Delapan

89 23 0
                                    

Bab delapan.

Di atas Rumania.

05.15. Hitung mundur dimulai, 74:25:19 tersisa.

"Vampir buruanmu, Laurentina, terakhir kali terlihat di Santo Petersburg, Rusia, sekitar dua minggu lalu." Poppy menjatuhkan sebuah map dokumen berwarna cokelat di pangkuan Dani. "Lingkup peredarannya terbatas pada kelab-kelab bertema vampir dan kultus pemuja vampir."

Dani menimang map pangkuannya. "Manusia macam apa yang memuja vampir?"

Poppy mengabaikan pertanyaan retorik Dani dan berjalan ke belakang kabin. "Jadi, apa?" tanya Dani. "Aku harus mendatangi kelab-kelab itu dan bertanya pada orang-orang?"

"Kamu bisa berbahasa Rusia?"

"Bukannya mirip dengan Rumania?"

Tutup boks penyimpan darah di belakang kabin tertahan di udara saat Poppy menoleh pada Dani. "Tidak, Dani," jawab Poppy lambat-lambat. "Bahasa Rumania dan bahasa Rusia tidak mirip."

"Oh," kata Dani. "Kukira seperti bahasa Indonesia dan Malaysia."

Hak sepatu Poppy berkeletak di atas lantai kabin selagi dia berjalan kembali ke kursinya. "Omong-omong soal bahasa, kamu tidak lagi harus menggunakan bahasa resmi Senat. Toh, sebentar lagi kita akan melewati perbatasan Rumania. Gunakanlah bahasa yang membuatmu nyaman."

"Kamu bakal 'ngerti?" Dani mencoba peruntungannya.

Bantalan kursi tidak bergerak meski Poppy melontarkan badannya jatuh. "Ya, Dani," jawab Poppy dalam bahasa Indonesia. "Kamu lupa, malam itu aku berbicara denganmu pakai bahasa apa?"

"Oke." Dani membolak-balik map. "Kamu belum menjawab pertanyaanku."

"Kecuali kamu fasih berbahasa Rusia dan pandai bergaul dengan orang, tidak; kamu tidak akan mendatangi kelab-kelab itu dan bertanya tentang Laurentina pada sembarang orang." Sebuah gelas wiski Poppy keluarkan dari kompartemen tersembunyi di bawah kursi. "Itu akan jadi bagianku."

"Dan bagianku?"

Poppy melepas kontak mata dengan Dani dan menuang darah ke dalam gelas. "Kamu akan tahu."

Suara darah yang mengucur keluar dari kantung plastik khusus, berdentam melawan kaca tebal gelas di atas meja layang, dan derum halus mesin serta alat komunikator Pierre di kokpit mengisi keheningan dalam pesawat.

"Aku akan tahu?" beo Dani.

Ketika Poppy tidak memberi respons, Dani mendengus, tertawa tanpa humor. "Kamu sendiri enggak tahu, ya kan?"

Di seberangnya, Poppy hanya menjilat lidah, memutar darah dalam gelas dan mendekatkannya pada cahaya lampu di atas kabin, seolah menginspeksi minuman mahal dan berusaha menentukan nilainya. "Bicara soal tahu-enggak tahu," Dani menggeser pantatnya di kursi, memiringkan badan ke arah Poppy, "kenapa kamu gali aku keluar malam itu, by the way?"

Poppy mengerjap dan menelengkan kepala, sudut-sudut bibirnya sedikit terangkat seolah dia tersenyum bingung. "Maaf?"

"Aku banyak memikirkan tentang ... malam itu," kata Dani. Arah pandangnya lekat mengamati bagian belakang kabin. "Kenapa kamu menggaliku, kenapa kamu menjebakku ...."

"Menjebak?" Poppy tertawa. "Kamu masih bersikeras dengan teori konspirasimu itu? Oh, Dani—"

"Aku belum selesai," potong Dani. Senyumnya tampak suram, bibirnya melengkung sementara sinar matanya gelap. "Selama dua tahun aku bertanya-tanya, siapa kamu? Apa urusanmu di pemakaman malam itu? Itu mustahil kebetulan, karena kamu sudah mempersiapkan darah dan baju untukku. Belum lagi komentar ambigumu tentang keluargaku."

[ID] Dani Landon | Novel: HiatusHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin