1. Sovia

255 11 7
                                    

Berita cepat menyebar di kota kecil. Jauh lebih cepat lagi jika berita tersebut terjadi di sisi kota yang ramai dengan banyak saksi mata. Paling cepat melalui jalur bawah tanah ketika yang menjadi subjek berita adalah seorang tokoh dunia bawah tanah yang tersohor.

Ketika Amanda berjalan menaiki tangga menuju apartemen Sovia, ia yakin gadis yang lebih muda itu telah tahu berita yang hendak ia sampaikan.

Nyaris tidak ada jeda antara ketuk pertama Amanda dan gemerincing kunci. Sovia tampak kusut saat membuka pintu: kaus singlet tipis dan celana rumah katun dengan rambut acak-acakan baru bangun tidur. Tetapi tatapan di matanya sanggup membakar matahari sekalipun.

Tanpa bicara gadis itu berdiri menyamping, mempersilakan Man untuk masuk. "Maaf aku datang tengah malam begini—"

"Mutny," sela Sovia. "Langsung aja."

Amanda—Mutny—menghela napas. "Kejadiannya dua jam yang lalu."

Sovia mengangguk. "Rem Nefer blong dan ada mobil yang mendadak muncul, bikin dia kagok. Dia banting setir dan ...," Mutny menarik napas gemetar saat syok akhirnya berhasil menembus perisai mati rasa yang ia bangun. Meja yang berada di area dapur Sovia bergetar saat menerima beban tiba-tiba dari tubuh Mutny. "Aku enggak—aku gak bisa—"

"Mutny." Sovia menopang tubuh gadis itu. "Hei," ia menarik kursi, mendudukkan Mutny yang secara praktis menjatuhkan diri. "Mutny, hei, lihat aku—lihat aku." Sovia berjongkok di hadapan Mutny, menahan kedua sisi kepalanya sementara tangan kanan Nefertian itu mengalami sesak napas. "Ikuti aku, oke?" Sovia menarik napas dalam lalu menghembuskannya. "Begitu. Oke? Lagi." Ia mengulanginya, dan kali ini Mutny berhasil mencoba mengikuti. "Gut. Lagi." Sovia membantu Mutny bernapas selama beberapa saat. "Grounding: lihat apa yang ada di rumahku, dan sebut namanya. Jangan lupa bernapas, oke?" Mutny mengangguk linglung.

Sovia berdiri dan membuka kabinet di atas kompornya, mengambil sekotak teh kamomil dan mengeluarkan satu kantung sementara Mutny menatap sekeliling apartemen Sovia yang kecil dan melakukan saran Sovia untuk menjaganya terjangkar pada dunia nyata. Dapur. Laci. Dispenser. Kompor. Rak piring. Meja makan. Sofa tidur. Selimut. Bantal. Meja. Laptop. Pintu. Pintu kamar mandi. Lemari. Jendela

Secangkir teh kamomil hangat diletakkan di hadapannya. Dengan jemari yang membeku Mutny memegang cangkir tersebut dan menghirup aromanya dalam-dalam, memejamkan mata.

Tenang. Bersikap tenang. Ini semua enggak nyata. Ini bukan urusan Man, ini urusan Mutny....

Lalu ia teringat kali pertama mendengar kabar bahwa sahabatnya telah tiada dan Mutny nyaris histeris kembali.

Tubuhnya tersentak terkejut ketika merasakan jemari hangat di tengkuknya, namun berubah relaks ketika menyadari itu hanya Sovia.

"Istirahatlah," saran gadis itu. Mutny menggeleng. Sovia merutuk saat teringat Mutny dan Nefer-nya adalah teman serumah. "Berengsek. Tidur di sini, kalau gitu. Aku toh udah cukup beristirahat malam ini."

Mutny menggeleng sekali lagi. "Mutny," bujuk Sovia. "Cewek-cewek bakal butuh kamu besok."

Dia benar, tentu saja. Dan itulah yang membuat Mutny ketakutan. Lima tahun yang lalu ia mengalami kejadian yang sama, hanya lebih muda. Saat itu mereka semua telah mengetahui siapa yang akan menjadi pemimpin bagi lebih dari lima puluh orang cewek-cewek garang berdarah panas yang mampu menjungkirbalikkan Hargitsi jika mereka mau dan tidak ada yang bisa menghentikan mereka. Tidak ada, kecuali satu orang: Natascha. Orang yang membawa Femme Fatale pada sebuah masa damai sampai-sampai beberapa geng menganggap mereka telah menjadi lembek. Delegasi Femme Fatale serta anggota-anggota yang bersifat lebih memberontak selalu mengingatkan mereka, pasti. Tetapi kini Natascha telah tiada dan Mutny tidak tahu siapa yang akan meneruskan pekerjaannya.

[ID] H2H: Femme Fatale | Novel: HiatusWhere stories live. Discover now