06

12 6 0
                                    

Teryata sudah lebih dari satu bulan Davina mengenal Bagas. Semakin hari keduanya semakin akrab, tak jarang Bagas menjemput Davina tanpa mengatakannya terlebih dahulu.

Keduanya mulai bercerita banyak hal, baik prihal hal-hal random, atau masa kecil mereka. Terkadang Bagas bercerita tentang hubungan asmaranya dengan orang yang kini sudah menjadi masa lalunya, atau prihal background keluarga nya. Bagas percaya pada Davina hingga ia mau bercerita tentang semua itu, disamping itu, Davina juga bercerita tentang background keluarga nya yang tentu berbeda dengan background keluarga Bagas.

Usia Davina dan Bagas memang terpaut cukup jauh, yaitu sepuluh tahun. Jika saat ini Davina berusia delapan belas tahun maka, Bagas saat ini berusia dua puluh delapan tahun. Namun itu bukanlah sesuatu yang menjadi penghalang keduanya, tanpa Davina sadari perasaannya mulai tumbuh.

Jika saat itu Bagas banyak menghubungi Davina, kini dominan Davina yang menghubungi Bagas lebih dulu. Davina sesekali bertanya kegiatan Bagas, atau sedang dimana dirinya.

Davina: Tabung gas malem ini jadi?

Bagas: kemana?

Davina mengerutkan alisnya saat membaca pesan yang baru saja Bagas kirim. Seperti Bagas lupa jika ia memiliki janji untuk keluar malam ini.

Davina: Kan lu mau ajak gw ke Jakpus, hari ini gw free.

Bagas: Aduh, gw lupa. Maaf ya Vin, malem ini gw ada acara sama temen gw, gw prepare, sore ini gw mau futsal, terus malemnya gw udah janji nongkrong bareng.

Davina sedikit kecewa dengan respon Bagas, namun ia tak memiliki hak untuk marah, terlebih dua Minggu terakhir Bagas menghabiskan malam Minggu nya bersama Davina. Malam ini Bagas mungkin menyisihkan waktunya untuk bisa berkumpul dengan teman-temannya. Toh, Davina tidak terikat dalam sebuah hubungan dengan Bagas, jadi dia tak bisa berbuat apa-apa.

Davina: oh, gitu ya. Yaudah hati-hati, ya.

Bagas: iya

Davina kembali merebahkan dirinya diatas kasur, ini adalah kali pertama Davina mendapatkan libur di hari Sabtu, biasanya Davina akan mendapatkan libur dihari hari biasa.

***

Malam ini Davina hanya berdiam diri didalam kamar, ia hanya membuka sosial media untuk pengalihan kesendiriannya. Perlahan semakin jelas, jika hujan mulai menyapa bumi. Sehingga membuat suhu menjadi lebih dingin dari biasanya. Davina menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Mata Davina sudah mulai mengantuk, akhirnya ia memutuskan untuk menyimpan ponselnya dan segera beristirahat.

Beberapa menit kemudian, telepon Davina berdering. Davina yang belum benar-benar tertidur segera meraih ponselnya. Dengan mata yang sayu Davina melihat nama yang tertera dalam panggilan masuk.

"Bagas"

Davina beranjak duduk dari posisi sebelumnya. Ia menerima panggilan itu.

"Hallo, assalamualaikum..."

"Walaikumsalam, lu udah tidur ya, Vin?"  Bagas dalam sambungan telepon.

"Baru mau, kenapa?"

"Gw didepan gerbang kos lu."

Davina kembali terkejut, untuk apa Bagas datang malam malam begini, terlebih diluar sedang hujan.

"Lu ngapain? Diluar lagi hujan kan?"

"Iya Vin, hujan. Gw mau ketemu sama lu. Boleh?"

"Astaga, gw turun dulu."

Mau tidak mau Davina turun kebawah, ia tak tega jika menolak kedatangan Bagas. Terlebih diluar hujan.

Davina langsung bisa menangkap sosok Bagas yang berdiri tepat didepan gerbang.

"Bagas, hujan loh."

"Tadi nggak hujan, Vin. Eh pas gw Dateng hujan langsung turun."

"Celana lu basah. Untung kos disini bebas, gw masih bisa Nerima lu. Sambil nunggu hujannya reda, lu masuk dulu."

Davina tak memiliki pilihan lain, ia akhirnya mengajak Bagas untuk  naik ke kamarnya. Meski Davina merasa takut, ia lebih takut jika Bagas basah kuyup lalu sakit karena dirinya tidak menyuruh bagas untuk ke kamarnya.

Bagas mengikuti Davina, walaupun sudah terbilang sering menjemput Davina. Namun baru kali ini ia melihat kamar Davina.

"Vin gw buka celana ya."

"Heh,  ngapain!"

"Celana gw basah Vin, gw pake celana dua kok, gw pake celana pendek. Lu jangan mikir yang macem-macem." Bagas segera menepis pikiran negatif Davina.

Davina terdiam, "Yaudah, dari pada lu masuk angin."

Hening.

Davina yang tadinya mengantuk tidak jadi tidur, rasa kantuknya hilang. Bagaimana ia bisa tidur jika ada Bagas, terlebih pintu kamar Davina sengaja dibuka.

"Lu gak tidur Vin? Besok lu kerja kan?" Bagas.

"Kan lu masih disini."

"Maaf ya gw ngerepotin. Kalo gitu gw pulang aja deh." Bagas.

"Eh, nggak kok. Di luar masih hujan, lu mau hujan-hujanan?" Davina.

"Lu tidur aja, gw gak bakal ngapa-ngapain kok."

"Bukan itu alesan utamanya, soalnya pintunya kebuka, gw jadi gak bisa tidur."

Bagas beranjak, lalu menutup pintu kamar Davina.

"Yaudah, sekarang lu tidur." titah Bagas.

Davina bingung harus menjawab apa. Ia melongo. Davina menatap Bagas, kini netranya beradu. Davina meneguk Saliva nya.

Dep!

Bagas memeluk Davina.

Davina diam tak berkutik, Bagas mengelus rambut Davina. Tatapan Davina kosong, karena ini pertama kali ada seseorang yang memeluk Davina.

Bagas segera melerai pelukannya, "Maaf, gw punya niatan lain kok."

Davina menundukkan kepalanya hingga seluruh wajah davina tertutup oleh rambutnya. Bagas merasa bersalah ia sepertinya terlalu lancang karena tiba-tiba memeluk Davina.

Kini Davina memeluk Bagas, ia juga menangis dipelukan Bagas. Bagas  sendiri tak mengerti kenapa Davina menangis, namun ia tak mau banyak bertanya, Bagas hanya bisa membalas pelukan Davina membiarkan gadis itu menangis dalam dekapannya sembari mengelus rambut Davina.





Satu Cup Ice Cream Ditempat Yang Berbeda (End)Where stories live. Discover now