Part Tiga Belas

3.1K 634 99
                                    

Happy 18k pembaca guyss 😌 makasih yaa kalian udah ikutin terus crta ini<3333

Selamat membaca, bagian" menuju ending:v hehehe

Tenang aja, konfliknya gk berat kok:v

Oke langsung aja, jangan lupa Vote dan komen di setiap paragraf yang yang menurut kalian menarik🖤

___

William termenung sesaat, Sebelum helaan napas berat kembali terhembus. Ia bersedekap dada, menatap tajam ke depan--tepatnya ke arah rombongan Raja Arthur Estemoral yang perlahan keluar dari kawasan istananya.

Iris hitam legam itu sekilas berkilat kuning kemerahan seperti api, di ikuti seringai misterius yang terbit di bibirnya.

"Semuanya di mulai," gumam William, ia mengingat kembali pembahasannya dengan Arthur tadi.

"Bodoh," umpatnya kemudian mendengus kasar. "Pria yang bodoh!"

"Dia pikir, ancamannya bisa menghentikan ku." William terkekeh kejam, menatap gerbang istananya yang sudah tertutup kembali.

Pikirannya berkelana saat mengingat pembicaraannya bersama Arthur, apalagi ancaman Arthur yang hanya di anggap angin lalu oleh William.

"Jangan pikir aku tidak tahu apa tujuanmu, William! Sebaiknya akhiri hubungan mu dengan adikku segera, atau aku sendiri yang akan turun tangan!" Arthur menyorot penuh dendam pada William yang hanya terlihat santai.

"Jika aku tidak mau?" William mengangkat sebelah alisnya dan terkekeh kecil.

Arthur tersulut emosi. Ia mengepalkan tangannya dan siap di hantamkan di wajah musuh sialannya itu.

"Kau tahu sendiri bagaimana sifatku, William. Dan jika itu keputusan mu, maka aku sendiri yang akan turun tangan." Arthur menarik napas panjang sebelum menghembuskannya--berusaha untuk mengatur emosi. "Kau tidak akan bisa bersatu dengan Eveline. Sekuat apapun perjuanganmu, kau tak akan bisa memilikinya," lanjut Arthur.

William hanya mengedikkan bahunya. "Surai cokelat keemasan dan juga iris biru langit. Gadis yang terlahir saat matahari terbit. Besar di Kerajaan musuh dan ...." William menyeringai dan menatap Arthur remeh. Hal itu membuat emosi Arthur kembali tersulut. "... Eveline milikku, Arthur. Jangan lupakan isi dari ramalan itu," lanjut William.

Brak!

Arthur memukul meja di hadapannya hingga terbelah dua. Waw! Padahal meja itu terbuat dari kayu yang sangat keras dan tebal. Memang kekuatan seorang raja Estemoral tak bisa di ragukan.

"Aku tidak mempedulikan isi ramalan itu, sialan! Eveline adalah adikku, dan kau tidak bisa merebutnya!"

Fyuhh....

William menghembuskan napas pelan saat kembali tersadar dari lamunannya. Kemudian pria itu berbalik badan dan masuk kembali ke bangunan istananya.

Ia perlu istirahat. Karena banyak hal yang harus ia lakukan kedepannya.

Yang menyangkut hidupnya, hidup Eveline dan juga perasaan keluarganya.

***

Li berjalan mondar-mandir di ruang kerjanya dengan perasaan tidak tenang. Banyak sekali sesuatu yang berkecamuk di pikirannya.

"Sialan!" umpat Li, yang kini berhenti melangkah dan menghela napas gusar. "Ini tidak bisa di biarkan. Aku harus menemui adiknya," lanjut Li, mengangguk mantap seolah membenarkan pikirannya.

Kemudian ia bergegas keluar dari ruangannya dan mencari keberadaan Alin-sang adik.

Di kamarnya tidak ada. Area latihan pun tak ada. Hal itu membuat decakan kesal terdengar.

PRINCESS EVELINE: The Choice [Tamat]Where stories live. Discover now