8th File

44K 5K 745
                                    

"Morning."

Ryan mengecup pipi Fanny sebelum ikut duduk di kursi samping wanita itu. "Morning," balasnya sambil menuang kopi hitam ke cangkirnya. "Bangun jam berapa?"

"Nggak lama sebelum lo. Gue sempat denger lo bangun persis sebelum gue ke bawah beli sarapan," jawab Fanny sambil menyodorkan sekotak plasticware berisikan bubur ayam ke arah Ryan.

"Thanks." Ryan membuka wadah plastik tersebut dan mulai mengaduknya. Oh cmon, let's not talk about tim bubur mana kalian—because for Ryan, it doesn't have any difference unless satunya diaduk pakai sekop satunya pakai sendok. Namun gerakannya terhenti ketika mendengar bunyi bel di apartment Fanny. Ia menoleh heran. "Tamu?"

"Alya kayaknya. Tadi ngomongnya mau mampir minjem laptop. Laptop dia lagi error trus kayaknya lagi standby kerjaan," jawab Fanny seraya hendak berdiri dari kursinya namun ditahan Ryan.

"Duduk aja. Biar gue yang buka."

Fanny urung berdiri dan membiarkan pria itu menuju ke pintu depan. Samar-samar ia mendengar keduanya saling bertukar sapa yang kemudian disusul dengan kemunculan Alya lebih dulu di ruang makan. "Morning, princess."

"Ganggu ya gue?" tanya Alya menahan senyum sembari duduk di hadapan Fanny dan Ryan—yang kini sudah kembali ke samping Fanny. "Gue nggak tau ada Ryan ternyata."

"Kalau lo datangnya udah pagi gini, nggak sih, Al..." celetuk Ryan iseng, sementara Fanny hanya menggeleng-geleng kecil. "Radit mana?"

"Lagi di Sentul. Nemenin papanya main golf."

"Nggak ikutan golf bareng calon mertua?" tanya Ryan lagi.

"Gue lebih milih kesini buat ngeliat langsung ada wujud lo di apartment Fanny pagi-pagi gini sih, Yan," ucap Alya dengan senyum khas ketika ucapannya bernada sarkas. "Eh malah jadi panjang. Gue tadinya cuma mau mampir pinjam laptop, lho."

"Wait, gue ambilin. Masih di mobil sih dari dua hari lalu. Gue ke parkiran bawah dulu, ya." Fanny berdiri dari kursinya dan menuju ke kamar untuk mengambil kunci mobiln. "Gue aja, Yan. Ntar lo dikira maling lagi kalau keliatan di CCTV buka-buka mobil gue," tambah Fanny ketika Ryan menawarkan diri untuk ke bawah.

"Lo ngeliatinnya kayak gitu bikin bubur gue jadi ikutan menciut saking takutnya," komentar Ryan ketika Alya hanya menatap tanpa suara ke arahnya setelah hanya mereka berdua di sana.

"Gue lagi nggak dalam mode galak lho ini, Yan." Alya tersenyum geli mendengar kalimat Ryan.

Ryan meringis. "It seems like you have something to talk with me."

Alya mengangkat keningnya dan menatap Ryan selama beberapa saat. "Nothing."

"Nothing?"

Alya menggeleng sambil menyandarkan punggungnya di kursi. "Gue nggak ikut campur urusan orang yang juga sudah berbaik hati selama ini nggak ikut campur dan tetap mendukung apapun urusan gue. And you must know Radit is also the same."

Ryan terdiam sesaat sebelum akhirnya tersenyum tipis. "Thank you, Al."

"Same here."

"Nikah gih sama Radit. Kapan?"

Alya reflek menyipitkan matanya ke arah Ryan yang membuat pria itu justru semakin terkekeh geli. "That's a serious wish, Al."

Alya hanya menggeleng-geleng kecil sembari menerima secangkir kopi yang baru saja dituangkan Ryan untuknya. "One question sebelum Stephanie balik, Al."

"Hm?"

"So it means you also know about 'her'?"

"I know." Alya menjawab tenang, tepat ketika suara pintu apartment berbunyi dan tidak lama kemudian sosok Fanny muncul kembali disana. "Thanks, darl." Ia menambahkan ketika menerima Surface dari Fanny. "Ntar gue balikin."

Requisition (PUBLISHED)Where stories live. Discover now