Ten

623 24 1
                                    

Dor!

"BRIPKA DEVANDA!!!"

Tim dua yang melihat itu langsung membawa devanda keluar. Sedangkan tim satu berusaha untuk menghubungi ambulance.

Devanda terkena tembakan pada pundak sebelah kanannya.

Devanda mengeluarkan darah yang cukup banyak hingga mengubah warna baju dinasnya menjadi kemerahan.

"Kirimkan ambulance kesini! Cepat!"

Maria langsung menghampiri devanda yang berada di pangkuan Doni. Dia mengelus Surai devanda yang sudah tidak tertutupi baret.

Devanda tersenyum tipis, senyuman yang tampak sangat menyedihkan. Matanya hampir saja terpejam, namun Doni menampar pipi devanda.
Maria menangis sejadinya, melihat anaknya terkulai lemas dengan darah yang terus menerus menetes. Apalagi saat melihat anaknya tampak melemparkan senyuman yang menyedihkan.

Saat ambulance datang devanda langsung dilarikan ke rumah sakit.

Jati yang mendapat telfon bahwa devanda dilarikan ke rumah sakit langsung memberi tahu pada Nina dan Robbin.

Nina yang mendengar kabar ini langsung menangis sejadinya dan meminta agar dia dibawa ke rumah sakit dimana devanda dilarikan.

Dengan cepat, jati, Nina, dan Robbin langsung berangkat menuju rumah sakit tempat devanda dilarikan.

Sesampainya di rumah sakit, mereka langsung mencari ruangan tempat devanda dirawat.

Mereka melihat ada Maria dan devano di ruang tunggu.

"Siapa ya?" Tanya Maria begitu melihat Nina, Robbin, dan jati.

"Saya teman devanda Tante, ini orang tua saya." Jawab jati. Nina langsung menyalami Maria dan devano.

"Kalau begitu, apa saya boleh titip devanda?" Jati mengangguk sambil tersenyum tipis. Setelah itu Maria dan devano langsung meninggalkan mereka bertiga di ruang tunggu.

Setelah menunggu selama 7 menit akhirnya dokter keluar dari ruang operasi.

"Ini keluarga dari pasien?" Tanya dokter. Nina mengangguk untuk menjawab pertanyaan dari dokter.

"Pasien tidak apa-apa, namun peluru nya masuk. Untungnya kami sudah mengeluarkan peluru dari tubuh pasien, jadi kita tinggal menunggu pasien hingga sadar kalau begitu saya pergi dulu. Oh ya pasien sudah boleh dijenguk." Ucap dokter tersebut lalu pergi meninggalkan jati, Nina, dan Robbin.

Nina, Robbin, dan jati yang mendengar itu langsung masuk ke dalam ruangan devanda.

Devanda tampak tertidur pulas dengan luka bekas operasi di pundak kanannya.

Nina menghampiri ranjang devanda lalu duduk di kursi samping ranjang devanda. Tangannya bergerak untuk mengelus pipi devanda dengan lembut. Wajah devanda terlihat sangat pucat dan bibirnya juga tampak sangat kering.

Nina menghapus air matanya, ia kembali melihat ke arah devanda dan mendapati mata gadis itu mengeluarkan air mata.

Nina beranjak dari tempat duduknya lalu menghampiri jati yang duduk di sofa bersama Robbin.

"Kamu jaga devanda dulu ya, mama tidur di rumah, nanti mama kesini lagi." Jati hanya mengangguk mengerti lalu mengantar Nina dan Robbin hingga sampai di depan ruangan devanda.

Setelah mengantar Nina dan Robbin, jati kembali masuk ke dalam ruangan devanda lalu duduk di kursi yang berada di samping ranjang devanda.

Jati menggenggam tangan devanda erat, dia terus menatap wajah devanda yang pucat itu. Melihat devanda yang terbaring lemas di ranjang rumah sakit itu sangat menyakitkan bagi jati.

Mengingat bagaimana devanda tersenyum dan tampak ceria itu salah satu kebahagiaan tersendiri bagi jati, tapi sekarang dia malah melihat seseorang yang selalu bahagia dan ceria itu tengah terbaring lemas di ranjang rumah sakit dengan luka bekas operasi di pundak kanannya.

Hingga tak sadar, jati meneteskan air matanya. Tangannya terus menggenggam tangan devanda yang lemas dan pucat itu.

Setelah 2 menit menangis, jati tertidur dengan pulas. Tangannya masih memegang tangan devanda dengan erat.

"Hhnggh...."

Devanda sedikit melenguh karena merasa kesakitan dengan luka di pundak kanannya.

Dia menengok dan mendapati jati tengah tertidur pulas dengan tangan yang menggenggam tangannya.

Devanda tersenyum dibalik alat bantu pernafasannya itu. Jati nampak sangat lucu ketika tertidur seperti ini.

Tanpa sadar tangan devanda bergerak untuk mengelus pipi jati dengan lembut. Devanda terus tersenyum melihat wajah jati.

Ternyata usapan devanda sedikit mengganggu tidur jati. Dia membuka matanya dan melihat devanda tengah tersenyum sembari mengelus pipi kanannya.

"Udah bangun? Aku panggil dokter dulu." Devanda langsung menahan tangan jati dan menggelengkan kepalanya tanda bahwa dia tidak perlu dokter.

"Gue gapapa kok." Jati mengangguk lalu kembali ke duduk disamping devanda.

"Mama sama papa mana?" Tanya devanda pada jati. Jati tersenyum. "Mama sama papa bakal kesini nanti." Jawabnya.

Devanda hanya menganggukkan kepalanya. Dia ingin berpindah posisi menjadi duduk jadi jati membantu devanda untuk duduk.

"Em... Em.. lu mau makan? Gua beliin bubur dulu ya, tunggu sini bentar." Devanda hanya mengangguk lalu mengambil gelas yang ada disampingnya dan meminumnya.

Setelah menunggu selama 2 menit akhirnya jati datang bersama dengan bubur di tangannya.

"Nih makan." Ucap jati sembari memberikan bubur pada devanda.

"Heh kancut buaya, gimana caranya gua makan buburnya tolol. Pundak gua masih sakit, gorengan Amerika." Jati hanya cengengesan sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

'peka juga dia..'

"Ya udah gua suapin nih." Ucap jati lalu membuka bubur yang tadi dia beli lalu menyuapkan bubur itu pada devanda.

Selesai makan jati membuang bungkus bubur lalu kembali masuk ke dalam ruangan devanda.

"Udah berapa kali kena tembak?" Tanyanya setelah mendudukkan dirinya di kursi samping devanda.

"Mungkin udah enam kali, pelurunya masuk terus." Jati langsung membelalakkan matanya mendengar ucapan devanda yang tampak santai. Bayangkan saja enam kali tertembak dan pelurunya selalu masuk tapi devanda tetap santai aja.

"Eum.... Eum... Gua mau ngomong sesuatu sama elu." Ucap jati pada devanda yang masih mengunyah sisa bubur di mulutnya.

"Mau ngomong apaan?" Tanya devanda. Dia masih fokus untuk mengunyah sisa bubur di mulutnya.


"Gue suka sama lu, lu mau jadi pacar gue?"

"HAH?!!!"




Ntar mintain PJ ke devanda ye gaess btw selamat buka puasa yaa





Let Me Love YouWhere stories live. Discover now