prepare

55 10 1
                                    

Di hadapan Sendy sudah duduk dengan tenangnya tiga orang laki-laki. Deva, Vino, dan Boby. Yup, laki-laki asing itu masih ada di sekitar mereka sudah lima hari lamanya.

Tak ada pengusiran, malah mereka terlihat menyambut Boby. Apalagi dengan sikap laki-laki itu terhadap Shania dan putrinya. Meskipun belum adanya kejelasan apapun dari lelaki itu maupun Shania tentang hubungan mereka berdua, keluarga Deva mencoba untuk tidak mempermasalahkannya dulu.

"Jadi lo mau ngomong apa ke kita nih, Sen?" Deva inisiatif merusak keheningan singkat sejak mereka duduk berhadapan.

Sendy dehem kecil sebelum angkat suara. "Jadi gini, terakhir gue bilang kalau kondisi Shania bisa nge-drop atau lebih buruk lagi, 'kan? Nah, tapi setelah gue mantau sampai hari ini, bisa gue pastiin kalau kondisi tubuhnya perlahan mulai membaik dan menjadi kuat."

Dokter itu menahan sejenak ucapannya, memperhatikan dengan seksama reaksi lega ketiga lelaki di depannya.

Senyum kecil terbit di wajah dokter itu, "Gue percaya kalau perubahan itu karena adanya Boby. Gue lihat keinginan hidup Shania jadi ada lagi dan itu merupakan pertanda yang sangat baik. Yaa jujur aja, Shania sempet bilang ke gue kalau aja gak ada Boby mungkin dia udah nyerah.

Bukannya gak peduli sama anaknya, hanya saja dengan semua beban yang ditanggungnya selama dia hamil, sebuah keajaiban dia bisa melahirkan secara normal dan gak ada hal buruk berlebihan lainnya."

Deva dan Vino tanpa sadar mengangguk ringan, sementara Boby hanya diam saja.

"Walau begitu gue juga masih minta ke kalian buat jaga mood Shania tetap stabil. Jangan biarin dia depresi kayak pas masa kehamilannya. Dan, mungkin gue bakal berkunjung ke rumah sesekali buat ngecek kondisi dia dan putrinya," ujar Sendy, mengangguk pelan saat penjelasannya sudah selesai.

--

Deva yang terakhir keluar dari ruang Sendy, berjalan pelan di belakang dua lelaki di depannya. Pikiran pria itu memutar kembali ucapan Sendy, mencoba memahaminya, hingga satu keputusan pun mau tak mau harus ia ambil.

"Nak Boby," panggil Deva saat mereka hanya beberapa meter lagi dari ruang rawat inap Shania.

Meski yang dipanggil Boby, Vino yang berjalan di sampingnya pun ikut berhenti dan berbalik menatap sang Ayah.

"Ya, Om?"

"Saya ingin kamu sekarang pulang dan jelaskan semua yang terjadi ke orang tuamu. Jika kamu yakin mereka sudah mengerti, segera hubungi saya untuk acara lamaran," ucap Deva tegas dengan raut wajah yang tak bisa dibantah.

Vino jelas kaget dengan keputusan mendadak ayahnya itu, ingin menyela tapi Boby lebih dulu membalas.

"Terima kasih sudah menerima saya, Om. Saya akan pastikan mereka mengerti dan menyetujui rencana Om apapun itu. Saya janji gak akan bikin Om kecewa," ucap Boby tampak senang. Meski agak kaget juga, tapi sepertinya dia benar-benar sudah mendapat lampu hijau dari ayah Shania ini.

Berbanding terbalik dengan Vino yang memasang raut tak terima. Masih belum paham apa maksud dan tujuan sang ayah.

Deva mengangguk lega dengan respon Boby. Sempat terpikir kalau akan ditolak atau dia bersikap menunda-nunda. Tapi dengan percaya dirinya lelaki itu menerima suruhannya.

Inginnya Boby pamit dulu sama Shania, tapi Deva tak mengizinkan. Jadilah laki-laki berkacamata itu memandang singkat pada pintu ruang inap Shania, kemudian pamit pergi pada Deva dan Vino.

"Ayah gak harus jelasin ke kamu 'kan, Kak?" tanya Deva seakan memaksa Vino untuk berpikir sendiri arti keputusannya ini.

"Uh, aku ngerti tapi, Ayah beneran mau ngasih kepercayaan itu buat orang yang baru aja ketemu sama kita? Kita bahkan belum tau dia berasal dari keluarga mana?"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 24, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

It's your lightWhere stories live. Discover now