Melodies 6 : "For Life"

9.8K 991 66
                                    

Menginap murah dengan fasilitas enak dan nyaman sudah pasti dicari banyak orang. Termasuk aku dan ketiga orang dihadapanku yang sudah dari semalam tadi  menghabiskan waktu di Jimjilbang. Ada yang mengartikan jimjilbang sebagai kamar sauna, tapi kalau menggunakan istilah sederharna bisa diartikan sebagai tempat pemandian air panas umum.

Sorenya, saat aku baru saja tiba dirumah, Yesha menyuruhku dan Damia untuk berkumpul di kamar. Ia memelukku cukup lama sampai akhirnya ia bisa menghela nafasnya. Wajahnya membuatku cemas. Ia berkali-kali mengucap kata maaf, bahkan sebelum ia mengatakan untuk hal apa ia meminta maaf.

Namun ia sudah berjanji untuk terus menghubungi kami dimanapun ia berada. Ya, sebuah perpisahan. Bukankah perpisahan bisa terjadi kapan saja? Pun saat yang tak terduga-duga. Pun saat dimana perpisahan itu bukan sesuatu yang di inginkan.

Roda kehidupan terus berjalan. Dan kekuatan adalah jalan untuk bertahan untuk kehidupan. Seorang Yesha, yang bukan perempuan kaya raya, tentu beasiswa adalah anugrah terindah untuknya. Namun baginya, ibu adalah satu-satu nya keluarga yang ia miliki.

Selepas mendapat telepon dari tetangganya, ia diberitau jika keadaan ibunya yang tinggal sendiri itu memburuk. Yesha tak bisa lagi mengandalkan tetangganya, ia harus pulang. Alasan ia berurusan dengan imigrasi juga untuk mengurus beberapa dokumen.

Dan hari ini adalah hari terakhir Yesha ada di Korea, menyedihkan sekali rasanya.

Tiga tahun bukan waktu sebentar bagi kami bertiga bersahabat. Berkeliling dorm bersama, sekelas bersama, part time bersama, dan akhirnya belakangan ini mencari kontrakan baru bersama. Ketika sudah menemukannya, ia harus pamit. Janji bahwa kami harus lulus bersamapun, ia ingkari.

Tapi bagiku tak masalah, selama kami masih bisa bersahabat meski sejauh apapun itu. Karena bukan hanya sebuah hubungan pacaran saja yang jarak jauh, persahabatan juga bisa.

Tadi malam bahkan sepertinya kami tidak tertidur. Kami habiskan waktu untuk berbincang ini dan itu. Akupun masih sulit untuk memejamkan mataku sampai pagi tiba. Pagi ini kami berkeliling terlebih dulu. Kali ini kami ada di lantai tiga, yang menjadi meeting point setiap orang setelah mengenakan seragam pink. Berbeda dengan lantai sebelumnya yang memisahkan gender untuk tidur, lantai ini bebas. Lantai tiga menyediakan banyak fasilitas seperti ruang fitness, beberapa kursi untuk memijit, warnet, ruang baca, juga food court. Tentu saja tidak gratis. Bayarnya tidak menggunakan uang, melainkan dengan gelang. Gelang yang diberikan usai membayar tiket masuk, ajuma penjaga sekaligus kasir akan memberikan gelang berbarcode yang berfungsi sebagai kunci penyimpanan barang sekaligus pengganti uang.

Kamipun mencari posisi ternyaman untuk mengobrol bersama. Bernostalgia terhadap kisah-kisah lucu kami selama di Korea, merantau menjadi mahasisiwi baru dengan uang pas-pasan. Belajar bahasa Korea,dan masih banyak lagi, ya sepertinya kisah kami tidak pernah habis.

Tok.

Ka Dafa iseng menggetok kepala Damia dengan telur rebusnya. Aku dan Yesha saling menatap lalu menertawakan. Pastinya ia sangat bosan menjadi pendengar baik sedari tadi. Sedangkan Damia kini wajahnya masam cemberut menatap Ka Dafa.

"Kupanggilkan teman untukmu." Yesha merogoh kantungnya mengambil ponsel dan kemudian pergi menelepon seseorang.

"Kekasihku sebentar lagi akan datang. Tunggulah." Kata itu ia lontarkan setelah kembali menutup telponnya.

Kini wajahku berganti masam. "Tenang saja, aku hanya ingin mengusir dia −Ka Dafa− dengan halus." Bisik Yesha padaku. Membuatku tertawa geli mendengarnya.

Hari ini aku belum mendapatkan kabar bagaimana keadaan Haraboji. Pikiranku terpecah belah, apakah aku tidak perlu latihan juga hari ini? Karena rasanya suasana hati Dio pasti belum baik seutuhnya.

MelodiesWhere stories live. Discover now