8 - Gagal ketemu

19 1 0
                                    

Happy reading ....🤗

Sepulang sekolah Arista tidak langsung pulang, ia mengantar Davita yang sedang ada urusan. Kebetulan arahnya melewati rumah Ragna membuat gadis itu bisa sekalian untuk melihat kakak kelas idamannya.

Davita mengerti kemauan Arista. Gadis itu melambatkan mesin motornya ketika sedang berada di depan rumah Ragna karena memang rumahnya yang berada di pinggir jalan. Akan tetapi, sayang laki-laki itu tidak ada di luar mungkin sedang di dalam rumahnya.

Arista menghela napasnya. Ini baru berangkat, ia berharap semoga nanti sepulang dari urusan Davita Ragna akan ada agar dia bisa melihatnya.

Adzan maghrib telah berkemundang, Arista dan Davita sedang di perjalanan untuk pulang. Keberuntungan seperti sedang berpihak kepadanya karena ternyata Ragna baru saja keluar rumah, terlihat laki-laki itu akan melaksanakan salat di masjid depan rumahnya.

"Ganteng banget calon imam gue," gumam Arista pelan ketika melihat Ragna yang sedang memakai sendal.

Davita melambatkan mesin motornya saat tepat di depan rumah Ragna. Benar saja, ketika laki-laki itu membalikan tubuhnya mereka saling menatap. Ragna tersenyum tipis membuat napas Arista berhenti untuk beberapa detik.

Ragna terlihat tampan sekali dengan memakai baju koko putih, sarung warna hitam dan peci yang terpasang di kepalanya.

"Astaga. Kenapa Kak Ragna ganteng banget." Davita menghentikan motornya di pinggir jalan berjarak beberapa meter dari rumah Ragna.

Arista mengernyit bingung. Mengapa tiba-tiba berhenti di sini? Bukan kah mereka harus segera pulang karena nanti akan kemalaman.

"Lo gak mau ikut salat di masjid itu? Biar bisa bareng Kak Ragna gitu," usul Davita sambil melirik ke arah Ragna yang sudah benar-benar masuk ke masjid.

Sebenarnya Arista juga ingin karena ia juga suka membayangkan jika nanti salat berjamaah dengan imamnya adalah Ragna. Namun, sekarang dia tidak bisa karena sedang datang bulan.

Tiba-tiba datang seorang laki-laki yang ternyata adalah Dipta. Selain sahabat mereka juga bertetangga, rumahnya berdeketan.

"Belum pulang? Kenapa maghrib-maghrib gini masih di luar?" tanya Dipta karena terlihat kedua gadis ini masih memakai seragam yang lengkap. 

Zalika sedikit gugup karena takut predikat cewek baik dimata Dipta nantinya akan hilang. "I—iya. Tadi abis ada urusan dulu."

Dipta mengangguk kemudian menyuruh kedua gadis ini untuk segera pulang, tetapi sebelum itu ia menanyakan kepada mereka sudah salat atau belum.

Keduanya menggeleng karena belum sempat dan ini pun masih dalam perjalanan. Dipta segera mengajak keduanya untuk sekalian salat berjamaah di masjid ini. Davita mengiyakan, sedangkan Arista disuruh untuk menunggu di rumah Dipta karena memang sedang datang bulan.

Arista tidak sedikit pun mengalihkan pandangannya ke arah masjid yang di dalamnya ada Ragna yang sedang salat, hatinya menghangat. Laki-laki itu memang berbeda dari laki-laki yang sebelumnya ia temui. Sejauh ini Ragna adalah laki-laki terbaik.

Kurang lebih menunggu selama lima belas menit akhirnya Davita dan Dipta datang.

Davita langsung mengajak Arista untuk segera pulang karena ini memang sudah sangat terlambat. Akan tetapi, gadis itu menolak dia ingin bertemu Ragna dan mengobrol sebentar dengan laki-laki itu terlebih dahulu. 

Davita mengangguk kemudian meminta tolong kepada Dipta untuk memanggilkan laki-laki itu ke sini sebentar saja.

Arista merasa jantungnya berdetak kencang ketika melihat Dipta yang sudah berjalan menuju rumah Ragna. Ia tidak tahu kenapa rasanya gugup dan takut sekali.

Kurang lebih sepuluh menit menunggu akhirnya Dipta kembali, tetapi laki-laki itu sendiri tidak dengan Ragna.

"Kak Ragna nya mana?" tanya Davita.

