10 - Lupa kalau pernah terluka

34 1 0
                                    

Happy reading ....🤗

"Kak Vereka. Ini ada titipan surat dari Kak Ragna, hari ini dia gak bisa masuk karena katanya lagi sakit," ucap seorang perempuan kemudian memberikan amplop putih yang berisi surat itu kepada Vereka.

Arista yang baru saja ke luar dari kamar mandi seketika terkejut mendengar itu. Ragna sedang sakit? Sakit apa? Apa karena gara-gara main kemarin? Ah ... itu tidak mungkin.

Tidak ingin terus merasa penasaran, akhirnya Arista menghampiri Vereka setelah perempuan tadi pergi.

"Kak Ragna sakit apa, Kak?" tanya Arista dengan nada sedikit khawatir.

Vereka tersenyum. Gadis itu tahu perasaan Arista seperti apa sekarang, ia senang jika temannya memiliki kekasih yang sangat perhatian seperti adik kelasnya ini.

"Aku gak tau, Ris. Ragna emang suka tiba-tiba gini," jawab Vereka seadanya.

Arista menghela napasnya panjang, kemudian pamit untuk pergi ke kelasnya karena bel masuk sudah berbunyi.

Selama pelajaran berlangsung Arista tidak fokus pada materi yang diberikan oleh guru. Pikiran gadis itu hanya dipenuhi dengan keadaan Ragna yang seperti apa sekarang. Apa laki-laki itu sakit parah? Dia tidak munafik jika sebenarnya ia sangat khawatir sekali dengan keadaan laki-laki yang sangat dicintainya.

Zalika yang duduk di samping Arista segera menyenggol bahunya karena sedari tadi gadis itu hanya melamun dengan tatapan kosong. Ia takut jika temannya itu akan kerasukan setan kelas ini.

Arista yang merasa terganggu, kemudian menoleh kepada Zalika dan menaikan satu alisnya seolah bertanya ada apa?

Zalika kemudian memberi kode untuk Arista fokus pada mata pelajaran karena guru kali ini sangat killer dan tidak akan segan menghukum siapa pun yang melanggar peraturan.

Davita menatap kedua temannya yang sedang saling memberi kode. Ia tidak paham dengan jalan pikiran Arista yang terus saja memikirkan laki-laki berengsek seperti Ragna. Gadis itu sudah dibutakan oleh cinta palsu yang ujungnya hanya akan membuat sakit hati.

Tidak terasa. Bel istirahat berbunyi, Arista dan kedua temannya pergi ke kantin untuk mengisi perut mereka yang kosong karena energinya telah terkuras habis setelah pelajaran matematika yang membuat kepalanya hampir meledak.

Selama menunggu Zalika dan Davita yang sedang memesan makanan. Pikiran Arista masih saja memikirkan keadaan Ragna, ia ingin sekali menjenguk laki-laki itu. Namun, takut jika nantinya justru akan membuat Ragna risih.

Zalika dan Davita pun datang, kemudian menyimpan satu mangkok bakso dan satu gelas jus mangga di depan Arista. Gadis itu langsung mengucapkan terima kasih kepada mereka.

Pikirannya sedikit teralihkan dari ke khawatirannya kepada Ragna karena bakso di depannya ini seperti sangat enak.

***

Keesokan paginya, Arista kembali ke kelas Ragna. Ia ingin memastikan apakah laki-laki itu sudah sembuh dan kembali bersekolah atau belum.

"Kak Vereka!" panggil Arista kepada kakak kelasnya itu.

Vereka yang sedang menghapus papan tulis langsung menoleh dan menghampiri Arista.

"Kenapa, Ris?"

"Kak Ragna udah sekolah belum?" tanya Arista.

"Udah. Mau aku panggilin? Bentar, ya." Vereka kemudian kembali masuk ke kelasnya.

Arista kemudian duduk di depan kelas Ragna sambil menunggu laki-laki itu datang.

"Ada apa?"

Ucapan seseorang tadi membuat jantung Arista seketika berdetak kencang. Ia sudah lama tidak mendengar suara itu, rasanya gadis itu tidak sanggup menghadapi laki-laki ini sekarang.

