dafa." tebak Damia segera. Ia segera berlari masuk kedalam kamar mandi, "Aku bersolek sebentar."

Aku dan Yesha menggeleng-geleng pelan sembari bangkit dari duduk kami. Yesha mengangkat beberapa piring, menandakan aku yang harus membukakan pintu.

"Masuk kak," sapaku begitu rupa calon imam idaman itu tersenyum secerah cahaya matahari yang masuk.

Ka Dafa adalah kenalan ku saat berkumpul di kedutaan Indonesia. Ka Dafa sudah seperti kaka kandung bagiku. Tepat satu tahun setelah merantau, saat itu aku merasakan home sick. Penyakit yang diderita anak rantauan pada umumnya. Rindu dengan orang tua, dan sayang belum bisa kembali bahkan bulan Ramadhan. Aku tidak bisa seegois itu untuk memilih pulang hanya karena rindu.

Saat itu Ramadhan pertama di Korea, harus menahan lapar yang lama, dengan godaan disiang hari dimana banyak orang-orang makan dengan nikmatnya, dan masih banyak lainnya. Seminggu setelah puasa yang melelahkan, aku baru menyadari ada undangan buka puasa bersama setiap bulan Ramadhan di KBRI melalui emailku yang sayangnya baru aku buka. Disanalah, akhirnya aku menemui orang-orang sebangsa ku. Di Indonesia kami mungkin berbeda-beda suku, namun di Negara lain, kami menjadi satu, bukan hanya satu tapi kami keluarga.

Bertemu dengan orang yang lebih tua sudah dianggap jadi orang tua sungguhan selama di Korea. Rindu Indonesia perlahan bisa diobati. Akhirnya bisa ngobrol dengan bahasa Indonesia, tanpa sungkan. Saat itu setelah buka puasa bersama, acara dilanjutkan sholat magrib berjamaah dan sholat tarawih. Saat makmum melantunkan komatnya, suaranya yang indah terdengar dengan syahdu. Dia adalah Ka Dafa, salah satu warga Indonesia yang saat ini sedang bekerja di Korea.

MelodiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang