MINE - 5

137K 7.1K 44
                                    

HAPPY READING 😉
🌸🌸🌸

Freya mengerjap kan matanya perlahan. Rasa pening menyerang kepalanya membuat dirinya mengerang tertahan. Perlahan ia bangun sambil memijit kepalanya yang berdenyut kuat.

Ia mengingat kejadian sebelumnya. Ah ya, ia terbangun di perpustakaan dan berniat untuk pulang. Saat itulah ia tiba-tiba tak sadarkan diri dan terbangun ditempat gelap yang menyesakkan. Tunggu dulu! Tempat gelap?

Freya mengedarkan pandangannya ke sekeliling nya. Dimana ini? Ini bukan tempat menyesak kan itu. Dan ia tidak terbaring dilantai yang kotor. Saat ini ia terduduk disebuah ranjang berukuran king size. Kamar bernuansa hitam dan putih ini begitu luas namun terkesan menakutkan.

"Sudah sadar, Miss Hilton?" tanya suara berat membuat Freya tersentak kaget. Freya menyipitkan matanya menangkap sosok yang terduduk disudut ruangan dekat tirai besar. Berapa lama ia duduk disana? Kenapa ia tidak menyadarinya?

Suara kekehan terdengar memenuhi ruangan itu. "Kau sungguh membuatku terkejut, Miss Hilton. Biasanya jika seorang wanita terbangun ditempat asing, ia akan berteriak histeris. Tapi lihatlah dirimu. Kau terlihat tenang tanpa ekspresi sama sekali."

Freya mendengus. "Apa anda mau saya berteriak histeris disini, Sir?" tanya Freya sarkas. Gadis itu mencoba berdiri namun kembali jatuh karena pening dikepala nya masih terasa.

"Berdiamlah disana sebentar. Jika dipaksakan kau bisa pingsan," sungut Lucas lalu berdiri mendekati Freya yang kini terduduk sambil memijit kepalanya.

Lucas menunduk mengambil gelas berisi air putih yang terletak diatas nakas lalu memberikan nya kepada gadis itu. "Minumlah dulu agar kau merasa baikan."

Freya mendongak, menatap gelas yang disodorkan pria itu dengan alis terangkat, lalu beralih ke wajah Lucas yang tersenyum tipis.

Lucas berdecak pelan lalu memutar bola matanya. "Oh ayolah! Buang semua pikiran buruk dari kepala kecilmu itu. Ini hanya air putih. Tanpa campuran apapun,  jika itu yang kau takutkan."

Demi tuhan. Kenapa gadis ini selalu menguji kesabarannya.

Freya menatap gelas yang disodorkan Lucas lalu menerimanya. Ia meneguk setengah isi gelas itu lalu meletakkan nya kembali diatas nakas.

"Ck, kau benar-benar gadis yang dingin, Miss Hilton. Kau bahkan tidak mengucapkan terima kasih atas kebaikan ku yang telah menolong mu," Lucas berdecak sambil menggelengkan kepalanya. Ia dengan santai lalu duduk ditepi ranjang. Menatap Freya yang kini juga menatap kearahnya.

"Terima kasih karena telah menolong saya, Sir," jawab Freya pelan.

Lucas terkekeh. "Apa kau selalu berterima kasih jika sudah disinggung?"

"Tidak juga," jawab Freya acuh membuat Lucas terkekeh semakin lebar.

"Bagaimana perasaan mu sekarang?" tanya Lucas menyeringai lebar membuat gadis itu bergidik ngeri. "Apa kau tidak merasa kepanasan atau yang lainnya?"

Freya membelalakkan matanya kaget, menatap gelas diatas nakas dan wajah dosennya bergantian. "Apa anda mencampur kan sesuatu di dalam minuman itu, Sir?" Gadis itu spontan beringsut menjauh dari Lucas yang kini tertawa keras.

"Aku hanya bertanya, Miss Hilton," jawab Lucas geli disela tertawa nya.

"Apa anda mencampurkan sesuatu pada minuman itu, Sir?" Freya bertanya dengan suara tertahan. Ketakutan jelas tergambar diwajahnya yang imut.

"Tidak," jawab Lucas santai. "Aku tidak sebejat itu, Miss Hilton."

Freya menatap Lucas dengan tatapan menyelidik. Apakah pria itu berdusta?

Lucas yang ditatap seperti itu kembali tergelak. Bagaimana tidak, Wajah gadis itu yang mencurigainya terlihat menyenangkan untuk dilihat. Mata hazel nya yang indah membuat Lucas terpana sebentar.

"Saya akan pulang sekarang," ucap Freya menyentakkan Lucas dari lamunannya. Gadis itu berdiri dan celingukan mencari tas miliknya yang ternyata tergelatak tak jauh di sofa yang diduduki Lucas tadi. "Terima kasih sudah menolong saya, Sir," Freya membungkuk hormat lalu melangkah menuju pintu.

"Akan ku antar," putus Lucas cepat tak ingin dibantah.
***

"Sepertinya kau mempunyai banyak musuh ya," ucap Lucas memulai pembicaraan. Ia melirik gadis disebelahnya yang duduk diam sambil memandang keluar jendela. "Apa yang kau lakukan sehingga membuat mereka marah?"

"Saya tidak melakukan apa-apa, Sir," gumam gadis itu pelan. Tangan nya terkepal kuat.

Lucas menarik nafas dalam. Gadis itu berbohong. Lucas melirik kearah tas gadis itu yang sedang ia pangku. Tadi saat gadis itu pingsan, ia mengobrak-abrik isi tas gadis itu untuk mencari ponsel miliknya, tapi ia malah menemukan beberapa kertas kecil yang diremas. Dan Lucas membacanya. Gadis itu diteror oleh gadis lain yang tidak suka idola mereka didekati olehnya. Dan salah satu pria itu adalah dirinya sendiri. Tapi siapa Eric? Mungkin ia bisa mencari tau besok.

"Sebaiknya besok kau harus lebih berhati-hati," saran Lucas santai. "Tak kusangka kau dibenci oleh banyak orang."

Freya memutar bola matanya dengan kesal. "Saya mengerti, Sir," gumamnya dengan suara tertahan.

"Saat kita berada diluar, bisakah kau memanggilku Lucas saja,"

"itu sangat tidak sopan, Sir," jawab Freya santai.

"Aku memaksa, Freya," desis Lucas. "Jangan bicara formal denganku saat berada diluar kampus."

"As u wish, Sir."

Lucas menghentikan mobilnya didepan sebuah apartemen tiga lantai yang terlihat sederhana dibanding kan disekitarnya. Ia turun diikuti gadis itu.

"Terima kasih sudah menolong saya dan berbaik hati mengantarkan saya pulang, Sir," ucap Freya sopan sambil tersenyum tipis.

Lucas mendengus. "You're a lousy woman, Freya," desis Lucas tidak suka. "Tidak bisakah kau memanggilku dengan Lucas, saja?"

"Seperti yang saya bilang tadi kalau itu tidak sopan, Sir," jawab Freya keras kepala. "Saya permisi, selamat malam, Sir," ucapnya cepat dan berbalik meninggalkan Lucas yang mengelengkan kepalanya sambil terkekeh pelan.

"Untuk yang kesekian kalinya. Kau gadis labil yang menyebalkan, Freya."
***

"Kau dari mana Kak?" tanya Yuna cepat ketika dilihat nya Freya yang memasuki ruang tamu. Gadis itu sudah hampir cemas setengah mati karena kakaknya belum pulang saat dia sampai dirumah. "Demi tuhan, kau membuatku takut, Kak," Yuna memeluk Freya sambil menangis.

Freya mengelus punggung adiknya lembut. Merasa bersalah karena telah terlambat pulang, "Maaf tidak memberi kabar. Ada tugas yang harus dikumpulkan besok," ucap Freya berbohong. Ia tidak mungkin memberitahu adiknya bahwa ia disekap di gudang kampus dan diselamatkan dosennya bukan?

Yuna melepaskan pelukannya lalu mengusap air matanya dengan punggung tangan. "Sepertinya kau memang harus membeli ponsel agar aku bisa menghubungi mu, Kak,"

"Kau tau aku tidak membutuhkan itu, bukan?" tanyanya sambil berjalan menuju meja makan. Disana terdapat dua piring nasi goreng yang sepertinya sudah dingin. Itu pasti karena sekarang sudah tengah malam. "Lebih baik uangnya dipakai untuk keperluan lainnya."

"Minggu depan gajiku keluar, Kak. Kau bisa memakainya untuk membeli ponsel."

Freya mengeleng lalu duduk dan mulai memakan nasi goreng buatan adiknya. "Simpan gaji mu untuk keperluan sekolah saja," tolaknya halus.

Yuna mengalah dan duduk di kursi lalu menyantap nasi gorengnya dalam diam. Ia bertekad akan membelikan Kakaknya ponsel saat gajinya keluar nanti, suka ataupun tidak.
***

MINE#1 ✔️Where stories live. Discover now