Initiation

170K 8K 523
                                    

What is the magical thing in this world?

Love.

Ryan reflek melepas earbuds yang melekat di kedua telinganya, diiringi dengan umpatan yang keluar dari mulutnya. Apa sih yang gue dengerin ini? Ia membatin kesal. Seingatnya tadi ketika di mobil, ia menyetel podcast TedTalks. Sejak kapan TedTalks pakai dentingan piano galau berjamaah gini? Masih sambil mengoceh pelan, ia mengecek layar Spotify-nya. Benar saja, ternyata tanpa ia sadari podcast TedTalks kini berganti menjadi podcast lain dengan tema love story.

Holyshit.

"Yan."

Ryan mengangkat wajahnya dan mendapati salah seorang "calon Partner" kebanggaan GMG tersebut berjalan masuk ke ruangan. "Long time no see, bro." Ia menyapa pria yang kini duduk di hadapannya. Ucapan yang tadi bukan basa basi, tapi memang Ryan baru melihatnya lagi muncul di GMG Singapore—based mereka—setelah beberapa minggu, atau mungkin bulan, karena pria ini tengah sibuk menghandle salah satu project di New York.

"Have you seen my Whatsapp?"

Ryan berdecak pelan. "Udah lama nggak keliatan, eh giliran datang, yang lo omongin langsung kerjaan..." omelnya namun tetap membuka file yang dikirim kepadanya. "Issue?"

"As usual. Mastiin udah comply apa nggak dengan regulasi aja."

Ryan membaca file di layar PC nya selama beberapa saat dan tau-tau seulas senyum penuh arti muncul di wajahnya. Ia kembali menatap pria di hadapannya setelah selesai membaca. "So, they are going to do a retrocession? Any other better option?"

"Untuk sekarang, that is the best option. Menurut gue untuk jenis risiko kayak gitu, action plannya cukup transfer risk aja."

Ryan menanyakan beberapa hal lain sebelum akhirnya memastikan kalau dari sisi regulasi seharusnya nggak ada issue. Baru saja dia mau membuka mulut untuk mengganti topik ketika tau-tau pria di hadapannya justru kembali bertanya. Dan pertanyaannya membuat senyum Ryan menjadi semakin lebar.

"Gimana tender?"

"Tender yang mana?"

"Cycle dua."

Ryan menaikkan sebelah alisnya. "Lo nanya tender-nya, perusahaannya, atau VP perusahaannya?"

Bull's eye! Ryan tertawa geli melihat sahabatnya itu yang seketika speechless. Dasar si kambing. Apa-apa harus dipikirin penuh pertimbangan, udah kayak tukang jualan emas nimbang-nimbang mulu. "Ya udah sih, kalau masih cinta ya datang."

"Lo kira gampang?"

"Ya emang nggak, Bang—"

"Kenapa lo tiba-tiba manggil gue 'bang'?"

"Bangkai, bukan Abang," Ryan memasang ekspresi mencemooh—dengan pelafalan '-ai' yang sempurna—sementara pria di hadapannya kelihatan banget udah pengen nendang dia. "Kemungkinannya cuma dua, lo diterima lagi atau ya lo dicampakkan. Dan nggak ada yang tau kecuali Alya dan Tuhan. Mau lo rumusin dalam bentuk permodelan trajectory dan sebagainya pun dengan segala macam perhitungan statistik lo, nggak akan bisa dapat hasilnya. Jadi... ya lo tau lah apa yang harus lo lakuin. Kecuali kalau lo berniat single seumur hidup, soalnya entah kenapa gue yakin kalau she will be your first and last love..." Ryan menatap sahabatnya itu dengan serius. "Since you've brought this thing up, gue seketika kepikiran sesuatu. That retrocession. Weren't you doing the same since beginning?"

Radit mengerutkan keningnya sambal bersandar di kursi. "That one is different, bro. We're not talking about financial term in it. I never did a retrocession here."

Ryan lagi-lagi tersenyum kecil. Dia sebenarnya sudah menebak jawaban sahabatnya itu—and he actually also knew the truth. Tujuannya membahas cuma untuk memastikan kalau Radit sebenarnya udah sadar sepenuhnya tentang perasaan dia terhadap Alya. Bukan hanya sekedar sebagai pengalih perhatian.

Yeah I know about that, batin Ryan. Radit never talked about it, but it's easy to read the situation. Ditambah lagi dengan ucapan-ucapan Fanny yang bikin Ryan sedikit banyak akhirnya paham dengan masalah sahabatnya itu.

Kedua pria itu melanjutkan obrolan mereka dengan topik yang berpindah dari satu ke yang lainnya. Sampai akhirnya ketika Radit beranjak untuk meninggalkan ruangannya, ucapan dari Ryan menghentikan langkah pria itu.

"Sometimes you have to put down your men's pride, Dit. Sebelum lo nyesel belakangan."

Radit menatap Ryan dengan senyum miringnya. "Said someone who also keep his men's pride as high as mountain."

Ryan terkekeh. "That's why I know how hard to deal with that. But for Alya—in your case—I think it's worthy to do that."

"I'll think about it." Radit mengangguk. "How about you? Decided already?"

Ryan hanya melengos pelan. Sometimes it's easier to talk about someone's problem rather than his own.

"You know, Dit, I'm also as lost as you..."






* * *

See you on the 1st File (I'm not sure when, but it could take few weeks)

Have a good day. Love you all.

Requisition (PUBLISHED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang