9

2.6K 258 6
                                    

Yoojung bersyukur Jungkook berada di rumah malam ini. Ia pikir selepas kejadian tadi siang, Jungkook akan bermalam di rumah Chaerin. Mereka memang tak saling berbicara sejak tadi. Namun Yoojung memasakkan berbagai makanan termasuk makanan kesukaan Jungkook.

Yoojung harus mengakhirinya malam ini.

Ketika ia tengan mencicipi soup rumput laut dengan celemek di tubuhnya, Jungkook keluar dari kamar lengkap dengan jasnya.

"Kau mau kemana?"

Karena sudah tak ada yang perlu disembunyikan lagi dari Yoojung, Jungkook menjawab dengan dingin. "Aku harus menemui Kwon Chaerin."

Yoojung mendesis jengkel. Semarah itukah Jungkook padanya karena ia mendorong Chaerin siang tadi? Nampaknya suaminya tersebut tidak lagi mempedulikan perasaannya.

Chaerin baru saja mengirim pesan pada Jungkook bahwa seluruh badannya terasa sakit. Gadis itu perlu pergi ke dokter segera.

"Makan malam lah dulu."

"Aku tak punya waktu."

Yoojung terkekeh jengkel. "Ah~ kau tak punya waktu bersama istrimu tapi terang-terangan memberikan waktumu pada jalang itu."

Jungkook membalikkan badannya dan menatap lurus ke arah Yoojung. "Dia bukan jalang Yoo. Aku akan menjelaskannya jika waktunya sudah tepat."

"Cih.. aku tak butuh penjelasanmu. Apa yang kulihat sejauh ini sudah menjelaskannya."

Jungkook menghela nafas panjang. " Kau tak tahu apa-apa, Yoo."

"Kau benar. Itu karena kau tak pernah memberitahuku."

Baiklah, Jungkook memang salah. Ia yang memang harus disalahkan. Bukan Chaerin yang harus disalahkan. Ia tak ingin banyak bicara lagi dengan Yoojung malam ini. Ia harus segera menemui Chaerin dan mengantarkan gadis itu ke dokter.

Lantas ia membalikkan badan dan berjalan menuju pintu keluar.

"Aku ingin bercerai."

Tiga kalimat pamungkas itulah yang berhasil menghentikan langkah Jungkook. Pria bermarga Jeon itu membalikkan badannya dan menatap istrinya yang tengah berdiri di samping meja dapur. Masih menggunakan celemek dengan noda minyak di sudutnya. Buku jarinya mengepal erat menunggu jawaban Jungkook.

"Jika kau melangkah keluar melewati pintu itu, hubungan kita berakhir, Jung." ancam Yoojung. Mati-matian ia menahan dirinya untuk tak berteriak menyakiti tenggorokannya. Tidak. Ia tak akan berteriak karena itu malah semakin merunyamkan segala hal.

"Duduklah. Akan kusiapkan makan malam untukmu. Kita harus bicara."

Jungkook masih terdiam menatap dua obsidian istrinya yang balas menatapnya tajam. Menuntut. Tidak ada satupun kata yang dapat ia ucapkan saat ini. Hatinya memaksanya untuk tetap tinggal disini bersama istrinya. Namun kakinya berkhianat, membalikkan badan dan melangkah hendak keluar rumah.

"Hubungan kita benar-benar akan berakhir, Jung, jika kau keluar malam ini. Berhenti disana!" Yoojung setengah berteriak. Kerongkongannya mendadak sakit, namun rasa sakit di hatinya melebihi apapun. Jungkook mengabaikan teriakannya. Pria itu dengan mantap memutar kenop pintu, keluar dari rumah.

Suasana rumah menjadi hening. Langkah kaki Jungkook telah memperjelas semuanya. Pria itu lebih memilih meninggalkan rumah daripada mendengarkannya. Apa yang lebih penting dari mendengarkan penjelasannya? Nyatanya pria itu bahkan tak menggubris ancamannya.

Mereka telah benar-benar berakhir sekarang. Tubuh Yoojung merosot terduduk di lantai. Bergetar dengan sudut mata yang mulai mengeluarkan cairan-cairan bening luka batin. Jungkook tak mempercayainya lagi. Apakah begitu sulit mendengarkannya?

Jungkook pasti telah benar-benar membencinya. Tak mungkin tidak, jika saja pria itu tak peduli dengan ancaman untuk bercerai darinya. Begitu Jungkook keluar melewati pintu tersebut, Yoojung telah mendapat jawabannya.

Jadi, Jungkook tidak peduli lagi jika mereka benar-benar berpisah. Bercerai.

Tak sekalipun seumur hidunya ia membenci lelaki itu. Tak sedikitpun ia pernah membencinya. Ia begitu mempercayai Jungkook melebihi ia mempercayai dirinya sendiri.

Namun langkah kaki pria itu telah merubah hatinya. Melukai kepercayaannya. Maka, untuk pertama kalinya dan selamanya, Yoojung berkata, "Aku membencimu, Jeon Jungkook."

Semua sudah berakhir dengan satu kalimat itu. Yoojung tak lagi mempercayai seorang Jeon Jungkook.

Mendadak perut Yoojung terasa sangat sakit. Air mata terus mengalir di pipinya. Ia membutuhkan seseorang. Maka, dengan langkah terseok akibat perut yang terasa amat sangat sakit, ia menelpon nomor yang terakhir kali ia hubungi. Itu adalah nomor Jimin. Siapapun itu ia tak peduli.

"Eoh, Yoojung-ya. Ada apa?"


"Jim.. agh.. tolong aku.. ah.."

"Kau tak apa? Kau dimana?"


"Aku di apartemen, Jim. Agh.. tolong aku.."

"Okey, aku akan tiba disana secepatnya. Bertahanlah, Yoo."





To be continued.

The Truth Untold ✔Where stories live. Discover now