DEORANTA | [18. Meratapi Nasib]

97 13 1
                                    


18. Meratapi Nasib



"Pendonor ginjal?"

Dokter Alan mengulang kalimat dara yang membuatnya bingung kenapa menanyakan hal itu terhadapnya. Bukankah om Dev saat ini sedang di diagnosa operasi benturan yang ada di kepalanya, bukan ginjalnya.

Kenapa dara menanyakan hal itu kepadanya?

"Buat apa Ra?" Tanya dokter Alan semakin penasaran dengan apa yang di katakan oleh dara.

"Aku ingin men—" belum selesai dara mengatakan keinginannya, namun seorang perawat menghampiri dokter Alan dengan wajah paniknya.

"Dokter Alan, ada pasien baru yang baru saja kecelakaan dan saat ini sudah ada di UGD, saat ini pasien itu sangat butuh perawatan, ku harap dokter bisa sesegera mungkin menangani pasien itu," ucap perawat itu dengan raut khawatir lalu pergi meninggalkan mereka berdua.

Dokter Alan menatap dara dengan tatapan lembut, tak lupa juga mengelus pelan rambut panjangnya."Aku pergi dulu ya! Kita bicara nanti kalau sudah selesai menangani pasien itu yang saat ini sangat butuh perawatan cepat untuk menyelamatkan nyawanya," pamitnya seraya mengusap pelan rambut dara pelan dengan senyuman manisnya.

Dara hanya bisa mengangguk mengerti dengan keadaan dokter Alan saat ini.

Perasaan dara sedikit melega setelah mendengar perkataan dokter Alan tadi. Mungkin dia akan menunggu dokter Alan untuk membicarakan tentang seseorang yang butuh donor ginjal yang ada di rumah sakit ini.

Apakah dia yakin menjual ginjalnya untuk semua biaya rumah sakit kedua orangtuanya?

Tapi tak ada cara lain selain ini, dia juga nggak mungkin menyerahkan tubuhnya pada pria brengsek seperti Deo.

"Mbak Dara, keadaan pak Dev semakin kritis mbak! Apa mbak sudah melunasi biaya administrasinya?" Tanya salah satu perawat yang menghampirinya untuk memberitahukan keadaan papanya saat ini.

Dara mendongak menatap perawat itu dengan tatapan sendunya, ia kebingungan apa yang harus di lakukannya sekarang, dokter Alan juga belum kunjung kembali menemuinya.

Dara mengangguk pelan."Iya sus! Nanti saya akan ke bagian administrasi," jelasnya serak menahan tangisannya yang semakin terasa sesak, namun dia berusaha sekuat tenaga menahannya supaya tak terlihat oleh perawat itu.

Dara mencoba bangkit dengan sekuat tenaganya. Dengan sedikit tergesa dara berlari mendekat ke arah ruang administrasi untuk menegosiasikan biaya itu.

"Sus apa nggak bisa operasi papa saya di lakukan sekarang? Saya janji setelah ini akan melunasi biaya itu," lirihnya dengan suara terbata.

"Maaf mbak! Pihak rumah sakit tak akan pernah mengizinkan tindakan operasi terlebih dahulu tanpa ada pelunasan biaya administrasi terlebih dahulu, jadi sekali lagi mohon di lunasi biaya tersebut... Kalau ingin operasi segera di lakukan," jelasnya tegas tak terbantahkan.

"Apa saya bisa bicara dengan pemilik rumah sakit ini?" Tanya dara semakin kebingungan dengan pikirannya yang buntu saat ini.

"Buat apa?" Jawab perawat itu dengan tatapan heran pada dara.

"Ya, saya ingin bertemu dengan beliau sekarang, saya mohon!" Lirih dara memohon menyatukan kedua tangannya di depan wajahnya.

Dengan perasaan iba, akhirnya petugas administrasi itu memberi tahukan dimana ruangan pemilik rumah sakit ini."Mbak bisa ke ruangan dokter Suhendi yang berada di samping koridor dekat IGD."

DEORANTAWhere stories live. Discover now