1st File

104K 7K 785
                                    

(disclaimer : this one is short. consider it as opening :))

Arrayan Kastara Airlangga.

31 years old guy. A Singapore and Indonesia citizen. A Risk & Regulation Advisory—currently a Senior Executive Manager in one of top consulting firms. And now he's currently standing in front of elevator, waiting for it to open, so it can bring him to the ground floor in order to buy some espresso for himself.

"Sendiri, Yan?" Ryan yang tengah menunggu lift terbuka, mengangkat wajah dari layar handphone. Ekspresinya spontan berganti menjadi senyum ramah ketika melihat siapa yang menyapanya.

"Radit lagi di SG," jawab Ryan. "Mau kemana? Meeting?"

Fanny mengangguk. "Ada meeting di tempatnya Alya."

Ryan mengecek Breitling Colt Quartz di tangan kirinya yang menunjukkan pukul 10.30. "Until lunch?"

"I don't think so..." ucapan Fanny terpotong ketika pintu lift terbuka sementara mereka berdua memasuki lift yang kebetulan kosong tersebut. "Paling satu jam."

Ryan mengangguk-angguk lalu menatap ke arah Fanny melalui pantulan mereka di pintu lift yang berupa cermin. "Lunch with me?"

Kening Fanny reflek terangkat. "Suddenly?"

Ryan menunjukkan senyum simpulnya. "I don't think it's so sudden. Masih ada satu jam lebih buat lo berpikir untuk ngeiyain atau nolak."

Fanny menatap Ryan dengan pandangan terkejut, takjub, sekaligus menimbang-nimbang. Sampai akhirnya pintu lift terbuka di lantai dasar tower C Gedung WideNation. "Okay, let me think about it then." Ia akhirnya bersuara sebelum ia berbelok ke tower A sementara Ryan berniat menuju ke Starbucks.

Ryan mengangguk santai. Namun sebelum Fanny beranjak dari sana, panggilan dari pria itu membuatnya urung melangkah. "Plataran Hutan Kota, is it okay?"

Fanny lagi-lagi mengangkat keningnya tinggi-tinggi. "But I haven't give you any answer, Ryan."

"But you will... And I believe you will say yes."

Fanny terperangah selama beberapa detik sebelum akhirnya menggeleng-geleng. "You surely have a lot of confidence, aren't you, Arrayan?"

"See you at lobby, then." Bukannya menjawab, Ryan justru menampilkan senyumnya yang khas—senyum yang selalu diikuti dengan sebelah keningnya yang terangkat—sebelum akhirnya berjalan ke arah sebaliknya.

And it marked as his first move towards woman named Stephanie Leira Halim. Only two weeks after he started his project in this company.


"Fanny."

"Ryan." Ryan membalas uluran tangan wanita di sampingnya sambil tersenyum ramah.


Ryan masih ingat kejadian saat itu. First encounter, and that woman already got his whole attention. Cantik, sudah pasti itu menjadi poin pertama yang Ryan lihat. Tapi bukan sekedar cantik pada umumnya. She's totally gorgeous. Mengingatkan Ryan dengan cara Radit mendeskripsikan seseorang yang mereka temui di Bali Marathon kemarin. 'Tipe cantik yang mahal dan berkelas'. Meskipun kalau dibandingkan dengan Alya-nya Radit, Fanny punya tipe wajah yang berbeda di mata Ryan. For him, Fanny is more like... tipe cewek cantik turunan western—kelihatan jelas. Meanwhile untuk Alya sendiri lebih kelihatan jawa dan tionghoanya.

Actually, Ryan bukannya mau meng-compare keduanya. Ever since his first encounter with Alya, he never considered her as one of potential list. Bukan karena Ryan sok kecakepan atau justru merasa jelek, but he just feels like Alya is in Radit's league, not his. Dan untuk Ryan, nggak ada istilah rebutan cewek dengan sahabatnya sendiri. Lagipula, sekalipun Radit nggak kelihatan tertarik, Ryan sendiri mungkin udah mundur lebih dulu. Tipe-tipe cewek cantik tapi dingin kayak Alya itu never really went well with him, based on historical experience.

Requisition (PUBLISHED)Where stories live. Discover now