j a n u a ri (02)

892 424 298
                                    

"Lebih memilih memendam perasaan karena takut terluka. Tetapi, justru memendamlah yang membuat luka."

-Zora Alterio




••••

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


"Jika tidak ada bahu untuk bersandar, masih ada telur dadar. Ingat! Hidup itu butuh sarapan bukan harapan," cibir Jira ketika melihat Zora nampak murung dengan muka masamnya.

"Sejak kapan lo dateng?"

"Sejak aku mencintainya," balasnya tertawa sejenak.

"Oh, lo udah jadian sama si nganu?" tanya Zora berniat menggoda.

Mata Jira terbelalak. "Apa?!"

"Biasa aja kali, kalo nggak jadian jangan ngegas." Zora hampir tertawa.

"Lo jangan ngalihin pembicaraan deh, Ra!" Lagi, Jira tersungut emosi, di sini pemeran yang mudah emosi Jira atau Zora, sih?

"Oke, gua orangnya kalem. Iyain aja," jawab Jira lalu segera menancapkan gas motor untuk segera menuju ke sekolah.

Sembari dalam perjalanan, Zora mengingat-ingat kejadian kemarin. Ia sadar bahwa mudah baper itu merusak segalanya. Harusnya dia tidak meladeni chat yang dikirim Alfan. Cukup meresahkan.

"Kak Alfan gimana? Lo diapain kemarin?" tanya Jira memulai obrolan. Maklum saja, sahabatnya satu ini bila tidak ada yang memulai pembicaraan, maka Zora tidak akan berbicara sama sekali. Meskipun itu mereka yang sudah saling mengenal sejak lama.

"Dia masih ada hubungan masa lalu," ungkapnya singkat sebagai jawaban.

"Kak Alfan itu kayaknya setia, Ra. Coba deketin dia," kekeh Jira.

"Udah punya bukti? Percaya amat lo sama ucapan orang. Lagian, kalo setia nggak mungkin banyak mantan."

"Iya sih ... tapi, itu juga menurut gue."

Tak terasa mereka telah sampai diparkiran sekolah yang sudah cukup ramai. Hari masih lumayan pagi untuk menuju ke kantin, namun mereka nekat karena mereka belum mengunyah sebutir nasi.

"Pagi-pagi udah jajan aja kalian," sindir Ivy salah satu sahabat Jira dan Zora.

"Ngomong aja kalian mau sarapan juga," putus Jira.

"Kenapa sih? Selalu aja bener," imbuh Xenia innalaili yang sering dipanggil Seni. Ingat! Innalaili bukan Innalilahi. Mereka berempat adalah anggota grub Per-ghibahan Tidak Mutu.

Mereka duduk diujung bagian kantin agar tidak ada yang mendengar bahwa mereka sedang mendiskusikan rapat penting. Yaitu, perghibahan tingkat dewa. Terkadang, mereka bukan hanya berghibah tetapi menceritakan kejadian yang dialami selama pulang sekolah.

Zora and Twin YearsWhere stories live. Discover now