Bab 10 : Rindu dan Kecewa

4 2 0
                                    

Cahaya lembut matahari mulai menyusup melalui jendela-jendela kamar, memberikan sentuhan hangat pada ruangan yang dihiasi dengan rinci. Namun, kehangatan itu tidak hanya mencapai dinding kamar, melainkan juga merambat hingga ke pakaian bewarna coklat bermotif bunga yang sedang dikenakan Sophia. Ia yang sedang berdiri terdiam di depan jendela dengan tatapan kosong, mata terpaku pada pemandangan langit biru yang cerah.

Dalam keheningan itu, Sophia merenung tentang paman Reynard, sosok yang begitu dirindukannya meskipun perasaan benci masih menghantui. Terbersit pertanyaan dalam benaknya yang sulit ia jawab.

"Sophia sangat benci paman, tapi mengapa rasanya sulit untuk melupakan paman ?" gumamnya dalam perasaan rumit yang memenuhi pikiran dan hatinya.

Sophia menatap ke arah kalung yang mengikat lehernya, mencoba mencari jawaban dari perasaan rumit dalam pikirannya, ia teringat sesuatu yang akan dia lakukan.

Sophia pun beranjak pergi menuju ruang kerja Ratu. Langkahnya mantap melintasi lorong-lorong yang panjang, yang dihiasi dengan lukisan-lukisan indah dan hiasan dinding yang menceritakan sejarah panjang kerajaan. Suara langkahnya yang bergema menyiratkan keputusanya. Ia meyakinkan hatinya agar tidak menjadi lemah di depan siapapun.

Di ruang kerja Ratu, suasana diisi oleh gesekan pena yang menari di atas kertas, menciptakan hentakan perlahan dan gemerisik yang menyelubungi keheningan. Meja kerja Ratu, dipenuhi dengan tumpukan kertas serta buku yang tersusun rapi, menjadi saksi dari urusan kerajaan yang rumit.

Lady Anne, sebagai dayang pribadi Ratu, menghampiri dengan langkah anggun. Ratu, yang tengah terdiam sibuk di hadapan meja kerjanya, terlihat tenggelam dalam pemikirannya. Rambut putihnya yang dikepal dan dress berwarna ungu yang membuatnya tampak anggun dan berwibawa.

"Permisi, Yang Mulia," ucap Lady Anne dengan suara yang lembut dan penuh hormat.

Ratu mengangkat pandangan dari kertas yang dihadapanya, matanya yang keruh penuh dengan kebijaksanaan dan juga kecerdasan.

"Yang Mulia Putri Sophia meminta bertemu dengan anda" ucap Lady Anne dengan penuh hormat

Ratu merespons dengan senyum lembut, menggambarkan kegembiraan atas kedatangan Sophia tersebut.

"Suruh dia Masuk" perintahnya dengan suara yang tetap tenang, namun penuh dengan kehangatan dan kelembutan.

Ratu juga memerintahkan pelayan istana untuk membawakan cemilan serta teh, Sophia yang berada di depan pintu mencoba meneguhkan hati serta pikirannya. Sophia pun masuk, ia memberikan salam pagi dengan penuh hormat kepada neneknya itu.

"Selamat Pagi, Nek" ucap Sophia dengan lembut.

Sikapnya tampak ramah

"Duduklah, nak" ujar Ratu dengan nada yang lembut.

Sophia menuruti dengan anggun,ia duduk di sofa yang tersedia. Meskipun ekspresi wajahnya tetap tenang, Ratu menyadari ekspresi Sophia bahwa ia masih belum sepenuhnya pulih dari luka yang menggores perasaan serta kepercayaanya kemarin.

"Apa yang membuatmu datang kemari, nak?" tanya Ratu dengan suara lembut,

Ratu mencoba membuka pintu komunikasi yang lebih dalam antara mereka berdua. Meskipun kehangatan dan kelembutan terasa, tetapi ada canggung dalam udara, mengingat luka yang masih menyelimuti hati Sophia.

Sophia terdiam sejenak, matanya menatap ke lantai dengan ekspresi yang mencerminkan penyesalan. Setelah beberapa detik, dia akhirnya angkat bicara.

"Sophia ingin meminta maaf kepada nenek atas sikap Sophia yang kurang sopan saat itu"ucap Sophia dengan suara yang santun dan lembut dengan ekspresi wajahnya tetap tenang, namun keberatan dan rasa penyesalan mencuat dalam kata-katanya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 07 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

PEWARIS MAHKOTAWhere stories live. Discover now