6. Rian

61 8 3
                                    

Bahkan meski lokasinya cukup jauh dari terjadinya kecelakaan pada hari Kamis malam lalu, antrean masuk Hedonists mengalahkan antrean masuk kelab malam-kelab malam lain. Dan Nefer IV tahu itu bukan sekadar karena kelab-kelab lain memiliki kualitas yang buruk atau ruang yang terlalu sempit. Greendogs adalah geng terbesar dan paling berpengaruh di Hargitsi; semua orang menginginkan sedikit cipratan perasaan berkuasa itu dan Hedonists adalah alternatif ke sana.

Antrean masuk Hedonists mencapai satu blok panjangnya. Beberapa pengantre menyerah dan memilih untuk masuk ke kelab yang terbuka di samping atau di seberang mereka sementara lebih banyak lagi pengantre yang gigih bertahan—atau baru datang dan akan berusaha bertahan sebelum lagi-lagi sebagian dari mereka menyisihkan diri dan berpikir untuk berusaha mengunjungi Hedonists kali lain saja.

Nefer mendatangi penjaga pintu masuk. "VIP?" tangannya terulur meminta kartu anggota.

"Panggil Rian," perintah Nefer. "Aku perlu ketemu dengannya."

Pria dengan tinggi nyaris dua meter dengan tubuh pegulat dan rambut hitam klimis yang dikepang di punggungnya mencibir dan meludah. "Emang kamu siapa, minta ketemu Bang Rian seenaknya gitu?"

Sebelum si Penjaga berkedip, Nefer menarik brass knuckles dari saku belakang celananya, menarik kerah baju si Penjaga dan menekankan ujung-ujung cincin senjata yang diberi paku-paku berwarna emas tersebut ke lehernya. Para pengantre yang berdiri di barisan depan dan menyaksikan kejadian itu terkesiap terkejut. "Aku mau ketemu Rian sekarang. Ini bukan urusan orang kecil kayak kamu, dan kecuali kamu mau kulempar ke jalan dan kulindas dengan motor, kamu bakal izinin aku masuk."

Si Penjaga menyipitkan mata menatap Nefer. "Aku tau kamu. Kamu kan yang ngerusak kaki Bang Rian."

"Dan dia pemimpin Greendogs. Bayangkan apa yang bisa kulakukan sama orang rendahan kayak kamu."

Nefer melirik ke belakang si Penjaga dan melihat seorang pemuda kurus dengan kemeja hijau telah berjalan keluar dari kelab. "Kamu," tunjuk pemuda tersebut pada si Penjaga yang segera menoleh. "Biarin dia masuk."

Nefer melepaskan kerah kaus oblong yang si Penjaga kenakan dan merapikan jaketnya, sekaligus melepaskan brass knuckles dan menyimpannya di saku dalam jaket di tempat yang dapat dengan mudah ia jangkau. Pemuda kurus berkacamata itu harus sedikit menaikkan tatapannya untuk bertemu mata dengan Nefer. Dan tatapannya sama sekali tidak senang. "Mau apa kamu ke sini?"

"Rian," sahut Nefer pendek.

"Bang Rian lagi enggak nerima tamu," pemuda itu menaikkan volume suaranya untuk menimpali musik yang ingar bingar begitu mereka berjalan masuk. "Tapi kamu dipersilakan untuk clubbing di sini."

"Jangan macam-macam." Nefer menggeram dan menyentak bahu si Pemuda. "Aku tahu Rian ada di sini dan aku mau ketemu dengannya." Mata Nefer hanya berjarak beberapa senti dari mata pemuda itu. "Panggil. Rian. Sekarang. Ini penting."

"Kamu boleh jadi Nefertian," ujar pemuda itu dingin. "Tapi kamu enggak akan pernah mencapai level Bang Rian."

Perut Nefer terasa mual karena amarah. "Rian," desisnya singkat.

Pemuda itu menyentak lepas tangan Nefer dari bahunya dan merapikan kemeja yang ia kenakan. "Lewat sini."

Ia memandu Nefertian memutari lantai dansa yang telah dipenuhi orang-orang yang ingin melepas stres setelah satu minggu yang penat, melewati meja-meja serta bar yang berada satu level lebih tinggi daripada lantai dansa dan berbelok melewati dua orang penjaga yang bergeming saat melihat pemuda tersebut. Mereka meninggalkan ruang kelab yang berisik dan disoroti lampu berwarna-warni menuju sebuah lorong dengan bilik-bilik privasi di kanan-kirinya. Untuk memastikan kegiatan yang para pengunjung lakukan masih dalam batas legal, setiap bilik privasi menunjukkan siluet orang-orang yang berada di dalamnya. Nefer mengerutkan wajah jijik pada tubuh-tubuh yang berdempetan dan bermesraan; beberapa bilik hanya diisi dua orang dan beberapa lainnya lebih.

[ID] H2H: Femme Fatale | Novel: HiatusWhere stories live. Discover now