¦Part 3¦

11.9K 1.4K 153
                                    

Senin pagi. Shana memasuki gerbang sekolah. Di sepanjang jalan menuju kelasnya, ia berjalan sendirian. Jam segini memang belum banyak murid yang berangkat. Suasana di sekitar Shana juga sedikit mendung karena hujan baru saja reda.

Tiba-tiba, Shana merasa ada yang aneh. Apa ada seseorang yang menguntitnya? Oke, ini mungkin hanya Shana yang parno berlebihan. Cewek itu memutuskan mempercepat langkah kakinya.

Ia akhirnya menghela napas lega saat kakinya memasuki sebuah kelas yang menjadi kelasnya sejak beberapa bulan yang lalu. Shana berjalan perlahan ke bangkunya. Sebenarnya, setiap siswa tidak memiliki bangku tetap di kelas itu. Hanya saja, Shana selalu menduduki bangku yang sama karena ia selalu berangkat pagi dan bisa memilih untuk duduk dimana.

Shana menyapukan pandangannya ke seluruh penjuru kelasnya. Kelasnya itu kosong. Namun anehnya, sedari tadi Shana merasa ada yang mengamatinya lekat-lekat.

Sejujurnya, Shana sendiri percaya adanya hantu. Mungkin semua orang akan menertawakan kebodohan Shana yang satu itu. Secara Shana kan selalu mendapat nilai bagus dan sepertinya punya otak yang lebih bagus dibanding teman-temannya. Masa iya sih Shana percaya hal-hal di luar nalar begitu? Tapi tentu saja, Shana punya alasan khusus untuk takut pada makhluk sejenis hantu dan rekan-rekannya yang tak kasat mata.

Gadis itu menyandarkan tubuhnya ke tembok. Ia menatap awas ke seluruh bagian kelasnya. Sial, memang tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Tapi Shana yakin betul bahwa sekarang ini ada yang sedang menguntitnya.

Handphone Shana berbunyi dan membuat gadis itu terkesiap. Ternyata ada pesan singkat yang masuk ke handphonenya. Shana segera mengecek pesan yang baru saja ia terima itu.

Gadis itu nyaris berteriak histeris saat membuka pesan yang ternyata berisi sebuah foto mengerikan. Bukan hanya mengerikan, tapi juga menjijikkan.

Bagaimana tidak, foto itu adalah foto orang yang terluka di bagian kepalanya. Jelas itu bukan luka biasa karena bisa dilihat darah yang keluar dari bagian yang luka—bahkan Shana curiga sebenarnya itu bukan hanya kepala yang retak, tapi nyaris pecah—cukup banyak.

Tidak cukup sampai disitu. Kepala yang berdarah-darah itu belum seberapa dibandingkan kenyataan yang membuat Shana kehilangan kata-kata. Ya, Shana sedikit banyak bisa mengenali korban di foto itu. Korban itu menggunakan seragam sekolah yang sama dengan Shana—dalam hal ini adalah seragam OSIS yang sebenarnya hampir semua sekolah di Indonesia mewajibkan murid-muridnya untuk memiliki dan menggunakan seragam yang satu ini, namun Shana dapat mengenali lambang sekolahnya yang dijahit di bagian dasi seragam itu.

Sialnya lagi, dia adalah ketua kelas di kelas Shana. Belum cukup sebagai ketua, korban itu juga saingan berat Shana dalam mempertahankan kedudukannya sebagai siswa dengan peringkat terbaik kedua—karena yang pertama adalah Arthur dan laki-laki itu sepertinya tak sudi untuk di kalahkan siapa pun termasuk Shana. Ya, si korban adalah si peringkat tiga alias Kelvin.

Shana meletakkan handphonenya dengan agak kasar ke meja. Terlihat sekali bahwa Shana terpukul atas fakta itu. Rasanya, seluruh tubuh Shana mati rasa.

Tak berselang lama, seseorang menderap masuk ke kelas. Orang itu tak lain dan tak bukan adalah Arthur. Cowok itu hanya mengernyitkan dahi saat melewati bangku Shana.

"Kenapa lo pagi-pagi udah bengong aja?" tanya Arthur setelah meletakkan tasnya di bangku kesukaannya.

Shana diam saja. Bahkan sepertinya pandangannya agak kosong.

"Kerasukan setan penunggu sekolah ini, ya?" tanya Arthur lagi dengan seringai mengejek.

Biasanya dengan ditakut-takuti begitu, Shana akan kesal. Namun kali ini beda. Arthur sama sekali tak mendapat respon Shana. Akhirnya dengan rasa penasaran yang tinggi, cowok itu menghampiri Shana dan bersandar di meja di samping meja Shana.

BOOK 2 MISSION SERIES: MISSION IN TRIVIA (Pindah ke Innovel) Where stories live. Discover now