Dipta menghela napasnya. "Katanya dia gak bisa keluar dan nyamperin lo, Ris. Soalnya dia mau ngaji. Maaf, ya?"

Terlihat raut wajah Arista yang berubah kecewa dan sedikit merasakan sakit, tetapi tidak mengapa karena laki-laki itu sedang melakukan hal baik. Seharusnya dia malu mengajak Ragna bertemu dimalam hari seperti ini. Ini tidak mencerminkan seorang perempuan baik.

"Gapapa, kok, Kak. Pilihan Kak Ragna untuk ngaji emang lebih baik dari pada ketemu sama aku," balas Arista sambil memaksakan senyumannya.

Davita akhirnya pamit untuk pulang. Mamanya sudah menelpon gadis itu sejak tadi dan menyuruhnya untuk segera pulang.

***

Arista menatap langit yang malam ini dihiasi banyak sekali bintang. Rasanya ia ingin sekali mengambil salah satu bintang yang sangat indah itu, tetapi rasanya itu tidak mungkin.

Sama seperti menggapai bintang yang tidak mungkin. Begitu pun merasakan rasanya menjadi perempuan dari seorang Ragna. Laki-laki alim yang tidak mau pacaran, salat lima waktu selalu ke masjid, bersuara merdu. Rasanya Arista tidak pantas untuk Ragna yang hampir sempurna. Dia hanya perempuan yang ilmu agamanya masih awam, salat pun kadang terlewat.

"Meskipun sekarang perasaan Kak Ragna belum pasti ke aku kayak gimana? Aku tetep yakin kalau suatu saat nanti Kak Ragna bakal memiliki perasaan yang sama." Arista mengucapkan itu dengan menatap lekat bintang yang paling bersinar diantara bintang lainnya.

Arista tersenyum, bintang tersebut langsung berkedip setelah ia mengucapkan itu.

Udara dingin semakin dirasakan oleh Arista karena dirinya sedang ada di depan teras rumahnya. Ia pun berjalan masuk karena tidak mau nantinya sakit.

"Cie ... yang nangis karena cowok yang disukanya bonceng cewek lain," ledek seseorang tanpa melirik ke arah Arista.

Arista segera melihat ke arah sumber suara. Seseorang itu terlihat santai sekali duduk di sofa sambil menonton tv dengan snack di tangannya.

Gadis berpipi chubby itu langsung mendekat dan menjewernya membuat orang itu meringis kesakitan.

Dinda yang sedang di kamarnya seketika langsung ke luar karena mendengar kegaduhan di ruang tengah.

"Ada apa ini?" tanya Dinda menghampiri Arista.

"Arista. Kenapa kamu jewer Argi kayak gitu? Lepasin! Nanti kalau telinganya putus gimana?" lanjut Dinda.

Arista kemudian menuruti perintah ibunya, terlihat telinga Argi merah sekali karena jeweran gadis itu yang begitu kuat.

Argi adalah adik dari Arista yang masih kelas enam SD, adik laki-lakinya ini memang sangat menyebalkan. Sudah dipastikan jika anak itu menguping pembicaraannya waktu ia curhat dan jujur kepada Dinda.

"Argi nyebelin, Bu. Dia ngeledek aku yang nangis karena Kak Ragna yang bonceng cewek." Arista mengadu berharap jika Dinda akan membela dirinya.

"Itu kenyataan. Kamu kan emang nangis gara-gara si Ragna-Ragna itu," balas Dinda membenarkan.

Argi yang mendengar jika dirinya dibela oleh Dinda langsung menjulurkan lidahnya, kembali meledek kakak perempuannya ini.

Arista menggeram kesal. Ibu dan adiknya sama saja, harapan Dinda akan membela dirinya di depan Argi ternyata tidak sesuai kenyataan.

Gadis berambut panjang itu segera pergi ke kamar meninggalkan Dinda dan Argi yang bingung melihat tingkah Arista.

Hallo, semuanya🥰

Gimana sama part ini? Suka ngga?

Btw, kalian punya adik yang kayak Argi gak sih? Nyebelin banget. Rasanya pengen masukin ke got aja kalo udah ngeledek gitu wkwk.

Makasih buat yang udah mau baca cerita kedua ku ini.

Jangan lupa vote and coment guys:*
Thank and see you next part....

❤️❤️❤️❤️❤️

Tentang Kamu dan RasaWhere stories live. Discover now