IX: Strangers amidst Sea of Lies

147 21 14
                                    

"Apa ini? Jadi kau lebih suka yang seperti ini dibanding dengan gadis manis dari Lunaris itu, Vlad?"

Selang beberapa waktu yang cukup lama, tidak ada satu pun suara yang terdengar di dalam ruangan melainkan suara sunyi imajiner yang membunyikan siiing bagai musik latar belakang.

Satu detik. Dua detik. Tiga detik. Empat detik – dan masih tidak ada tanda-tanda satu dari mereka akan memulai pembicaraan pertama.

Pada akhirnya, anak lelaki pemilik surai merah persik angkat bicara, tidak tahan akan kesunyian yang terentang seakan hendak menelannya. Matanya menatap apa pun selain pemuda beriris violet di hadapannya.

Suara anak itu terdengar parau, "Maaf... aku – kami... kami harus segera pergi."

Menarik cepat pergelangan tangan anak perempuan dengan surai berwarna sama yang berada di sampingnya, dia melangkah keluar tergesa-gesa tanpa mengucapkan sepatah kata selamat tinggal. Vladimir tidak menghalangi mereka.

Jangankan sepatah selamat tinggal, mengangkat kepalanya untuk menatap sepasang iris violet di hadapannya pun anak itu tak sanggup, sungguh.

Mereka melewati Arthur dan berjalan tanpa sedikit pun menoleh ke belakang. Arthur mengamati kedua bocah asing tersebut lama sebelum dia melempar tatapan penuh tanya pada Vladimir.

"Jadi?" Tidak perlu dilabeli pun, orang awam dapat melihat aku-ingin-penjelasan yang direfleksikan oleh mata Arthur, "Selama aku pergi membeli bahan makanan tadi, apa yang terjadi di sini, Vlad?"

Sahabat Arthur – Vladimir, dia bergeming di tempatnya. Tangannya masih dia silangkan di depan dada, namun ekspresi tidak peduli yang tadi tertampang di wajah pemuda tersebut kini malah berganti dengan ekspresi kesal.

Kesal akibat kedua bocah tadi, atau kesal karena Arthur sendiri – tidak ada yang tahu. Arthur menebak bahwa sahabatnya itu kesal karena candaan bodoh yang dilontarkan oleh Arthur sebelumnya.

Arthur melangkah pelan mendekati Vladimir. Pemuda tersebut kemudian meletakkan kantung cokelat yang dia bawa di atas meja, dan duduk di salah satu kursi kayu.

"Baiklah, aku mau penjelasan."

Vladimir yang masih terduduk di tempatnya menggeram sebal, kedua matanya menatap Arthur tajam. Tentu saja, Arthur tidak terpengaruh sedikit pun dengan tatapan tajam yang dia terima dari sahabatnya itu – Arthur sudah terbiasa.

"Tak perlu kau bilang pun aku mengerti."

Arthur menopangkan dagunya pada telapak tangannya. Sembari melemparkan sebuah seringai kecil penuh arti pada Vladimir, dia mencoba menggoda Vladimir, "Oh? Kukira kau lebih suka sedikit bicara, Vlad."

Candaannya itu hanya mengundang respons berupa desis marah dari Vladimir atas apa yang Arthur katakan, "Kalau kau tidak menutup mulutmu sekarang juga, Schroeder – aku akan merusak wajahmu itu, sampai kau pun tidak akan mengenal siapa dirimu."

Setelah bertahun-tahun lamanya menulis lembar kehidupan dengan Vladimir yang muncul pada kebanyakan lembaran cerita, Arthur tidak lagi takut akan ancaman-ancaman yang seringkali dilontarkan oleh si lelaki bermata satu, tapi, sekarang – kenapa harus wajahnya? Ini baru!

"Apa?! Tunggu dulu – tapi, kenapa harus wajahku? Wajahku adalah aset berharga dan kau tahu itu, Vlad! Aku jadi populer di kalangan gadis-gadis kota karena wajah tampan ini!"

"Kau pikir aku peduli tentang hal itu? Sekarang diamlah, Schroeder. Atau," Vladimir menggantungkan kalimatnya hanya sampai di situ, dan itulah yang membuat kata-kata yang baru diucapkan olehnya terdengar sepuluh kali lebih menyeramkan dari Dialos-Dialos yang selama ini diburu oleh Arthur dalam setiap misinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 18, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Wind Which Sings of FreedomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang