4 - Penyebab Petaka

19.2K 2.5K 1.1K
                                    

rekomendasi lagu untuk baca bab ini

Last Friday Night - Katty Perry

*****


Arka mengangkat tinjunya dengan kedua mata memelototi seorang gadis yang kini menangis penuh drama di dalam pelukan mamanya. "Sial, bocah licik pengadu."

"Jadi gitu tante, Arka jahat banget kan?" kata Gea berlinang air mata setelah menceritakan seluruh kejadian malam ini dengan sangat rinci. "Untung aku nggak trauma."

Gea lalu menatap seorang pria gagah dan tampan yang berdiri di samping Agatha. "Om Raka, Arka-nya dimasukin pondok pesantren aja biar tobat. Kayaknya dia ketempelan jin. Perlu di ruqyah."

"Gea tadi pasti takut banget, ya?" kata Agatha mengelus-elus kepala gadis itu. "Nanti Tante sama Om hukum Arka yang berat, ya? Kamu jangan nangis lagi."

"Mama!" kesal Arka. "Gea juga kan ikut Arka tawuran! Masa Gea doang yang dielus-elus! Anak Mama itu Gea atau aku, sih?"

"Gea, lah. Pake nanya lagi lo," sewot Agatha. "Anak gue nggak ada yang tawur-tawuran nggak jelas. Keturunan siapa sih kamu nakal begini?"

"Keturunan Mama, lah!" kata Arka. "Mama juga mantan bad girl kalau Mama lupa."

Agatha berdecak lalu kembali menatap Gea. "Gea duduk dulu ya di sini, Tante buatin susu kesukaan Gea."

"Aku juga mau," kata Arka cemburu.

Agatha malah menatap Raka seolah-olah ucapan Arka tidak ada. "Kamu mau, sayang? Kopi? Teh? Susu? Jus? Apapun aku buatin."

"Aku! Aku!" Arka menarik-narik lengan Agatha.

"Setan rumah ini makin banyak, ya. Berasa ada yang narik tapi nggak ada orangnya," ucap Agatha seraya menarik tangannya lalu melangkah menuju dapur begitu saja. Agatha sedikit menghentakan kakinya kesal. Ternyata punya anak itu sulit.

Arka kembali memelototi Gea. "Lo---"

"Arka," suara mengerikan papanya menginterupsi. Raka menatapnya dingin dan tajam. "Papa tunggu di ruang kerja."

Setelah itu Raka melangkah pergi.

Arka berpindah duduk di sofa sebelah Gea. "Lo bilang udah maafin gue! Kenapa masih ngadu?!"

"Maafin doang, dendamnya masih," balas Gea tersenyum pongah. "Siapa suruh nyeret aku ke sana."

Arka menggeram seraya menggerakkan tangannya seperti ingin mencakar Gea. Andai saja bisa, Arka sudah menelan gadis itu bulat-bulat.

"Tunggu pembalasan gue!"

****

Gea melempar tubuhnya dan berbaring nyaman di atas ranjang. Saat ini ia berada di salah satu kamar di rumah Arka. Kamar ini sudah menjadi hak miliknya. Tembok dan interiornya bahkan disesuaikan dengan selera Gea. Rumah Arka memang sudah seperti rumah keduanya. Sejak kecil Gea selalu keluar masuk rumah ini seperti ke rumahnya sendiri. Bahkan kadang ia akan pindah tidur di sini jika merasa bosan di kamarnya. Mereka sedekat itu, sudah seperti keluarga.

My Lethal Boy Friend Where stories live. Discover now