VI: To The Forest of Grainer

361 29 2
                                    

Kabut tipis yang menyelimuti langit jernih di kota Slait perlahan-lahan mulai terurai, bulir embun membasahi rerumputan dan siratan benang laba-laba. Matahari telah terbit menuangkan serbuk merah muda dan jingga di atas lapisan awan yang tipis. Burung-burung kecil berpadu suara menyanyikan lagu pagi hari, membuat hewan-hewan yang masih tertidur, terbangun karenanya.

Di sebuah penginapan sederhana bernama Avilia Caldarium yang terletak tidak jauh dari alun-alun kota Slait, dua orang anak kembar identik dengan warna rambut yang tidak biasa – merah muda persik – tengah memakan sarapan pagi mereka dengan tenang di lantai bawah penginapan.

Sarapan pagi mereka terdiri dari stew sayuran, udang kering, biskuit keju biru, dan dua gelas susu. Keduanya telah rapi mengenakan pakaian formal mereka yang biasanya, dibalut dengan jubah berwarna cokelat muda.

"Uuu... ini tidak enak! Kenapa aku harus makan ini...!" Alice mengulurkan lidahnya setelah berhasil menelan stew sayuran, kedua alisnya tertaut membentuk ekspresi yang aneh. "Aku mau makan daging..." Lanjut Alice lesu, yang membuat setetes peluh komikal muncul di pelipis Oliver (tunggu, tapi ini bukanlah komik fiksi).

"Sst, Alice...! Makanlah apa yang ada, mengerti? Sayuran itu sehat! Lagipula, kau tidak boleh makan daging terus-menerus, nanti perutmu jadi gendut!" Tegur Oliver sembari memelankan suaranya.

Lantai bawah Avilia Caldarium tidak begitu ramai pada pagi hari ini, dan jika terdengar oleh pemilik penginapan yang berada di belakang kasir, pasti akan jadi gawat!

"Ya, ya, terserah," Alice mengerucutkan bibirnya, kedua tangannya ia silangkan di depan dadanya. "Kau seperti ibu-ibu, Liv," meskipun Alice bilang begitu, ia tetap melahap stew sayurannya. Oliver tidak menjawab. Anak itu hanya tersenyum lelah, alisnya terangkat.

Beginilah jadinya kalau dia melarang Alice makan daging dan menyuruhnya makan sayuran. Kakaknya itu selalu jadi kekanakan! Terkadang, Oliver sendiri heran, sebenarnya siapa yang menyandang posisi sebagai kakak dan adik di antara mereka? Membuat bingung saja!

Oliver merasa lumayan lega bila melihat tidak begitu banyak orang ada di lantai bawah Avilia Caldarium saat ini. Syukurlah, orang-orang itu juga tidak memperhatikan mereka seperti halnya orang-orang yang ada di sini kemarin malam, jadi dia dan Alice dapat memakan sarapan mereka dengan tenang tanpa harus terburu-buru.

Sesi sarapan pagi Oliver dan Alice selesai dengan raut wajah sang kakak seakan mengatakan 'yuck', dan sang adik merasa cukup senang dengan makanannya pagi ini.

Setelah membayar sejumlah koin sin untuk sarapan mereka pada kasir sekaligus pemilik Avilia Caldarium, Oliver mengucap kecil kata 'terima kasih' dan hendak pergi bersama Alice, tetapi tidak sebelum Pak Kasir Pemilik Penginapan bertanya kepada mereka tiba-tiba, "Maaf, anak muda. Aku tidak bermaksud mencampuri urusan pribadimu, tapi... dari mana asalnya bunga yang tumbuh di kepala kalian itu?"

"Eh, um... kami juga kurang tahu tentang hal itu. Maaf, kami permisi. Terima kasih."

Oliver tidak tahu harus menjawab apa, karena itu ia hanya menjawab sekenanya, dan berlalu begitu saja dari Avilia Caldarium dengan Alice yang tidak begitu ambil pusing mengenai pertanyaan dari Pak Kasir Pemilik Penginapan. Pertanyaan itu membuat semacam perasaan tidak nyaman menggenang dalam perutnya.

Maksudku, yah, dirinya dan Alice saja sama sekali tidak mengetahui apa pun mengenai bunga aneh yang tumbuh di atas kepala mereka.

Kala anak kembar dengan surai merah muda tersebut menjejakkan kaki mereka dari Avilia Caldarium, semilir dingin angin dan udara pagi yang sejuk menyapa kehadiran mereka.

Jalanan berwarna beige yang teramat mirip dengan jalanan solid di ibu kota mengadakan kontak dengan alas kaki orang-orang, menghasilkan suara 'tap' dan 'klik' yang distingtif.

The Wind Which Sings of FreedomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang