LIMA

1.8K 98 6
                                    


"Zea," panggil Rey dengan manik mata terfokus pada gadis di depannya. "Sekarang udah boleh kenal lebih dekat, gak?"

"Masih dipertimbangkan," jawab Zea tanpa menatap Rey yang menghembuskan nafas kecewa. "Baik. Rey gabakalan maksa, Rey bakalan nunggu Zea."

Tatapan keduanya bertemu, kini fokus Zea alihkan pada Rey yang menatapnya penuh harap. "Apa yang mau lo tau tentang gue?"

"Banyak hal. Semua tentang Zea."

"Gue kasih lo 3 kesempatan buat tanya apa aja ke gue."

Diberi kesempatan bertanya meski cuman 3 hal saja sudah membuat Rey senang setengah mati. "Nama lengkap lo siapa?"

"Zea Anasera Natasya."

Damn. Nama seindah itu memang cocok untuk gadis semanis Zea.

"Apalagi?" Zea menikmati kentang goreng yang dipesan oleh Rey tadi seraya menunggu pertanyaan berikutnya

"Zea, lo punya trauma?"

Kunyahan di bibir Zea terhenti, perasaannya menjadi tidak senang mendengar kalimat yang baru saja Rey pertanyakan. Ucapan yang seketika mengingatkan Zea pada masa lalunya, Alan.

"Trauma dalam hal?"

"Cowok dan... cinta."

"Heem. Bagi gue semua cowok itu sama. Mereka manis di awal aja saat penasaran, giliran udah dapetin sifatnya berubah. Mungkin emang benar, gak semua cowok di dunia ini sama. Tapi sejauh yang gue temui sekarang, mereka sama. Beda waktu nyakitinnya aja."

"Kalo lo deketin gue buat hubungan yang lebih, maaf, mungkin untuk sekarang gabisa. Tapi kalo lo mau temenan, gue bisa-bisa aja."

"Gue punya masalah percintaan yang terlalu sakit buat diceritain. Gue gabisa cerita ke lo, gue belum sepenuhnya percaya sama orang baru. Sorry," lanjutnya menjadi penjelasan terakhir.

"Yang ketiga?"

Rey menggelengkan kepalanya. Penjelasan Zea tadi cukup menjelaskan bahwa ada luka di masa lalu yang membuat Zea sulit percaya ke cowok baru. "Yang ketiga nanti aja ya. Tugasnya udah? Soalnya udah malam, gabaik nanti sakit."

Merasa heran namun tak mau terlalu dipikir, Zea mengemas laptopnya ke dalam tas. "Udah kok. Pesanannya belum dibayar kan?"

"Udah gue bayar Zea, lo gak perlu keluarin uang kalo sama gue, ya."

Siapa yang tidak suka dibayarin seperti ini? Jelas Zea juga suka, hanya saja dia merasa tidak pantas mengingat tak ada hubungan yang terjalin dengan Rey. "Gue masih ada uang, lain kali jangan lo terus yang bayar. Nanti bangkrut."

"Izinin gue buat bikin lo bahagia ya Zea. Walau sekecil apapun effortnya."

"Kenapa?"

"Karena gue suka ngelihat orang bahagia, gue bakalan nemenin lo terus."

***

Hari demi hari keduanya semakin dekat, tak jarang tiap malam Rey selalu meminta sleepcall. Bahkan sekarang saat cowok itu sedang nongkrong bersama teman-temannya pun tetap bisa menelfon Zea. Jelas hati Zea terenyuh, bagaimana bisa dia dijadikan prioritas oleh laki-laki yang tak menjalin status apa-apa dengan dirinya?

Sesak, saat Zea teringat masa lalunya. Zea yang selalu mengemis kabar dan waktu, selalu ditinggal berjam-jam, hubungan yang terjalin dibuat untuk menunggu kabar saja.

"Zea udah mau bobo?"

Zea yang tengah mengetik cerita itu menggeleng, padahal tau Rey tak akan bisa melihatnya. "Belum, jam 11 nanti mungkin."

HTS?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang