I: Tempest of Conviction

585 41 15
                                    

Kebebasan, kematian.

Kebebasan adalah suatu hal abstrak yang secara harfiah berarti kemerdekaan, dan tentu saja diharapkan oleh jika bukan semua, sebagian besar orang, namun untuk meraihnya adalah soal yang amat sulit.

Tunggu, bagaimana dengan kematian? Jika bertemu dengan kematian itu sendiri, mungkin saja kau bisa terbebas dari semua komplikasi yang terjadi di dunia ini. Mungkin saja, lho.

Nah, mau coba untuk meraih kebebasan, atau barangkali merancang pertemuan dengan kematian dan mendekapnya, misalnya?

. . .

Ibu kota Lucfia, Caelum, tahun 815

"Alice... Alice, ayo bangun, kita harus segera pergi ke kota untuk membeli bahan makanan..."

Seorang anak laki-laki bersurai merah muda persik – Oliver Alistair, menggoyangkan pelan tubuh kembarannya – Alice Alistair, yang masih terbaring berselimut di kasur – seorang gadis yang penampilannya tak jauh berbeda darinya, kecuali rambutnya yang panjang.

Kamar mereka berada di lantai atas dan sederhana, layaknya rakyat biasa. Seluruh perabotan dalam kamar tersebut berbahan dasar kayu, sama halnya dengan ruangan-ruangan lain dalam rumah mereka, bukan hanya kamar saja.

Sebuah tempat tidur double size yang cukup besar untuk kembar Alistair terletak di tengah ruangan, bersandar pada dinding berwarna krim pucat dengan lantai dari kayu.

Ada dua buah jendela di masing-masing sisi kamar, jendela yang satu terhubung langsung dengan jalanan kota, membiarkanmu melihat suasana di luar sana ketika tidak ditutup tirai, sedangkan jendela satunya terhubung dengan ruang kosong yang terdapat sebuah tangga sebagai penghubung antara lantai atas dengan lantai bawah rumah.

Sisanya adalah perabotan-perabotan yang biasa kau temukan dalam sebuah kamar tidur: lemari pakaian di seberang kasur dengan cermin besar di sampingnya, dan sebuah meja kecil di samping tempat tidur, di atasnya sebuah vas ungu muda yang berisi bunga Red Magic sebagai hiasan.

"Alice... Alice, bangun," sekali lagi Oliver memanggil Alice, suaranya pelan dan lembut, berusaha membangunkan kembarannya.

Anak laki-laki 13 tahun itu tahu betul bahwa kembarannya adalah orang yang sulit untuk dibangunkan begitu ia memejamkan matanya, dan jika hari ini adalah hari biasa seperti hari lainnya, biasanya Oliver akan membiarkan Alice untuk tidur sampai siang. Itu hanya pengandaian.

Hari ini bukanlah hari biasa. Menurut penanggalan Caelum atau Caelum Calendar, ini sudah akhir bulan – Rest'ier 35: bulan kedua, tanggal 35. Hal itu berarti mereka harus pergi ke kota membeli bahan makanan untuk bulan selanjutnya.

Lebih pagi kau datang, lebih besar kesempatanmu untuk mendapat potongan harga, karena di ibu kota Lucfia, ada sistem pasar yang mewajibkan semua pedagang untuk memberikan potongan harga untuk barang dagangannya mulai dari pukul 7 sampai 10 pagi waktu Caelum.

Gadis yang bernama Alice tersebut mendesah pelan. Perlahan-lahan, Alice membuka iris berwarna fuchsianya. Seketika itu juga, cahaya matahari yang menyusup lewat celah jendela mahoni hitam dengan aksen kotak-kotak menusuk matanya.

Alice mengusap kedua matanya. "Sudah jam berapa, Oliver...?" Tanya Alice, meregangkan kedua tangannya dan mulai bangkit untuk duduk di atas matras kasur, berhadapan dengan kembarannya, Oliver.

Oliver terlihat sudah rapi dengan kemeja putih polos dibalut rompi cokelat beraksen wajik yang dihias oleh pita labu di kerah, celana pendek selutut hitam yang beraksen wajik pula, sepatu yang mirip sepatu bot berwarna hitam, dan topi penyihir (bukan, bukan seperti yang kau pikirkan) hitam berhias bunga mawar merah, beberapa surat tak penting, dan sebuah pita di sebelah kanan topi.

The Wind Which Sings of FreedomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang