"Vin, tolong anter ke meja nomor sembilan, ya! Gw mau ke toilet dulu."

Davina tersenyum  sembari mengacungkan dua ibu jari nya, ia segera mengambil nampan yang berisikan pesanan makanan dan mengantarkannya.

Raga Davina sedang berkerja, namun pikirannya melayang memikirkan Bagas.

"Ini Mas pesanannya," ucap Davina dengan senyum ramah.

Kali ini restoran sepi, karena jam makan siang belum tiba. Davina maupun karyawan lainnya bisa bersantai sejenak.

"Vina, muka lu pucet amat." Salsa yang memperhatikan Davina sedari tadi akhirnya buka suara.

"Iya, lu juga hari ini keliatannya lagi kurang vit ya, lemes banget soalnya." timpal yang lain.

"Hmm, nggak kok, emang muka gw sepucet itu ya?" tanya Davina memastikan.

Salsa mengangguk. Melihat respon Salsa Davina segera mengambil lipstik dari dalam tasnya. Davina mengaplikasikan lipstik tadi pada bibirnya.

"Sekarang masih pucet gak, Sal?"

"Nggak sih, cuma kalo emang lu sakit gak usah maksain Vin. Selama lu gabung disini baru kali ini gw liat lu selemes ini, nanti gw yang ijin sama manager." Salsa.

"Iya Vin, dari pada kamu pingsan disini, justru kamu bikin orang lain repot." tambah Rena dari daun pintu.

Rena adalah manager direstoran ini. Ia baru saja datang.

"Eh, Bu. Ta--tapi."

"Nggak apa-apa Vin, kamu pulang aja. Kamu istirahat, ya." Rena.

Davina yang memang merasa jika badannya sedang tidak enak akhirnya menuruti perkataan sang manager.

***

Pada perjalanan pulang, Davina menatap kosong kearah jendela kaca mobil angkot. Selain tubuhnya yang sedang sakit, hatinya juga sedang tidak baik-baik saja.

Flashback on*

"Kita pulang aja, ya." walau Davina sudah mendapatkan penjelasan dari Bagas, hati Davina tak bisa bohong. Hatinya merasa sakit, ia cemburu.

"Kan kita baru sampe, gara-gara chat tadi?"

"Aku udah sering Bagas, liat kamu chatan sama dia, cuma aku diem. Aku gak pernah nuntut kamu, aku ngebebasin kamu. Aku menyesuaikan sikap aku sama kamu. Secara gak langsung kamu ngelarang aku buat Deket sama orang lain, tapi kamu justru,"  Davina enggan melanjutkan kalimatnya, dadanya sesak.

"Kenapa, kamu ngambek? Kamu gak ada hak Vin." Bagas.

Davina menautkan alisnya, ekspresi wajahnya cukur jelas jika ia terkejut.

"Aku pesen gojek aja, kamu gak usah anter aku."

"Kamu keluar sama aku, pulang juga harus sama aku."

Flashback off*

Dua hari setelah itu, interaksinya dengan Bagas berkurang, Davina juga tak nafsu untuk makan hingga tubuhnya menginginkan Davina untuk beristirahat.

Dua hari ini, Davina tidak mengirimi Bagas teks chat, begitupun Bagas.

Davina membuka aplikasi WhatsApp, saat
Ia menggeser halaman 'status' saat itu pula, Bagas membuat pembaruan status.

Davina membukanya, Bagas meng-upload sebuah video. Davina memperhatikan setiap detik perputaran video itu, hingga ia melihat jika seorang wanita berada tepat disamping Bagas. Tanpa berfikir lagi, Davina membalas status Bagas, saat melihat seorang perempuan memakai jilbab warna hitam tepat di samping Bagas.

Davina: Kamu lagi sama siapa?

Setelah menunggu beberapa saat, Bagas membalas pesan Davina.

Bagas: Gw lagi di taman kota, sama temen gw 30 orang

Davina: lu lagi sama cewe kan?

Bagas: Apaan sih, orang anak komunitas semua.

Davina: Gw liat samping lu cewe, itu Aura kan.

Bagas: Vin, berapa kali sih gw bilang, gw tuh gak ada hubungan sama dia. Dan asal lu tau, Aura itu mantan gw Vin.

Satu fakta yang Davina baru tahu, satu kebohongan yang Bagas ungkapkan sendiri. Kenapa Bagas tidak memberitahunya dari awal jika Aura itu mantannya.

Davina turun dari angkot, ia berjalan menuju kosan. Beberapa orang menyapanya sepanjang jalan menuju kos, Davina sebisa mungkin tersenyum dan menjawab dengan sopan.

Beberapa menit kemudian Davina sampai di depan daun pintu kamarnya, Davina mengambil kunci dan mulai memasukan kunci pada lubang kunci, bersamaan dengan itu matanya mulai memanas, air matanya luruh.

Davina segera menutup kembali pintu kamarnya, dia menangis dibalik pintu. Sikap Bagas berubah secara tiba-tiba, memang sekarang sikap Bagas sedikit cuek, saat Davina bertanya Bagas menjawabnya, namun tak kembali bertanya pada Davina, namun Davina tak ingin ambil pusing ia lebih memilih untuk memakluminya. Padahal Davina tak pernah menuntut apa-apa, Davina tak masalah jika ketika mereka pergi main keluar hanya makan dipinggir jalan, Davina mentolerir semua itu.

Kenapa Bagas baru memberitahu jika Aura adalah mantan kekasihnya, kenapa tidak jujur saat Davina bertanya beberapa hari lalu.







Satu Cup Ice Cream Ditempat Yang Berbeda (End)Where stories live. Discover now