Bab 9 : Tak Bolehkah aku tahu?

11 1 0
                                    

Ayah Sophia, duduk di kursi di sebelah ibunya, menatapnya dengan sorot mata penuh perhatian. Ruangan itu terasa hening sejenak sebelum ayah Sophia membuka pembicaraan.

"Sophia, duduklah," ucapnya dengan suara lembut.

Sophia duduk di kursi yang tersedia, menatap kedua orang tuanya dengan ketegangan. Ayahnya menjelaskan,

"Ayah merasa akhir akhir ini kamu begitu pendiam, apakah kamu memiliki masalah tentang sesuatu? kamu bisa menceritakannya pada kami nak."

Sophia merenung sejenak sebelum akhirnya memutuskan untuk berbicara, air matanya perlahan mulai berjatuhan rasa marah dan sedihnya mulai meluap ia sudah tak tahan untuk menahannya.

"Sophia merasa terkhianati oleh orang yang Sophia percaya, Sophia merasa tidak bisa mempercayai siapapun lagi"ujar Sophia

Ayah dan ibu yang merasa keheranan dengan ucapan sophia itu, dengan hati hati ibu,

"Nak, kamu bisa cerita kepada kami. Kami orang tuamu kami siap mendengarkan segala keluh kesah mu nak"ucap ibu

Luapan Emosi yang tak tertahankan secara tiba tiba mulai keluar dengan sendirinya, Sophia menjawab dengan nada yang mulai meninggi.

"KALIAN PEMBOHONG!! "

".. kalian berbohong tentang bagaimana aku dilahirkan, kalian mengarang segala cerita indah agar aku tidak mengetahui fakta dari sebenarnya,  Mengapa..kalian tidak jujur tentang siapa aku? Aku hanya ingin tahu kebenarannya "

Sophia berbicara sambil berlinang air mata, air mata itu berisi kemarahan serta kesedihannya. Ayah terkejut mengetahui Sophia tahu akan kebenarannya. Ayah membalas pernyataan Sophia itu,

"Sophia kami tahu kamu marah dengan fakta kelahiranmu, tapi nak kami menyimpan semua fakta ini agar tidak ada yang membahayakanmu".

Ayah menjawab dengan penuh kebijaksaaan dan kesabaran, Sophia yang terlanjur meluap emosinya

"Kalian menyimpannya untuk melindungi aku? OMONG KOSONG!!"

"Kalian menyembunyikan kenyataan agar aku hidup dalam kebohongan. Aku tidak butuh perlindungan palsu ini! Aku butuh kejujuran!" Sophia berseru, suaranya penuh dengan frustrasi dan kekecewaan.

Ibu Sophia mencoba mendekatinya, ingin menyentuh bahunya, namun Sophia menarik diri. "Jangan dekati aku! Aku ingin sendiri" Sophia berbicara dengan suara yang penuh dengan amarah.

Sophia merasa marah dan kecewa, tetapi di saat yang sama, dia merasa kebingungan dan takut dengan konsekuensi dari kenyataan yang baru dia ketahui. Sebuah perasaan kehampaan melanda, dan dia merasa terombang-ambing di antara emosi yang kompleks.

Sophia berlari melewati koridor istana, memasuki lorong-lorong yang lebih tersembunyi. Hatinya berdebar keras, dan matanya masih berkaca-kaca karena emosi yang membanjirinya. Dia mencari tempat di mana dia bisa merenung dan melepaskan semua beban yang dipikulnya.

Tiba-tiba, dia mengingat tempat rahasia yang pernah diberitahu oleh Paman Reynard. Suatu tempat di taman yang jarang diketahui orang, tempat yang biasa digunakan Paman Reynard untuk merenung dan bersantai. Sophia memutuskan untuk pergi ke tempat itu sebagai tempat untuk meredakan emosinya.

Sophia membuka pintu kecil yang mengarah ke taman belakang istana. Ia melewati pintu itu dan menemukan dirinya di suatu taman yang indah, penuh dengan bunga-bunga yang bermekaran. Di tengah taman, terdapat bangku batu tempat Paman Reynard biasa duduk.

Sophia duduk di bangku itu, merasa sepi dan terpencil dari kehidupan istana yang penuh intrik. Dia membiarkan air mata yang tertahan mengalir, mencoba untuk meredakan emosinya yang membara. Angin lembut tertiup, menyapu rambutnya yang panjang, dan Sophia merenung pada langit yang gelap.

Dia merenung sambil melihat kearah kalung yang ia pakai, ia memegang kalung itu. Ia berbicara sambil menatap kalung itu dengan emosi yang masih membara

"Paman juga pembohong, mengapa paman tidak bilang pada Sophia kalau paman adalah ayah kandung Sophi."

