Bab 12 : Perjalanan pulang

19.1K 1.3K 26
                                    

Agak telat upload nih cerita. Bawaannya semingguan ini mager banget. 😆

Eh iya, selamat menunaikan ibadah puasa buat yang menjalani nya. Semoga saat menjalani puasa tahun ini ibadah dan hati kita lebih baik di banding menjalani puasa di tahun-tahun sebelumnya. Aamiin..

Selamat membaca. ☺

-------------------------------------------------------

Kiran sempat terpana melihat cincin indah itu. Ia ingat momen ini, waktu itu ia menggunakan t-shirt putih yang dilapisi kemeja biru muda warna favoritnya yang tidak di kancingkan, dipadukan dengan celana jeans hitam. Rambutnya ia ikat biasa agar aura perempuannya keluar walau tampilannya masih dominan maskulin.

Ia trauma berpakaian wanita dan berdandan, sudah cukup ia di permalukan saat sidang sehari sebelumnya. Waktu itu suasananya jauh berbeda, tak ada tatapan terpesona ataupun memuja dari pengunjung lain kepadanya, ataupun perlakuan istimewa dari pelayan bernama Fian, bahkan tak ada pertengkaran seperti ini, semua berjalan sesuai rencana Zaky dan ia pun menerima lamaran itu dengan hati berbunga-bunga. Tak menyangka akan dilamar secepat itu. Merasa Zaky sangat mencintainya saat itu.

"Apa Mas cinta sama aku?" Tanya Kiran sambil mengalihkan tatapan dari cincin yang indah itu ke Zaky.

Tak disangka mendapat pertanyaan seperti ini, Kiran pun melihat wajah kaget dan bingung lelaki itu, untuk yang pertama kalinya semenjak mereka berpacaran, Zaky terlihat gugup dan bingung, ekspresi itu tampak jelas dari wajah dan gerak tubuhnya walau sebisa mungkin ia tutupi.

"Dari awal Mas nembak aku sampai hari ini, belum pernah sekalipun Mas bilang cinta sama aku, hanya suka dan kadang sayang." Lanjut Kiran.

"Mmm, sayang itu udah melingkupi cinta kan Dek." Dalih Zaky.

"Kalau begitu bilang sekarang, gak susah kan." Tantang Kiran.

"Mmm.. Mas.. cinta.. Adek.." Ucapan terbata Zaky membuat kening Kiran berkerut.

"Cuma bilang cinta sama aku saja sampai gugup begitu Mas, keringatnya coba di lap dulu." Kiran menyodorkan kotak tissue di depannya.

"Sesusah itu ya buat bilang cinta sama aku, apalagi jika aku minta kamu buat buktikan cinta itu." Lanjut Kiran mengguman pelan, tapi masih di dengar Zaky.

"Mas say.. eh cinta Adek." Coba Zaky lagi.

"Sudah gak usah dipaksa jika gak bisa Mas. Gak perlu belajar ilmu psikologi buat tahu kalau Mas itu sebenarnya gak cinta sama aku. Gugup dan bicara terbata-bata itu salah satu buktinya. Jadi maaf aku gak bisa terima lamaran Mas ini." Kiran menutup cincin itu lalu mengembalikan ke depan Zaky.

"Mungkin saran aku tadi bisa Mas pikirkan lagi, perlukah hubungan kita ini berlanjut. Mas gak perlu terus berpura-pura dengan aku, karena tak ada image yang harus Mas jaga disini. Bahkan mungkin cewek-cewek di kampus bahagia jika tahu kita putus.

Dari awal aku sadar jika aku memang gak pantas berdampingan dengan Mas. Mas bisa bebas mencari gadis yang sesuai dengan kriteria Mas dan aku yakin gak sulit buat Mas menemukan itu."

"Mas gak mau putus Kiran." Tolak Zaky tegas.

"Pikirkan dulu Mas, buat apa Mas menjalin hubungan dengan orang yang tidak Mas cintai. Yang menikah dengan cinta saja belum tentu bahagia dan pernikahannya langgeng apalagi yang menikah tanpa cinta apalagi di tambah embel-embel di paksa orangtua pula."

