12. SEBUAH SANDIWARA

34 1 0
                                    

Gugup, itu 'lah perasaan yang akan dirasakan setiap wanita saat diajak seorang laki-laki untuk menemui Ibunya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Gugup, itu 'lah perasaan yang akan dirasakan setiap wanita saat diajak seorang laki-laki untuk menemui Ibunya. Degup jantung begitu berdebar kencang, diremasnya dress berwarna biru sepanjang lutut yang membuat ujungnya berkerut tak rapi. Keringat dingin perlahan turun dari dahi dan membuat riasan wajah terganggu.

Jika bukan karena tawaran yang menggiurkan, Bellova pasti sudah menolak keras permintaan Dokter gilanya, karena tawaran yang diberikan sebagai imbalan akan sangat disayangkan jika ditolak begitu saja, dengan berat hati akhirnya Bellova memilih untuk mengiyakan.

Lihatlah, sekarang mobil yang dinaikinya sudah memasuki sebuah pekarangan rumah dengan air mancur di tengah-tengahnya, rasa rendah diri seketika menutupi seluruh bagian hati. Bellova tidak menyangka bahwa rumah Davian akan semegah ini, rumah dengan cat putih bersih tanpa lumut yang mengerak menunjukkan bahwa rumah ini terawat.

"Aku tidak yakin jika rencana kamu akan berhasil, aku tidak terbiasa menggunakan kata-kata formal dalam pembicaraan. Bagaimana jika diundur jadi lusa saja?"

"Tidak bisa, kamu juga ingin bertemu dengan Ibuku, kan? Jadi ayo masuk saja, aku sudah mengajarimu cara berbicara dengan formal."

Bellova berdecik, "aku bukan robot yang bisa langsung memperagakan, aku hanya belajar selama tiga jam. Rencana kamu sangat mendadak!"

"Oke, aku akui bahwa ini mendadak, jadi bagaimana? Hanya ada dua pilihan, masuk ke dalam rumah atau berputar balik dan satpamku akan melapor bahwa aku membawa seorang wanita dalam mobil."

Bellova terdiam, ia nampak berpikir. "Sebagai rasa kemanusiaan dan kepedulian. Baik aku akan membantumu, tapi ingat dengan imbalan yang kamu janjikan, tepati janjimu, Dokter," sahut gadis yang kini mengenakkan dress biru setelah beberapa detik berpikir, ia berucap dengan menekan dua kata terakhir.

"Baiklah, aku akan tepati janji. Ayo kita masuk ke rumahku, mungkin Ibu sedang menikmati teh hangat." Davian yang masih menggunakan jas dokter keluar dari mobil, laki-laki itu membuka 'kan pintu untuk Bellova.

Rencananya adalah mengenalkan Bellova sebagai seorang teman, juga seorang turis dari New York yang sedang berlibur ke Indonesia, tanah kelahirannya. Membuat Karina terkesan sehingga tak ada lagi pembicaraan yang menyangkut soal Amara.

Davian menuntun Bellova menuju pintu rumahnya, "kamu tunggu di sini, nanti akan aku panggil, berpura-pura sibuk menelpon saat aku panggil, oke?" Bellova menurut.

Saat Davian mendorong pintu rumahnya, nampak seorang wanita sedang duduk seorang diri dengan sebuah majalah di pangkuannya. Jangan lupakan satu gelas teh yang berasap. Bellova yang sedang berdiri di balik pintu, ikut melihat apa yang dilakukan Ibu dari dokternya.

"Ibu," panggil Davian.

"Oh, kamu sudah pulang? Apa ada lembur sehingga pulang setelah matahari terbenam?" Karina menghampiri anak laki-lakinya.

"Tidak, Bu. Tadi aku menjemput temanku di Bandara, dia sedang berlibur ke Indonesia. Kebetulan kami satu kampus saat kuliah." Davian melirik ke arah luar rumah, menyuruh masuk Bellova dengan pakaian yang berbeda dan aura yang berbeda.

Evanescent [TERBIT]Where stories live. Discover now