VII: The Forest of Grainer

365 31 5
                                    

Oliver berjalan dengan santai sembari kedua maniknya mengarah pada pepohonan lebat yang berdiri kokoh di masing-masing sisi jalanan. Jalanan tampak cukup gelap karena pohon-pohon yang rimbun dan tinggi. Walau demikian, sang matahari pastilah bersinar cemerlang di baliknya, sebab setitik cahaya matahari berhasil menembus kawanan pohon melalui celah-celah yang terdapat di ranting pohon.

Dedaunan bergemeresik pelan menyambut sang angin yang datang membawa kabar gembira. Beberapa pohon yang berlumut bersinar cerah menghijau tepat di tepi batang seperti semacam halo, mendatangkan perasaan sejuk yang menenangkan.

Atmosfir sunyi dan tenang yang tercipta membuat anak bungsu Alistair mengantuk. Oliver menahan kuapan dengan telapak tangannya menutupi mulut. Dia masih berjalan santai, tidak begitu memikirkan Alice yang sudah terlampau jauh darinya. Oliver hendak menyusul Alice dengan mempercepat langkah kakinya, namun, dia mendengar suara Alice yang memanggilnya.

"Oliver! Cepat, cepat kemari!" Suara Alice terdengar jauh dan samar, tapi Oliver masih dapat mendengarnya dengan jelas lantaran tidak ada suara sama sekali di sekitar, melainkan suara desir daun dan tiupan angin. Tidak menjawab panggilan Alice, anak lelaki itu mempercepat langkahnya.

"Oliver! Oliver! Cepatlah!" Teriak Alice memanggil Oliver sekali lagi, dengan nada ketidak sabaran menyelimutinya.

Mendengar Alice yang memanggilnya tidak sabar, Oliver mulai berlari kecil menelusuri jalan, kebingungan menghiasi bingkai wajahnya. "Tunggu, Alice! Aku datang!"

Oliver tidak sengaja memperlambat langkahnya ketika jalanan solid berwarna beige yang ia tapaki berakhir tepat di depannya. Terdapat semacam batas berupa tanah yang sepenuhnya cokelat di ujung jalan.

Oliver berhenti. Di depannya, bukanlah jalanan lebar lagi, melainkan hamparan rumput. Rerumputan itu bukan rumput-rumput liar, tentu saja, karena betapa rapinya mereka terlihat, seolah-olah seperti telah disisir terlebih dahulu.

"O! Li! Veeer...!"

Ah, ya. Alice. Selama sepersekian detik, Oliver benar-benar lupa bahwa Alice dari tadi memanggilnya. "Se—Sebentar! Aku datang!" Dengan itu, Oliver kembali berlari. Tidak lama kemudian, anak Alchemist itu melihat saudari kembarnya dari kejauhan. "Ah!"

"Sini, Oliver!" Alice mengayunkan tangan kanannya pada Oliver, menunggu si adik untuk sampai di sampingnya. Karena jarak antara mereka tidaklah jauh, Oliver sampai dengan waktu yang relatif cepat, napasnya teratur sebab Oliver berlari sepelan-pelan yang ia bisa. Kau tahu, untuk menyimpan stamina.

"Lihat, Liv, lihat!" Jari kecil Alice menunjuk pada sebuah papan kecil bertuliskan 'Forstwal Grainer' dalam huruf kapital. Walau Alice memang tidak begitu lancar membaca, instingnya mengatakan bahwa papan itu pastilah papan Hutan Grainer!

"Oh." Baiklah, itu reaksi yang cukup bagus, Oliver Alistair.

Sejujurnya, Oliver memang tidak tahu harus bicara apa, jadi hanya 'oh' yang meluncur dari bibirnya. Meski Alice tidak terlalu ambil pusing, tetap saja gadis itu menggembungkan sebelah pipinya dengan kedua alis yang tertaut.

Oliver masih tetap berada di posisinya, sebelum dia memutuskan untuk mengamati papan petunjuk Hutan Grainer lebih dekat. Terdapat sebuah tulisan lagi di bawah 'Forstwal Grainer'. Tulisan itu cukup kecil, hingga Oliver harus menyipitkan kedua matanya untuk membaca lebih jelas: 'Vorsientia – Dialos'.

Vorsientia... uh. Peringatan? Oliver membaca teliti kata selanjutnya. 'Dialos'. Dialos...? Oh, ya, Dialos...

Perlu waktu lima detik untuk Oliver menyadari apa yang dibacanya barusan. Eh... EEEH?! Tu—Tunggu, apa? Dialos...?!

Anak itu mencoba untuk membaca sekali lagi peringatan yang tertulis di papan kayu tersebut, memastikan kalau-kalau matanya itu terpengaruh dengan kejadian dua hari yang lalu. Sayangnya, benar-benar tertulis 'Dialos' di sana. Matanya tidaklah salah.

The Wind Which Sings of FreedomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang