VIII: The Young Sword Dancer Whose Violet Eyes Are Pretty

298 29 26
                                    

Selamat datang, selamat datang! Hari yang indah, bukan begitu?

Tolong jangan berisik! Hari ini aku juga akan melanjutkan dongeng negeri Caelum yang kemarin aku ceritakan pada kalian. Nah, sebelum aku memulai, maukah kuberi tahu sesuatu?

Takdir punya sesuatu yang paling disukai olehnya. Bukankah kau bertanya-tanya mengenai apakah sesuatu itu?

Kau tahu, meski gagal berkali-kali, entah berapa kali pun itu, manusia tampaknya tidak pernah benar-benar belajar dari kegagalan-kegagalan mereka.

Sebagian dari mereka mempertahankan kekuatan yang terus mendorong mereka untuk bertempur menolak semua yang telah dikehendaki oleh takdir dengan seluruh raga mereka, sedangkan sebagian yang lainnya menundukkan diri mereka di hadapan takdir. Denyut takdir mengguncang fondasi dunia, dan tidak akan pernah berhenti hingga waktunya  tiba untuk berhenti.

Oh! Aku bahkan belum memberi tahu hal yang paling disukai oleh takdir.

Di seluruh alam semesta ini, satu-satunya pergerakan yang paling menarik ialah usaha keras manusia untuk memperjuangkan takdir mereka, meski mereka tidak memiliki kekuatan apa pun dalam hal itu.

Namun, hanya untuk membuat segalanya semakin menarik, mungkin takdir bisa mengubah nasib manusia sedikit – hanya sedikit!

Tidakkah kalian ingin sesuatu yang menarik terjadi? Kuharap kalian dapat bersabar hingga aku sampai pada bagian itu.

Baiklah kalau begitu, bagaimana jika kita mulai dongengnya sekarang dan melihat takdir seperti apa yang menanti?

. . .

"Ka—Kau...!"

"Kita bertemu lagi, bocah."

"... Huh?"

Oh, lagi-lagi, hanya itu yang keluar dari mulut Oliver. Bila seseorang menghabiskan waktu bersama anak itu cukup lama, besar kemungkinan orang itu mengira bahwa 'huh' adalah salah satu kata favorit dalam kamus seorang Oliver Alistair.

Seperti biasa, perlu waktu beberapa detik untuk Oliver mencerna apa yang dikatakan oleh pemuda dengan surai ungu muda di depannya. Kali ini, tiga detik. Tiga detik, dan kata-kata pemuda itu pun seolah memukul telak kepala Oliver, membuatnya langsung tersadar.

Sebelah alis Oliver terangkat, dan sebuah senyum miring penuh keterpaksaan terbentuk di bibirnya. Batin anak itu berteriak, Bo—Bocah...?! Ugh... kalau bukan karena orang ini telah menyelamatkan nyawaku dan Alice hari itu, aku tidak akan pernah terima dipanggil 'bocah'!

Pemuda asing itu hanya melirik Oliver malas melalui ujung matanya. Hei, tatapan macam apa itu yang dia buat! Sungguh menyebalkan! Si pemuda kemudian berkata, "Kurasa aku tidak perlu mengulanginya."

Orang ini...! Oliver bermaksud untuk menegur pemuda sombong di depannya itu, dia terlalu banyak tingkah untuk ukuran remaja berusia lima-enam belasan tahun, demi eksistensi Dialos yang mengganggu bak parasit! Namun, sayangnya pemuda pemilik surai ungu muda tersebut telah mendahului Oliver.

"Apa yang bocah sepertimu lakukan di tempat seperti ini? Langkah kakimu itu terdengar sangat berisik di telingaku, tahu."

Mata violet pemuda tersebut, walau hanya sebelah, menatap tajam ke arah Oliver. Oliver tidak akan pernah mau mengakui hal ini, tetapi bulu kuduknya berdiri seketika menerima pandangan tajam dari laki-laki di depannya.

Dan lagi, apa yang pemuda ini katakan? Seharusnya, Oliver yang bertanya seperti itu! Lalu, dia bilang langkah kakinya berisik? Orang macam apa yang dapat mendengar langkah kakinya dari kejauhan? Oliver sudah merasa dia cukup baik dalam memperkecil suara langkah kakinya tadi! Sebenarnya, siapa orang ini?!

The Wind Which Sings of FreedomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang