EMPAT

1.9K 106 1
                                    

      Bangun jam 5 subuh adalah kebiasaan Zea untuk menunaikan shalat subuh, meski setelah itu dia akan kembali melanjutkan tidurnya sebelum jam mata kuliah berlangsung.

Telfon keduanya masih tersambung, sudah 6 jam dan baterai ponsel Zea sisa 10%. Zea mengambil charger, karena dia harus ke kampus jam 9 nanti.

"Ni orang belum bangun kah? Kebo banget."

Zea mencoba memanggil nama Rey, berharap cowok itu bangun. Pasalnya ini sudah jam 6 pagi, bukankah anak sekolah harus datang tepat waktu sebelum gerbang ditutup jam 7?

Kayak Zea mah santai, kuliah diatur mood dosen. Bisa pagi jam 8, siang, atau bahkan malam kalau emang jadwal dosennya terlalu padat. Tapi untuk kuliah malam pasti selalu zoom abis isya, tidak pernah ke kampus. Yang ada nanti ada pertunjukan kesurupan lagi.

"Rey bangun, sekolah." Zea berdecak, "Ck, WOI BANGUN!" teriaknya kesal. Ponselnya sudah panas, mau dimatiin gaenak juga.

Sleepcall seperti ini bukan pertama kali untuk Zea. Sebelumnya bersama Alan pun tiap malam selalu sleepcall. Namun sudah setahun lebih tidak merasakan itu membuat Zea merasa hal seperti ini cuman buang-buang waktu.

"Hemmm, Rey uda bangun."

Maksud? Biar apa kaya gitu manggil nama sendiri? Dipikir gemes apa? Gemes banget sumpah, lucu, suara serak bangun tidurnya benar-benar bikin tubuh Zea merinding. "Ekhem, mandi sana. Gue mau tidur lagi."

"Heum? Gak kuliah?"

"Gue ada kelas jam 09.40."

"Gue masih ngantuk."

"Terserah lo deh, yang telat juga lo bukan gue. Gue mau tidur, ngantuk."

Suara ketus Zea berhasil menghilangkan rasa kantuk Rey. Cowok yang tak memakai pakaian atasnya itu terpaksa bangun untuk mandi dan bersiap ke sekolah. "Yaudah gue mandi dulu ya."

"Ya, callnya gue matiin. Bikin hp panas aja."

"Ze..."

Sebeum mendengar apa yang ingin Rey ucapkan, Zea terlebih dulu memutuskan sambungannya dan mengaktifkan mode jangan ganggu. Sebelumnya dia sudah mengaktifkan alarm di jam 08.30 agar tidak telat ke kampus nanti.

"Dasar bocil," gumamnya sebelum matanya kembali terpejam.

***

Bersekolah di sekolahan yang mayoritas cowok membuat Rey sulit untuk dekat dengan cewek, terakhir dengan mantannya, itupun saat dia kelas 10 dan sekarang sudah move on.

Jurusan otomotif yang diisi oleh semua cowok dalam 1 kelas, tidak ada wanitanya.

"Lo gak cape telat mulu?" tanya Dean melihat keringat bercucuran di dahi Rey selepas lari keliling lapangan 10 kali.

"Abis bensin gue tadi pagi."

Dean memutar bola matanya malas, jika tidak terlambat bangun ya begitu. Terlebih Rey tidak pernah sarapan. "Laper banget gila, mana istirahat masih lama."

Rey tidak bisa membolos, bisa bersekolah saja dirinya sudah bersyukur mengingat semua keperluan dirinya ditanggung oleh Nenek dan Kakek.

Terlalu sakit untuk diceritakan jika ditanya kemana orang tuanya? Rey benci berantem, berisik, keributan, yang masih terus berkeliaran di isi kepalanya yang tak pernah tenang. Kedua orang tuanya tidak bercerai, hanya saja mungkin mereka sudah tidak sudi menganggap Rey sebagai anaknya.

HTS?!Where stories live. Discover now