Chapter 9

48.8K 6.9K 273
                                    

Adakah yang masih melek jam segini?
Votes dan komennya ditunggu. Typonya juga tolong diingatkan, ya. Minim edit soalnya.

Enjoy

*
*
*

Sejak kemunculan si kampret Gandi di ruang tamu Iin, ketiga sohib gue nggak berhenti nyengir sampe giginya kering. Mereka bahagia, batin gue tersiksa.

Gue tinggal di Jakarta, kota besar yang untuk mengelilinginya aja nggak cukup sehari-dua hari. Bahkan dari rumah gue ke rumah si Iin ini aja bisa dua sampai tiga jam.

Namun, kenapa gue ketemunya si Gandi lagi si Gandi lagi. Cowok di dunia ini jumlahnya milyaran. Di Jakarta mungkin belasan juta. Tapi kenapa si Gandi muncul terus di hadapan gue. Sepertinya gue ada salah nih sama Sang Pencipta. Buktinya bisa dapet sial terus ketemu si Gandi.

Arsitek kampret ini mengambil tempat duduk di sebelah gue. Sebenernya ini pantat udah pengen pindah aja. Masalahnya, Syifa udah keburu tidur di pangkuan gue dan tidurnya nyenyak banget. Gue nggak tega banguninnya.

"Gimana, Oliv? Sudah cocok jadi keluarga, kan?" Gandi menunjuk dia, gue dan Syifa.

Orang gila kenapa dikasih masuk ke dalam rumah ya sama si Fachri?

Oliv mengacungkan dua jempol. "Banget. Bapaknya ganteng, ibunya cantik. Anaknya pasti ganteng dan cantik."

Mamanya Monita sekarang ngeledekin gue semangatnya udah kayak mau gerilya. Gue memelototinya. Dia malah senyum-senyum genit.

Asem.

"Berarti ketemu Ajeng di Gayatri TV, ya? Gimana anaknya? Galak, ya?" tanya Kadek penasaran.

Gue mendengus. "Apaan sih lo semua," gue berpaling pada Gandi, menampilkan wajah tak suka, "lo cabut deh. Gabung sama cowok-cowok di belakang."

"Yang di belakang kan bapak-bapak semua, Ajeng. Mereka pasti ngomongin anak dan istri. Lah aku mau ngomongin apa? Cewek yang dikejar-kejar ngusir aku mulu," jawabnya sambil cengengesan nggak jelas.

Renata tergelak. Dia geleng-geleng kepala kemudian berkata, "gue suka gaya lo, Mr. Architect."

"Thankyou, Renata. I like you too, terlebih anak kamu. Cantik sekali," Gandi mengusap rambut Syifa. Dia lalu menoleh pada Kadek. "Sebelum di Gayatri TV, kami sudah pernah bertemu. And it was like the best day of my life, ever."

"Gimana ceritanya?" tanya Kadek antusias.

Gue mendelikkan mata padanya, meminta dia untuk tutup mulut. Karena demi Tuhan, gue nggak sanggup melihat respon sohib gue begitu tahu kejadian sebenarnya.

Gandi tersenyum menjijikkan, kemudian menggelengkan kepalanya. "Kami sepakat merahasiakannya. Cukup kami dan Tuhan yang tahu hari yang sangat bersejarah itu."

Gue rasanya pengen kabur ke kutub utara aja. Disana nggak mungkin ada spesies seaneh arsitek di sebelah gue ini. Gue yakin seratus persen.

"Yaaah. Padahal kita kepo banget. Tapi nggak papa deh. Gue ngerti," Kadek mengedipkan matanya pada kami berdua .

Gue pengen muntah.

"Tadi Iin bilang kamu arsitek. Di biro apa?" tanya Renata kemudian.

Renata kan basic nya konstruksi, jadi ya dekat banget lah sama dunia arsitektur. Renata sekeluarga anak Sipil. Dia, papanya, abangnya, bahkan suaminya.

"Atkins," jawab Gandi singkat.

"That's fantastic. Gue tebak, sedang menangani mal disini?"

Over The Moon (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now