Bab 30 : Sadar

14.4K 1.3K 60
                                    

Deg..

Jantung Kiran berdetak kencang. Pertanyaan yang mirip pernyataan itu seketika membuatnya kehilangan fokus dan gugup.

Dan kondisi itu juga mempengaruhi Kiran yang masih terbaring tak sadarkan diri, layar monitor kembali menunjukan kurva menanjak beberapa detik sebelum kembali normal. Kali ini tak ada yang memperhatikan kondisinya, karena orang tua dan suaminya sedang tak menemaninya.

*****

Tawa meremehkan keluar dari bibir Danu saat membaca berita heboh di hp nya. Tawa aneh itu mengundang Kiran dan sang ibu yang sedang duduk di ruang keluarga sambil menonton tv melihat kearahnya.

"Kenapa Dan? Tawa-tawa aneh kayak gitu." Tanya ibu.

"Iya nih, serem tau mas." Sambung Kiran.

"Gak ini, ada berita tentang penjelajah waktu, katanya dia dari masa depan. Ingin memberi peringatan pada manusia masa lalu tentang perang dunia ke tiga lah, tentang alien lah, gak masuk akal. Anehnya kok ada aja yang percaya ya." Kembali Danu tertawa melihat komentar orang yang membaca berita itu.

Kiran terdiam melihat ucapan Danu lalu melirik reaksi ibunya sekilas melihat tanggapan ibu yang ternyata tak peduli bahkan kembali melihat kearah tv.

"Mas percaya?"

"Enggak lah, gak mungkin kan ada yang kayak gitu."

"Emang kamu percaya dek? Enggak juga kan."

Kiran terdiam."Percaya gak percaya sih." Cicit Kiran pelan namun ternyata Danu mendengar nya.

"Eh, kok bisa? Jelas ucapan berita itu gak masuk akal. Gak ada yang bisa kembali ke masa lalu." Tanya Danu.

"Bisa aja mas kalau Tuhan berkehendak kan gak ada yang gak mungkin. Siapa tahu orang yang di ijinkan kembali ke masa lalu itu sedang diberi kesempatan kedua untuk memperbaiki diri." Jelas Kiran.

"Hah.. gak lah.. itu gak mungkin. Enak banget manusia yang diberi kesempatan kembali ke masa lalu itu. Tuhan udah ngasi semua manusia otak buat berpikir agar bisa mengambil keputusan yang tepat dan terbaik. Kalau keputusan nya salah, yah harus diperbaiki di masa yang benar bukan kembali ke masa lalu. Itu lari dari kenyataan namanya." Sanggah Danu.

"Bukan lari dari kenyataan kali mas, tapi memperbaiki masa depan. Kan namanya juga keajaiban. Gak mungkin kan Tuhan mengembalikan seseorang ke masa lalu tanpa alasan." Elak Kiran masih tak terima dengan pendapat masnya.

"Gak ada yang namanya kembali ke masa lalu Ran, semua yang terjadi di masa lalu hanya tinggal kenangan. Yang ada mungkin orang yang terjebak di alam pikiran nya sendiri. Orang yang gak siap menghadapi kenyataan." Terang Danu.

Kiran terdiam, benarkah seperti ini. Apakah yang dia jalani sekarang cuma sebuah ilusi pikirannya. Bentuk protes otaknya karena rasa sakit yang dia terima akibat kenyataan yang menyedihkan.

Ibu yang tadi fokus menontonnya TV lalu mengalihkan perhatiannya ke perdebatan kecil kedua anaknya. Dia memperhatikan Kiran yang terlihat aneh, tak terima akan penjelasan Danu yang menurut ibu benar dan sesuai logika.

"Kamu kenapa sih nak kayak gak terima gitu dengan penjelasan Danu?" Tanya ibu.

"Eh, bukan gak terima Bu, tapi kan sesuatu yang kadang gak masuk di otak kita itu belum tentu bohong." Jelas Kiran.

"Tapi menurut ibu ucapan Danu benar kok, memang ada sesuatu yang gak masuk akal terjadi disekitar kita, tapi bukan kembali ke masa lalu." Giliran ibu memberi pendapat.

"Apa ini ada hubungannya dengan kamu?" Tembak ibu.

