16. ABU-ABU

29 2 0
                                    

"Apa kamu ada kabar baru tentang Bellova?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Apa kamu ada kabar baru tentang Bellova?"

Ditengah rintik hujan yang turun ke muka bumi, dan kencangnya angin yang meniup pepohonan. Terdapat dua orang yang kini sama-sama termenung, duduk saling berhadapan, menatap tanpa menyantap mie rebus yang sudah terhidang di depannya.

"Belum ada, Bu. Mungkin nanti atau bahkan tidak akan ada kabar tentang Bellova yang menghilang, kepalaku rasanya pusing memikirkan banyak hal, ke mana lagi aku harus mencari Bellova, dan kenapa Ibu tidak mau membicarakan tentang Bellova padaku sejak dulu."

Tatapan Karina berubah penuh penyesalan. "Maafkan Ibu, Ibu merasa sulit untuk menjelaskannya padamu. Ibu sangat ingin memberitahumu, tapi Ibu tidak berani."

"Memangnya ada yang melarang Ibu untuk membuat ingatanku kembali? Menceritakan semua yang terjadi di masa lalu dan berharap aku bisa berdamai dengan masa lalu, apa Ayah melarang Ibu?" Kekecewaan jelas tersirat dalam sorot mata Davian, Ibunya menanyakan tentang Bellova saat sandiwara hari itu, dan memilih berdiam di rumah selama beberapa hari, ternyata itu semua karena Karina tahu tentang Bellova.

Dengan tangan yang terasa dingin akibat air hujan memberi salam, Davian meraih garpu di mangkuk mie miliknya, dan menyeruput makanan yang terbuat dari terigu itu guna menghalau rasa lapar. Beberapa menit yang lalu dengan jas kebanggaan yang basah kuyup, Davian baru saja pulang ke rumahnya. Berminggu-minggu menyebar selembaran untuk mencari tahu keberadaan Bellova, rasanya sia-sia karena tidak membuahkan hasil.

"Sulit untuk kamu pahami, Davian. Ayahmu memiliki kebencian tersendiri untuk keluarga Bellova setelah kecelakaan itu, itu sebabnya Ayahmu sekarang lebih betah berada di luar negeri."

Davian terdiam, ia kembali menyimpan garpunya, "kenapa Ibu tidak pernah bercerita?"

"Bagaimana Ibu bisa bercerita jika kamu saja sibuk dengan karir dan pendidikan?"

"Kalau begitu Ibu tidak perlu menjawab pertanyaanku."

Hening, baik Karina maupun Davian hanyut dalam pikirannya masing-masing. Situasi yang saat ini berlangsung di ruang makan, sebenarnya bukan 'lah keinginan diantara dua individu yang kini saling terdiam. Semua ini disebabkan oleh satu orang yang sama, yang sukses merenggut pikiran mereka, memaksa mereka merenungi banyak hal.

Davian yang merasa kehilangan, dan Karina yang merasa menyesal. Namun tak berlangsung lima menit, terdengar isak tangis yang membuat perhatian Davian teralihkan.

"Ibu? Kenapa Ibu menangis? A-aku tidak bermaksud menyakiti perasaan Ibu dan memaksa Ibu untuk menjelaskan mengapa Ayah membenci keluarga Bellova, aku hanya merasa gelisah karena belum bisa menemukan Bellova ..." Davian meraih pergelangan tangan Karina dan menggenggamnya erat. "Sungguh Ibu ... aku tidak bermaksud memaksamu." Davian menunduk merasa bersalah.

"Ibu menangis bukan karena itu, Ibu menangis karena menyesal, kenapa tidak sejak dulu Ibu menceritakan semuanya padamu." Senyuman Karina terbit. "Kamu benar Ibu memang salah."

Evanescent [TERBIT]Where stories live. Discover now