f e b r u a r i (04)

449 254 186
                                    

"Aku cukup berani mencintaimu. Satu hal yang pahit adalah; aku tak cukup mampu memilikimu."

- Abidzhar ➜ Zora
- Zora ➜ Revin




Setelah berjam-jam duduk dibangku yang tak lama lagi akan rapuh itu akhirnya mereka semua keluar dengan raut wajah amat gembira. Keadaan baju mereka penuh sisa makanan, dasi yang tak beraturan serta tangan yang tangan yang banyak coretan pena dan Tipe‐X itu tak sebersih persiapan mereka saat pagi.

Panas terik menusuk kulit mereka, tidak sedikit siswa merengek karenanya. Haus, tak sedikit juga yang mampir ke kantin favorit mereka masing-masing. Serta suara deru berbagai sarana kendaraan mulai berdatangan.

Hari ini, Zora dan Jira latihan basket. Kelas mereka hari ini pulang sedikit lebih lambat dari biasanya. Mengingat sejak pagi kelas mereka sangat riuh seperti pasar senen.

"Akhirnya pulang juga," ujar Jira menggandeng tangan Zora sembari ke luar kelas.

"Aduh!" Zora nyaris tersungkur sebab Bintang mendahuluinya. Tubuh pendek miliknya sangat mudah tersenggol oleh Bintang yang berbadan sedikit besar nan tinggi.

"Wei! Wei! Hati-hati kali," teriak Jira tak suka.

"Eh, sorry-sorry." Bintang meminta maaf.

Dari nada bicaranya saja seperti menyimpan dendam pada Zora. Zora rasa, selama ini tidak berbicara di belakang Bintang, atau mempunyai kesalahan sedikitpun. Lantas, mengapa Bintang berlagak seperti itu?

Jira bertanya. "Nggakpapa, Ra?" Zora mengangguk. Mereka melanjutkan perjalanan menuju Lapangan Basket dan ruang ganti yang sedikit jauh dari kelas mereka. Karena SMP ini memang terkenal luas, dan tergolong SMP favorit.

"Tatapannya Bintang sama gua kok beda, ya, Jir?" tanya Zora heran.

"Beda tuh beda gimana maksudnya?"

"Dia agak sinis ke gua akhir-akhir ini." Zora menjelaskan dengan malas.

"Sinis gimana? Biasa aja menurut gue sih."

"Beda, Jir! Susah jelasinnya."

"Nggak, ya. Perasaan lo doang."

"Gua yang ngerasa kenapa lo yang menghakimi?" Zora kesal, tanpa sadar ia sejak tadi membentak Jira dan sinis kepadanya. Ah ... maaf sekali.

"Hehe ... maksudnya, bedanya beda gimana?" tanya Jira sekali lagi.

"Ya, Beda!"

"Sedikit mlerok," sambung Zora.

(Mlerok : melotot—dalam bahasa jawa)

"Oallah ...."

"Biarin aja, Ra. Nanti kalo copot biar tau rasa," timpal Jira sembari mengeluarkan kaos basket kebanggaannya. Lalu, mereka masuk ke kamar mandi dan mengganti baju bersama. Mereka tidak malu sekalipun. Dan ... tak harus malu pada sahabat'kan?

Tak menunggu lama, mereka keluar dengan keadaan memakai kaos basket berwarna Biru tua dan celana pendek serta sepatu hitam. "Lo udah gue ceritain sesuatu belum?"

Zora menggeleng. "Apa?"

"Aduh ... degdegan gue!" Jira tiba-tiba seperti orang terkena virus cinta.

"Gak jadi deng. Gue maluuu."

Benar-benar Jira kurang ajar. Zora hari ini mengalami mood tidak baik, ditambah lagi dengan Jira yang nampak sangat aneh.

"Cerita cepet. Salah sendiri udah kasih tau gua katanya mau cerita," protes Zora.

Zora and Twin YearsWhere stories live. Discover now