Kiran kelabakan, dia bingung harus mengelak seperti apa. Karena ibu bukan sosok yang bisa mudah di bohongi. Kecurigaan ibu dari kemarin saat mereka sedang di kebun belakang hingga perdebatan hari ini tak bisa Kiran tutupi dengan kebohongan lagi.

"Bu, Kiran."

Suara hp yang berdering menganggu omongan Kiran. Danu mengangkat hpnya lalu beranjak ke kamar menerima telepon, menjauhi adik dan ibunya di ruang keluarga.

"Lanjut nak." Pinta ibu.

"Mungkin ini terdengar aneh dan gak masuk akal tapi Kiran di hadapan ibu bukan Kiran yang ibu kenal." Ucap Kiran pelan sambil memandangi raut wajah ibunya.

"Maksud kamu?"

"Kiran datang dari masa depan Bu, Kiran sedang mengalami masalah sekaligus musibah, dan terbangun di masa ini."

Wajah ceria Kiran berubah sendu begitu memulai cerita kepada ibunya. Sang ibu lalu memeluk bahunya sambil mengelus, menenangkan dan menguatkan hati anak nya.

"Lalu?" Ibu tersenyum lembut.

"Ibu percaya, ibu gak nganggap Kiran aneh atau mengada-ada?"

Dengan senyuman yang masih nampak di wajahnya ibu mengangguk pasti.

"Mau cerita?"

Tangis Kiran lalu menghambur menceritakan semua masalah berat yang di hadapinya. Pelan namun pasti Kiran mengungkapkan semua kegundahan yang hingga kini merajai hati dan pikirannya. Kiran tak peduli dianggap gila atau aneh, karena nyatanya memang ini tak masuk akal, lagipula dia yakin ibunya tak akan menganggap seperti itu.

Begitu selesai bercerita ibu mengusap lembut rambut putri nya itu. Dia membiarkan Kiran menumpahkan kesedihan nya hingga puas setelah bercerita. Setelah kondisi Kiran agak tenang, ibu baru mulai menanggapinya kisah yang diceritakan putrinya tersebut.

"Nak, seperti yang ibu bilang kemarin. Masalah itu pasti ada, bukan hidup namanya kalau gak ada masalah, tinggal bagaimana kamu menghadapinya. Pasti berat dan sakit ya saat itu. Tapi putri ibu ternyata hebat dan kuat. Makasih telah tumbuh menjadi anak yang hebat. Jangan sia-siakan kehebatan dan masa depan kamu untuk terus berkubang di derita yang sama."

"Ibu percaya Kiran?" Tanya Kiran polos dengan mata membengkak.

"Percaya dong, yang bikin ibu kaget apa yang kamu lakukan sekarang di disini? Kenapa kamu mau terjebak di masa ini? Hidup kamu masih panjang nak, jangan sia-siakan masa depan kamu hanya untuk terus-menerus berada disini, zona nyaman kamu. Kebahagiaan sesaat yang gak kamu rasakan di dunia nyata kamu."

"Maksud ibu?"

"Kembalilah Ran, ini bukan dunia kamu. Kembalilah dan hadapi hidup kamu sebagai wanita hebat, kuat, mandiri dan cerdas seperti yang ibu kenal."

"Tapi Kiran nyaman disini Bu? Kiran gak siap merasakan sakit lagi." Adu Kiran sambil memeluk erat ibunya.

"Tapi dunia kamu bukan disini. Ibu akan tetap ada disamping kamu nak. Terima semua masalah kamu dengan hati lapang di masa itu. Ibu yakin kamu bisa menghadapi dan mengatasi semuanya dengan baik."

"Kenapa ibu bisa se yakin itu sama Kiran?"

"Karena Kiran anak ibu."

Kiran semakin memeluk erat ibunya. Menumpahkan rasa sayang dan terimakasih atas kepercayaan dan kasih sayang melimpah yang diberikan kepadanya, meskipun ia seringkali menyakiti hati kedua orang tuanya dulu.

"Biarkan kayak gini ya Bu, biarkan kayak gini sebelum Kiran pergi."

"Kiran sayang ibu, ayah dan mas Danu."

Tiba-tiba setitik cahaya putih menyebar cepat, bersinar terang menyilaukan, menerangi dua dunia yang berbeda. Mengembalikan semua sesuai dengan tempatnya.

Kesempatan KeduaWhere stories live. Discover now