BAB V (B)

331 22 5
                                    

Haloooo... Author yang cantik ini is back!!!!!! 

Yang kangen mana suaranyaaaaa

Krik Krik (?)







Happy Reading







Key terdiam mendengar cerita Devan. Jujur, ia mengingatnya. Lalu bagian mana yang hilang.

"Sebenarnya pertemuan kita itu udah gue atur sejak awal," ucap Devan.

"Iya aku tau," Sahut Key.

Ya, Key tau. Sejak kejadian itu Key menjadi menjauhi Devan. Key selalu menatap jijik ke arah Devan. Tetapi jauh didalam lubuk hatinya, Key tidak pernah sekalipun membenci Devan karena Devan punya alasan sendiri melakukannya.

"Revan gimana?" tanya Devan tiba-tiba.

Nafas Key tercekat saat mendengar nama Revan disebut. Key memegangi dadanya yang terasa nyeri. Key memandang Devan penuh tanya.

"Bahkan hingga sekarang dia selalu berhasil mengalahkan gue, right?" sambung Devan sedih.

Key terdiam. Kepalanya kini justru dipenuhi Revan. Siapa Revan? Dimana Revan sekarang? Kenapa aku merindukannya?

"Key, kenapa?" tanya Devan khawatir saat melihat ekspresi Key.

"Siapa...Revan?" Key bertanya balik.

Devan membulatkan matanya tak percaya. Devan menangkup kedua pipi Key.

"Key, lu ga ingat siapa Revan? Jangan becanda, Key. Ini bukan waktunya," pinta Devan. Ia menatap dalam kedua manik mata Key.

*

Key duduk termenung di kamarnya. Ia sedang sendirian karena memang ia meminta waktu sendiri kepada Ara dan Laura. Ucapan Devan tadi terus terngiang di telinganya.

"Revan Alfardo... Dia adala pacar lu. Kalian pacaran udah 2 tahun."

Key menenggelamkan wajahnya di bantal dan menangis. Ia merutuki dirinya yang telah melupakan Revan. Ia benar-benar merasa tidak berguna karena telah melupakan pacarnya.

Tok.. Tok...

Terdengar suara ketukan di kamarnya. Key bangun kemudian menghapus airmatanya. Ia kemudian bangkit untuk membukakan pintu.

"Key... Lu baik-baik aja?" tanya Ara khawatir.

Key hanya diam tak menjawab. Ara memandang sedih sahabatnya itu. Ia kemudian memeluk Key.

"Lu ga pernah sendiri, Key. Masih ada gue," ucap Ara. Key masih saja diam.

"Kenapa takdir gue harus begini, Ra? Apa Tuhan ga sayang sama gue?" seru Key yang sudah di penuhi air mata.

"Sstt... Mata boleh nangis, hati boleh bersedih tapi mulut jangan sampai ngucapin hal yang di sukai –Nya." Ara menasehati.

"Ayo kita masuk," ajak Ara. Mereka masuk kedalam kamar kemudian menutup pintunya.

Key duduk di kasur begitu pula dengan Ara.

"Gue ga tau apa yang udah terjadi sama gue. Kenapa bisa gue lupa semua tentang dia!" Key terisak sambil merutuki dirinya.

"Key, bukannya alasan lu pindah ke Jakarta memang buat ngelupain dia, kan?" tebak Ara. Key terdiam.

"Bukan gue, tapi orang tua gue. Gue gamungkin bisa lupain dia." sahut Key lemah.

Tentang RasaWhere stories live. Discover now