3rd File

51.8K 5.7K 677
                                    

Yudha. Naryudha Tigara Mahardika. Ryan menatap layar handphonenya yang menampilkan LinkedIn milik pria dengan nama tersebut. An associate in one of biggest law firm. Got his bachelor and master degree from Northwestern University. Itu menjawab bagaimana mereka berdua saling kenal satu sama lain. Meskipun bukan berasal dari kampus yang sama tapi mereka beberapa kali sempat bertemu ketika gathering PERMIAS. Yap, they graduated at the same year, that's why they noticed each other.

Noticed, ya. Kenal-kenal banget sih nggak. Ryan ingat bahwa mereka hanya sempat saling berkenalan, mengobrol basa basi sekali dua kali. That's it. Berbeda dengan Radit yang sepertinya lebih mengenal pria itu.

Don't be confused. Radit was also a member of PERMIAS back when he was pursuing his bachelor degree in Princeton University and that was when he met Yudha, whom also pursuing his bachelor degree in US at that time. Bedanya hanya Radit waktu itu udah Senior Year, meanwhile Yudha masih mahasiswa baru.

So, to put it simply, mereka berempat saling kenal di timeframe yang berbeda. Because the funny thing is although Ryan and Radit juga lulusan Amerika—meskipun dengan grade dan waktu yang berbeda—mereka justru tidak pernah bertemu di occassion PERMIAS yang sama sekalipun. Ketemunya ya pas interview GMG.

Ryan masih menatap layar LinkedIn tersebut sebelum akhirnya memilih "accept" karena Yudha ternyata lebih dulu mengirimkan request untuknya setelah pertemuan tanpa sengaja antara mereka kemarin di 1/15.

Oh ralat, Fanny dan Yudha sih sengaja, begitu pula dia dan Radit.

"Bro," Radit tau-tau muncul di pintu ruangan Ryan. "Kintan, yuk."

Ryan melirik Breitling Aviator di tangannya. "Sekarang?"

"Abis maghrib."

"Ya udah." Ryan mengangguk. "Udah maghrib lo?"

"Belum. Baru mau ini."

"Yuk bareng," Ryan berdiri sambil melepas jas dan jamnya sebelum berjalan keluar menyusul Radit. "Siapa aja Kintannya?"

"Berlima,"jawab Radit lalu menatap Ryan beberapa saat. "Yudha itu... lagi PDKT sama Fanny?"

Ryan mengangkat sebelah alisnya ketika mendengar topik yang tiba-tiba berganti. "Ada angin apa lo tiba-tiba bahas mereka?"

"Doesn't it mean you have to consider him as 'rival'?"

"Rival apaan?"

"Keliatan jelas kali lo dua-duanya punya intensi yang sama ke Stephanie."

Ryan menggulung lengan kemejanya ketika tiba di mushola sambil tersenyum santai. "Menurut lo yang punya chance lebih besar siapa?"

Radit ikut menggulung lengan kemejanya sambil menatap Ryan dengan kening berkerut. "Nggak tau. Lo kok kelihatannya tenang-tenang aja? Menurut gue dia bukan saingan yang gampang."

"Gue juga gak bilang gampang. But just so you know that I am also confident of what I have."

"Oh..." Radit akhirnya baru terlihat paham. "I almost forgot about my bestriend. Arrayan... and his super-high-level-of-self-confidence."



¤ ¤ ¤



Fanny baru saja membuka pintu apartment-nya, setelah semalaman menginap di apartment Alya, ketika tau-tau handphone-nya berbunyi dan menandakan sebuah chat masuk. Keningnya reflek terangkat ketika melihat siapa pengirim chat tersebut. Tumben, Fanny membatin dalam hati. Karena ini pertama kalinya pria itu menghubunginya bukan di hari kerja.



Requisition (PUBLISHED)Where stories live. Discover now