m a r e t (03)

306 144 259
                                    

"Jangan pernah menjadi bego hanya untuk seseorang yang tidak bisa mengendalikan ego."

- Zora Alterio




Gurat wajah Zora tersenyum lebar. Bukan makna bahagia, tetapi menyimpan duka yang masih ia tahan sampai latihan basket itu usai.

Tidak ada percakapan antaranya dengan Jira sejak beberapa menit yang lalu, hingga persimpangan jalan memisahkan mereka.

Mata itu perih menahan bulir yang akan jatuh beberapa detik lagi. Hatinya bagai tertusuk seribu jarum melihat tingkah Alfan hari ini.

Zora mengepalkan kedua tangannya sebab sadar bahwa kegalauannya itu semakin menyiksanya.

"Ngapain, sih! Cukup, Zora. Dia nggak mikirin lo masa lo mau mikirin dia," gumamnya kesal.

"Bodo amat ah!"

Ia tetap harus bersikap tidak peduli, namun nihil. Otaknya kini telah dikuasai oleh Alfan sepenuhnya.

Di belakang gadis itu ada seseorang yang mengikutinya. Seseorang itu ingin memberi tahu penyebab Alfan malah bertemu dengan Syifa dan tidak menjemput Zora.

Cowok itu menautkan kedua alisnya. Manik matanya mencari-cari keberadaan Zora yang semula di depannya kini sudah tidak ada dalam satu pejaman mata.

Zidan menoleh ke sana kemari mencari keberadaan gadis itu. Tetapi, ia tidak melihat sebatang hidung pun.

"Ngapain, Kak?" tanya Zora tiba-tiba. Gadis itu berganti berjalan di belakang Zidan.

Zidan terkejut, nampak bingung dan sontak menjawab. "Hah?"

Zora menatapnya malas lalu mendahului Zidan yang masih bertengger di sepeda onthelnya. Dan disitulah Zidan seketika lupa tujuannya mengikuti gadis itu.

"Dia tadi ngikutin gua, ya? Tapi ... ngga boleh pd," monolog Zora.

Zora mempercepat langkah kakinya serta sesekali menoleh ke belakang sebab takut ada kakak kelas yang mengikutinya lagi.

"Eh, tadi dia liat ngga, ya? Gua beli pembalut di warung tadi, moga aja nggak ada yang liat," ujar Zora pelan.

Ia panik lantaran terus mengingat pertemuan yang tak disengaja itu dengan Zidan. Setahunya, Zidan itu cowok yang sulit ditebak dan tidak mudah berbaur pada sembarang orang. Dan ia tahu, rumah cowok itu seharusnya searah dengan rumah Jira.

"Kenapa super duper panas, sih!" Zora mendumel sembari menghentakkan kakinya kesal.

Tanpa aba-aba, air mata gadis itu terjatuh karena perasaannya yang bercampur aduk. Ia kesal dengan orang rumah karena tidak ada yang menjemput serta cuaca yang sangat menyengat membuatnya tidak bisa bersikap tenang.

"Ya Allah ... moga nggak ada apa-apa di jalan," ucapnya sembari menahan isak.

Langkah kakinya mulai melemah. Lututnya sangat sakit bila dipaksa untuk berjalan. Ia membungkuk memegangi lutut guna menopang tubuh. Peluhnya penuh keringat serta tenggorokannya benar-benar terasa kering.

Zora meneguk ludahnya. "Uang saku udah abis," ucapnya memelas.

"Oke, Zora. Nggapapa, semangat!"

Gadis itu berjalan sembari menghentakkan kakinya kuat dan menggertakkan gigi untuk menyemangati dirinya sendiri. Selang beberapa langkah, ia terhenti. Ia melihat Abi sedang menuntun sepedanya.

Zora and Twin YearsWhere stories live. Discover now