Ia melepaskan kalung yang tergantung di lehernya dan memandangnya dengan penuh perasaan. Sophia merasa kebingungan dan kesepian di dunia yang tiba-tiba menjadi begitu rumit. Dia mencoba merangkul kalung itu sebagai pengganti kehadiran Paman Reynard.

Angin semakin bertiup lembut, membuat bunga-bunga di sekitarnya bergerak menari. Dalam kesunyian dan kedinginan sophia terbaring di kursi itu sambil memeluk kalung pemberian paman Reynard.

Sementara itu, di istana para pelayan, dayang, prajurit mencari keberadan sophia yang menghilang. Ayah dan Ibu begitu merasa cemas dan khawatir dengan Sophia begitu pula dengan ratu dan seluruh orang orang istana.

Mereka mencari kesegala tempat yang biasanya anak itu kunjungi, namun tak kunjung mereka temui. Ratu yang merasa cemas dan sedikit kesal bertanya kepada ibu,

"Sebenarnya apa yang terjadi mengapa Sophia bisa sampai hilang seperti ini?"

Ibu menjawab dengan perasaan yang penuh khawatir dan cemas yang masih menghantui pikirannya.

"Sophia, telah mengetahui fakta itu Yang mulia"

Ratu yang mendengarkan jawaban itu, seketika ratu terdiam ia merasa terkejut dan frustasi mendengar jawaban itu.

Tiba tiba Sophia muncul di depan mereka dengan rambut yang kusut dan wajah yang pucat. Dia menatap tajam pada mereka, terlihat ada perasaan campur aduk di matanya.

Ratu mendekatinya dengan cepat,

"Sophia, sayang, kamu kemana saja nak? Kami semua khawatir."

Sophia tetap diam, menahan emosi yang membara di dalamnya. Ayah, ibu dan lainnya juga mencoba mendekat untuk memberikan penjelasan, namun Sophia menahan diri.

Sophia berbalik dan pergi, meninggalkan ratu, ayah, dan ibu dalam keheningan yang penuh penyesalan. Semua seketika hening hanya menatap Sophia yang berjalan menjauh dari pandangan mereka. Pelayan pelayan yang ditugaskan ratu mengikuti Sophia dari belakang.

Di keesokan paginya....

Sophia melakukan aktivitas seperti biasanya, namun yang membedakan adalah wajah Sophia yang dulu penuh keceriaan berubah menjadi wajah yang dingin dan datar. Setiap langkahnya terasa berat, dan ekspresi wajahnya menunjukkan perasaan yang masih terombang-ambing di antara kemarahan, kekecewaan, dan kebingungan.

Ratu memerintahkan kepada semua orang yang berada diistana untuk bungkam dengan keadaan kemarin, Ratu ingin memberikan ketenangan untuk Sophia di masa sulitnya

Sophia duduk di kursi taman yang terletak di tengah-tengah hamparan bunga krisan sembari berkhayal menatap ke arah langit yang setitik demi setitik tetesan air mulai berjatuhan. Ia berkhayal mengenai kehidupannya yang begitu damai penuh kebahagian sebelum ia mengetahui fakta yang mengikatnya selama ini.

Sir Linford mengambil kesempatan di situasi ini , ia mendekati Sophia dengan langkah yang hati hati .

"Dunia memang penuh dengan kerahasiaan Yang Mulia" ujar sir linford

Sophia menatap Sir LInford dengan wajah yang datar dan dingin, Sir Linford membalas tatapan itu dengan senyuman sembari berkata,

"Jika Yang Mulia berkenan, Kakek anda ini akan membantu mengungkap semua kebenaran dari fakta yang mengikat anda selama ini. Datanglah ke Kediaman Linford di Kota Duskwood disana banyak fakta yang bisa anda dapatkan"

Sophia masih dalam pertimbangan, tetapi wajahnya mencerminkan keingintahuan yang mendalam. Dia tahu bahwa ada banyak yang harus diungkap, dan Sir Linford tampaknya menawarkan bantuan untuk mengungkapnya.

Sir Linford memberikan payung berwarna ungu gelap kepada Sophia lalu ia melangkah pergi meninggalkan Sophia sendirian.

Di malam harinya...

Dari luar jendela terdengar rintihan tetesan air yang mulai berjatuhan dengan derasnya Sophia yang telah selesai berganti pakaian tidur, mulai terpikirkan dengan tawaran Sir Linford tadi.

"Aku tidak bisa percaya dengan siapapun, tapi.. hanya dengan cara ini agar aku tahu siapa aku yang sebenarnya  "ucap batin Sophia.

PEWARIS MAHKOTAWhere stories live. Discover now