Melodies 9 : "I Like You"

7.3K 902 95
                                    

Dilapisi tiga baju hangat berselimut kain tebal dan memegangi teh panas rupanya belum juga menuruni demamku. Jauh di luar sana, beberapa orang sedang sibuk mempersiapkan acara puncak malam ini, tak takut pada angin yang berhembus cukup kencang dan langit yang kelabu sisa hujan deras. Aku masih terduduk diam di dalam ruang kesehatan.

Seluruh peserta perkemahan dibuat riuh saat kami datang tadi. Beberapa orang yang mengenalku tentu saja segera mendatangiku yang sedang dibantu berjalan oleh Kim sunbae. Sementara sebagain lainnya lebih tertarik melihat idola yang sedang mengenakan kaos putih penuh noda, mungkin pikiran mereka kami terjatuh di jurang atau bagaimana aku tak bisa membaca pikiran.

Namun yang jelas, pria itu ogah dirawat diruang yang sama denganku, tentu saja. Dia sehat-sehat saja katanya, jadi hanya akan membersihkan diri dan tidak ingin di rawat. Sementara aku, keningku sudah ada perban kecil berwarna putih yang baru saja di tempel untuk menghentikan luka kecil bekas serpihan kayu atap.

Kim sunbae juga baru saja pergi dari ruangan ini. Kalau saja temannya tidak memanggil agar memohon dia untuk beberapa pekerjaan di luar sana, mungkin dia masih duduk dihadapanku diam tanpa kata.

Srek.

"Bagaimana keadaanmu?" Damia masuk kedalam ruangan sedikit ragu. Ia memperlambat langkahnya.

Ahya, ini bukan mimpi. Itu bisikku saat harus menatap kedatangannya.

"Sudah lebih baik." Jawabku kemudian menyeruput teh yang kupegang.

"Apa kau terkejut?" katanya kini berdiri dihadapanku, wajahnya sedikit merasa ketakutan. Namun aku tak bisa menjawab. Ia menghela nafasnya. "Aku tak bisa meminta maaf padamu." Katanya masih menatapku.

"Bagaimana perasaanmu sekarang?" Tanyaku.

"Kau tak bertanya kenapa aku melakukannya?" Tanyanya.

"Aku belum siap mendengarkannya, apa kau mau meninggalkanku sendiri saja?" aku meletakkan gelas yang ku pegang di atas meja yang berada tepat disampingku.

"Kau harus mendengarkannya, siap ataupun tidak." ia menarik kursi disebelahku.

"Ku mohon. Aku baru saja kehilangan Yesha, dan aku tak mau kehilangan mu." Kataku kini berusaha menatap kedua matanya.

"Tapi aku rela tak memiliki sahabat sepertimu demi dia." Damia melipat tangannya didepan dada. Sedikit memaksa membuat wajah tak peduli.

"Damia ku mohon." Balasku memegang tangannya, namun dengan segera ia menghempaskannya ke udara.

"Aku membencimu." Kata itu berhasil membuatku terdiam mematung.

Aku tak ingin mendengarnya, tidak sekarang.

"Satu bulan setelah melihat pertandingan baseball, ada seorang pria datang kedalam kelas. Ia bertanya siapa yang bernama Melodi. Dan kau tau, tadinya aku hanya bercanda dengan mengatakan aku adalah Melodi. Tapi ia percaya kebohongan itu. Dan aku tak menyangka pria itu sangat mempesona. Aku berjalan dengan nya lebih dari satu kali. Dia pria yang sangat baik. Dan aku menyukainya. Lagipula dia juga lupa wajahmu, jadi buat apa aku mengatakan kebenarannya?" Damia terlihat lebih yakin saat mengatakan ini.

Aku masih terdiam. Begitu rupanya. Begitu cara keduanya bertemu. Sudah selama itu.

"Kenapa kau diam? Tanyakan sesuatu." katanya memaksa.

"Ka Dafa," aku berusaha menanyakannya meski hatiku sakit. Bukan saja karena apa yang ia katakan tadi. Namun Ka Dafa adalah pria yang sangat baik, dia kakakku disini. Dan aku tak ingin siapapun melukai hatinya yang baik, pun termasuk kau.

"Ka Dafa? Kenapa kau.. ah,"  Ia terkekeh sebentar, "Kau khawatir padanya? Kau pasti bahagia karena ia juga sangat khawatir padamu. Dia menyukaimu."

MelodiesWo Geschichten leben. Entdecke jetzt