Arista menoleh. Ia dapat melihat wajah tampan Ragna meskipun pucat sekali, tetapi baginya itu tidak masalah. Laki-laki itu tetap menjadi pemilik hatinya meskipun dalam keadaan apa pun.

"Katanya Kakak lagi sakit? Sakit apa? Udah sembuh belum? Kok, udah sekolah lagi aja. Kalo emang belum sembuh kenapa enggak istirahat dulu di rumah sampe bener-bener sembuh. Nanti kalo tambah parah gimana?"

Pertanyaan beruntun dari Arista membuat Ragna tersenyum. Adik kelasnya ini bawel sekali, apa tidak lelah bertanya sebanyak itu?

Arista mematung melihat senyuman Ragna. Ini pertama kalinya laki-laki itu memperlihatkan senyumannya di depan Arista dan itu pun penyebabnya adalah dia.

"Gue gapapa, Aris. Sakit gue gak parah. Hari ini karena ada TO buat persiapan ujian makanya gue maksain."

Jawaban dari Ragna cukup untuk menjawab semua pertanyaan Arista tadi.

Arista hanya mengangguk sebagai jawaban. Ia tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun, begitu pun dengan rasa senangnya yang tidak bisa diukur oleh apa pun.

Hening untuk beberapa saat, akhirnya Arista kembali memecah keheningan itu.

"Yaudah. Semangat, ya, Kak! Semoga berhasil dan semoga cepet-cepet pulih lagi."

Ragna mengangguk kemudian kembali tersenyum. "Aamiin. Makasih, ya."

Siapa pun tolong bawa Arista sekarang. Jantung gadis itu serasa lompat dari tempatnya, senyuman Ragna begitu candu untuknya. Ia ingin sekali berteriak dan memberitahu kepada semesata jika laki-laki ini memiliki senyuman yang sangat manis.

Arista segera pamit, ia tidak tahan jika harus terus berada di situasi ini.

Setibanya di kelas, Arista tidak henti-hentinya untuk tersenyum. Lukanya kemarin seolah hilang begitu saja karena bahagianya sekarang.

"Lo kenapa, Ris?" tanya Davita heran. Ia menjadi takut karena tingkah gadis itu yang menurutnya aneh sekali.

"Menyiksa ku, tapi sungguh candu ...." Arista tidak menjawab pertanyaan temannya itu, ia malah bernyanyi seperti itu.

Zalika bergidik ngeri, temannya ini seperti orang tidak waras karena tidak nyambung ketika menjawab pertanyaan dari Davita.

Arista tidak menghiraukan kedua temannya ini. Ia hanya ingin menikmati moment yang sebelumnya tidak pernah terjadi.

Arista merasa jika ia lupa pernah meraskan luka. Ragna memang penyebabnya terluka, tetapi Ragna juga adalah obat dari segala lukanya.

Semesta ... tolong pertahankan kebahagiaan yang Arista sedang rasakan sekarang. Beri dia kekuatan jika nantinya kenyataan tidak sesuai harapan. Buat dia percaya jika nanti apa pun yang terjadi itu memang yang terbaik.

Bel masuk berbunyi, tidak lama kemudian guru mata pelajaran pun datang. Arista masih setia mengukir senyuman di wajahnya. Ia tidak akan pernah lupa hari ini, hari pertama kali Ragna memberikan senyumnya selama mereka kenal.

"Nanti kalau nikah mau pake adat apa, ya? Terus mau beli rumah di mana? Punya anak kembar cowo-cewe juga kayak nya seru."

Aduh ... Arista pikiran itu sungguh kejauhan. Ragna hanya memberikan senyuman bukan memberikan hati. Jadi tahan, gak boleh berlebihan gitu. Nanti kalau sakit hati pasti bisanya cuma nangis.

Gadis itu kembali tersadar dari alam bawah sadarnya. Rasanya itu memang tidak mungkin, tetapi dia akan tetap yakin.

Hallo, semuanya🥰

Gimana sama part ini suka ngga?

Ada yang sama kayak Arista? Belum apa-apa udah berkhayal jauh, tapi seru juga sih wkwk.

Makasih buat yang udah baca❤️
Semoga kalian suka😍

Jangan lupa vote and coment guys:*
Thank you and see you next part...

❤️❤️❤️❤️❤️

Tentang Kamu dan RasaWhere stories live. Discover now