Dua

277 42 7
                                    

Bab dua.

Ledakan cahaya lampu yang lebih terang—jauh lebih terang—dari lentera yang Erik pegang membutakan mata Dani. Dia memekik dan secara instingtif memberontak, menendang udara tanpa daya. Cengkeraman kedua sipir padanya semakin menguat, seolah mereka berusaha meremukkan tulang Dani.

"Jalan," perintah Erik singkat. Dengan kaki gemetar Dani menjejakkan satu kaki ke depan. Lantai baja elevator digantikan oleh ubin dingin yang licin. Sipir-sipir yang mengawal Dani memutuskan mereka tidak ingin menunggu terlalu lama dan menyeret Dani.

Dani dapat merasakan tatapan vampir-vampir di sekitarnya. Menusuk dan panas, dipenuhi rasa jijik dan benci. Ujung jemari kaki Dani terseret di atas ubin, nyaris mengambang saking tingginya kedua sipir di kanan-kirinya.

Seseorang membuka pintu dan udara dingin yang lembap berembus masuk. Ubin digantikan oleh sesuatu yang kasar sebelum berubah menjadi tanah basah penuh kerikil.

Dani mengerjap-ngerjapkan mata. Cahaya temaram malam jauh lebih bersahabat dibanding berapa pun lampu yang ada di dalam ruangan tadi. Dua mobil hitam terparkir di depan, mesin-mesinnya menyala, lampu depan menyoroti tanah basah yang gundul.

Beberapa orang dengan pakaian kasual seperti Erik berdiri di sekitar mobil, menanti. Semuanya menatap Dani lekat-lekat, tangan bersiaga di atas sarung pinggang atau sarung bahu masing-masing.

Salah satu sipir membukakan pintu tengah mobil pertama dan mendorong Dani masuk. Rekannya masuk dari sisi lain, mengapit Dani yang kedinginan di balik kain tipis yang Senat pakaikan padanya sebelum mengurung Dani dalam penjara.

Terjepit di antara kedua pria itu, Dani melirik selagi dua orang agen mengambil tempat di kursi pengemudi dan penumpang, salah satunya menoleh untuk melihat wajah Dani yang tertutup berangus. "Merge," kata si agen di kursi penumpang. Agen yang mengemudi memasukkan gigi dan mobil bergerak maju.

Erik tidak ada di dalam mobil yang sama. Samar-samar, tertutupi oleh suara mesin dan derak ban yang melindas tanah, Dani mendengar suara mobil lain di belakang mereka. Dia menutup mata, merasakan tubuhnya berguncang ketika mobil berguncang, teringat kali terakhir dia berada di mobil yang sepertinya sama, mungkin bertahun-tahun yang lalu.

Ketika Dani dikawal menuju penjara, agen-agen yang mengawalnya memasangkan kain hitam tebal di kepala Dani, seolah takut dia akan menghafal jalan dan melarikan diri. Kekhawatiran mereka bukannya tidak beralasan. Namun begitu jeruji terkunci di depan matanya, dan yang tertinggal hanya bayang-bayang yang segera menghilang setelah sipir yang mengurungnya pergi, Dani tahu kabur adalah angan-angan semata.

Sampai hari ini.

Kepala Dani tertunduk berat di antara kedua bahunya. Perjalanan Tingkat Tiga hingga mencapai mobil telah menguras seluruh tenaga Dani yang tidak seberapa. Dia berusaha menarik napas, tetapi yang tercium hanya aroma besi dan asam. Dia menajamkan pendengaran, berharap bisa mendapat petunjuk di mana persisnya mereka berada, tetapi yang terdengar hanya suara dua mobil yang berjalan dan keheningan.

Kedua mata Dani mengerjap terbuka. Dari balik poninya dia melirik ke depan, melihat jalur yang diterangi oleh lampu mobil, hanya beberapa meter jauhnya. Yang ada hanya gelap malam dan sekilas dahan-dahan pohon yang meliuk. Tidak ada kilas mata hewan yang menyala dalam kegelapan. Dani membuka telinganya lebar-lebar.

Sunyi.

Tidak ada uhu burung hantu atau derik jangkrik. Tidak ada suara hewan malam di dalam hutan. Hanya mesin yang bekerja dan derak ranting serta kerikil yang terlindas oleh ban.

Sunyi sekali di luar.

Terlampau sunyi.

Seolah di dalam hutan yang seharusnya dipenuhi makhluk hidup lain hanya ada mereka. Sensasi ngeri membuat Dani merinding. Baja yang membentuk mobil adalah satu-satunya penghalang antara Dani dan hutan di luar, dan ketidaktahuan Dani terhadap apa yang ada atau tidak ada di sana membuat rambut halusnya berdiri.

[ID] Dani Landon | Novel: HiatusWhere stories live. Discover now