9th File

39.2K 4.8K 609
                                    

First of all :

Dear all readers of Requisition. Wherever you are, I sincerely hope and pray for all of us and all people around us to always be healthy, be safe, and dont forget to keep praying that this situation will be better and normal again.

* * *



Fanny membaca nama di layar handphone Ryan yang menampilkan foto undangan, namun kontras dengan ucapan Ryan sebelumnya, Fanny justru tidak merasa familier dengan nama kedua mempelai. Ia mengerutkan kening dan menatap pria di hadapannya. "No..."

"Orangtua kedua mempelai, Han."

Fanny kembali beralih menatap layar handphone dan membaca empat nama yang berada di paling bawah undangan tersebut. Fanny mengenali satu. Orang tua mempelai wanita. Kalau tidak salah ayah mempelai wanita tersebut adalah salah satu orang penting di politik. Tapi hubungannya apa dengan Ryan?

"Ada yang lo kenal salah satunya?" tanya Fanny hati-hati.

"I wish I don't," jawab Ryan getir. "Tapi faktanya adalah gue harus tetap kenal. The mother of the groom is actually the one who gave birth to me."

Fanny spontan membaca nama yang Ryan maksud sebelum pria itu melipat kembali layar handphone-nya. Kartika Mahalia Cahyadi Hikmawan. So, that's his mother's name, batin Fanny tanpa berniat menyuarakannya. Ia menatap Ryan yang kini kembali mengisap rokoknya dalam-dalam. Selama ini, ketika topik pembicaraan mereka menyinggung tentang fakta bahwa Ryan sudah berpisah dengan ibu kandungnya sejak kecil, Fanny jarang mendapati ekspresi atau mood pria itu berubah buruk. Biasanya ia tetap santai seakan-akan it's not a big deal anymore for his life. Justru baru kali ini Fanny melihat pria itu dalam kondisi mood yang tidak stabil. "When was the last time you met her?"

"I don't really remember. Been years, for sure."

Fanny menghela napas pelan. Sepertinya memang itu masalahnya. Talking about his biological mother is not a big deal for Ryan, but 'meeting her'... is probably a big one—atau seperti itulah asumsi Fanny saat ini. Ia menarik napas sebelum kembali berbicara, "Okay then, I'll accompany you, Yan." Ucapannya membuat Ryan menoleh. "But... you know... how—"

"I'm only asking you, Han." Ryan memotong ucapan Fanny sambil menatap wanita itu dalam-dalam. "Only you."

Fanny urung melanjutkan ucapannya tadi dan akhirnya mengangguk. "With one condition, Yan."

"What is it?"

"Gue kan udah janji mau nemenin lo, so..." Fanny meraih rokok yang terselip di bibir Ryan dan mematikannya di asbak. "I don't want a gloomy version of Arrayan anymore. Can I?"

Ryan mau tidak mau tersenyum mendengar permintaan Fanny. Untuk pertama kalinya malam itu, senyum pria itu akhirnya terlihat tulus dan tidak dipaksakan. "Your wish is my command, Your Majesty." Ia menarik Fanny mendekat dan merengkuh pundaknya. "Thank you."

"No need at all," Fanny mendongak sambil tersenyum yang juga dibalas oleh Ryan. "Btw, Yan..."

"Hm?"

"Laper..."

Ryan mengangkat keningnya dan spontan tertawa geli mendengar ucapan polos yang keluar dari bibir Fanny. Ia melepaskan rengkuhannya dan menyentil pelan kening wanita itu. "Sorry, sorry. Gara-gara gue tiba-tiba gloomy gini jadi lupa kita bahkan belum makan sejak pulang kantor tadi." Ia mengacak rambut Fanny, masih dengan tawa yang tidak lepas dari wajahnya. "Ya udah lo mandi, biar gue yang pesen makan."

Requisition (PUBLISHED)Where stories live. Discover now