Zaky terkejut dengan ucapan terakhir Kiran, bagaimana mungkin Kiran tahu alasannya melamar malam ini. Sedang orangtuanya belum ada bertemu Kiran belakangan ini.

"Beri Mas waktu buat berpikir, tapi putus dari Adek gak ada di pikiran Mas."

"Apa karena baru aku cewek yang di restui Mamah?" Tembak Kiran.

"Ehhhh, kok kamu bisa bilang begitu?" Tanya Zaky, kaget.

"Aku asal menebak saja, eh.. benar begitu ya, lagipula Mas gak secinta itu sama aku tapi masih ngotot buat pertahankan hubungan ini, kan aneh." Alasan Kiran, padahal ia tahu semuanya.

Saat awal-awal jadi menantu, Mamah menceritakan semuanya pada Kiran. Waktu itu ia sedih, mengetahui jika Zaky tidak atau mungkin belum mencintainya, suaminya itu hanya menjalankan permintaan sang Mamah tercinta. Namun Kiran optimis, ia yakin seiring berjalannya waktu pernikahan, nanti Zaky akan perlahan membuka hati untuk mencintainya, karena itu Kiran bertekad berubah, rela mengikuti semua permintaan Zaky, menahan ego, demi menyenangkan dan mendapatkan hatinya.

Hingga akhirnya semua percuma, lima tahun bukan waktu yang singkat, tapi tetap tak mampu merubah perasaan Zaky kepadanya. Bahkan Zaky terlihat enggan memiliki anak dengannya, jika di lihat dari sikapnya saat Kiran mengajak konsultasi ke dokter kandungan dulu. Mungkin karena tak mencintainya inilah, alasan kenapa Zaky tak ingin ada anak di rumah tangga mereka.

"Beri waktu Mas buat berpikir Dek, hubungan yang kita jalani ini bukan satu dua bulan tapi sudah mau dua tahun. Sedikit banyak Adek juga mempengaruhi hidup Mas, jangan hanya karena ini hubungan kita langsung berakhir. Mas sayang Adek dan itu gak bohong." Terang Zaky dengan wajah serius.

"Oke, aku beri waktu satu bulan buat Mas memikirkan perasaan Mas, sekalian latihan bilang cinta dengan perasaan yang tulus kalau memang Mas benar cinta sama aku. Kalau sampai di tanggal yang sama bulan depan perasaan Mas masih gamang, kita akhiri saja semuanya. Dan aku harap Mas gak akan memaksakan diri buat tetap nikah dengan aku dengan alasan berbakti dengan Mamah. Karena aku dan keluargaku yang bakal terluka disini." Putus Kiran final.

"Sudah malam aku mau pulang dulu Mas." Kiran berdiri, beranjak meninggalkan meja mereka sambil meraih HP di tasnya.

"Tunggu, Adek pulang sama siapa sayang? Biar Mas antar, bahaya anak gadis kayak Adek pulang malam sendirian pakai taksi." Zaky meraih tangan Kiran yang bebas sebelum beranjak menjauh.

"Aku di jemput Mas Danu kok Mas jadi-"

"Sudah biar Mas antar, sudah lama juga kita gak pulang bareng." Potong Zaky sambil terus menggenggam erat tangan Kiran.

Setelah membayar makanan di kasir, Zaky memakaikan helm ke kepala Kiran, dan hendak memakaikan jaket miliknya namun Kiran tolak, ia memilih memakai sendiri jaket itu, agak susah sebenarnya untuk Kiran duduk di boncengan motor mengingat ia menggunakan gaun selutut malam ini. Apalagi motor Zaky termasuk motor besar yang lumayan tinggi buat dinaiki. Beruntung Kiran menggunakan flat shoes.

Setelah nyaman duduk menyamping, Zaky mulai menghidupkan motornya dan mengendarai dengan kecepatan sedang. Kiran yang di bonceng sibuk dengan HP-nya, mengirim BBM ke Mas Danu agar tak usah menjemputnya, karena ia pulang diantar Zaky. Melihat kesibukan Kiran dengan HP-nya dari kaca spion, Zaky menepikan motornya dan berhenti.

Kesempatan KeduaWhere stories live. Discover now