Bab 13 : Ada manisnya

18.6K 1.4K 19
                                    

"HP-nya di simpan sayang, bahaya main HP di atas motor, rawan di curi." Zaky mengambil paksa HP blackberry-nya dan menaruh ke dalam tas Kiran.

"Pegangan." Perintah Zaky sebelum menghidupkan kembali motornya, melanjutkan perjalanan.

Kiran meletakkan tangan kanannya di pinggang Zaky memegang pelan, lalu tangan kirinya memegang jok motor agar tubuh mereka tak bertemu. Sayangnya itu tak luput dari pandangan Zaky, ia lalu menarik tangan kanan Kiran yang memegang pinggangnya dengan tangan kirinya yang bebas hingga tangan Kiran melingkari setengah pinggangnya dan memeluknya erat, Zaky terus menggenggam tangan itu agar pelukan dari Kiran tak lepas.

Kiran yang kaget, spontan menggunakan tangan kirinya untuk menahan tubuhnya, walau akhirnya gagal. Genggaman erat tangan Zaky, membuatnya mau tak mau memeluk tubuh Zaky dari belakang.

"Mas, bahaya berkendara pakai satu tangan." Ucap Kiran sambil berusaha melepas genggaman Zaky.

"Makanya peluk Mas, baru Mas lepas tangan Adek."

"Ckk..."

Kiran berdecak, ia masih merasa risih dengan panggilan Adek dan sayang yang keluar dari mulut lelaki itu, entah sudah berapa banyak wanita yang di bonceng Zaky dan di modusin seperti ini olehnya.

Enggan berdebat, di tambah rawan bahaya, Kiran terpaksa memeluk erat tubuh Zaky dari belakang, tangan kanannya melingkari pinggang, tangan kirinya memegang pinggang Zaky, karena posisinya yang duduk menyamping tak memungkinkan ia untuk memeluk pinggang Zaky dengan kedua tangannya.

Di sandarkannya kepala ke punggung belakang Zaky dengan wajah menghadap samping kiri, sesuai arah ia duduk. Setelah di rasa cukup Zaky melepas genggamannya dan tangan kirinya kembali ke stang motor. Sesekali ia melirik spion untuk melihat wajah Kiran walau tak nampak, karena tertutup tubuhnya.

Kiran baru sadar ternyata mereka pernah punya momen manis seperti ini. Namun sayang karena luka yang diberikan Zaky di masa depan momen manis ini tak bisa lagi menyentuh perasaan Kiran yang sudah terlanjur terluka.

*****

Senin, waktu yang di janjikan Kiran kepada Rizal untuk memenangkan taruhannya. Pukul 08.30 ia sudah sampai di depan gedung fakultas, hanya butuh berjalan kaki 10 menit untuk sampai ke tempat janjian mereka untuk ketemu.
Celana skinny jeans dipadu dengan kemeja wanita model garis-garis vertikal kecil abu-abu putih dengan lengan se siku dan sepatu kets putih, menjadi outfit of the day-nya hari ini.

Tak perlu memakai rok, karena ia yakin dengan tampilan seperti ini saja sudah sangat berbeda dengan gaya Kiran biasanya. Rambut di atas bahu dengan poni sampingnya kembali dibuat bergelombang dengan di ikat setengah bagian atas.

Tak perlu makeup, cukup sunscreen dan bedak tabur tipis serta lipbalm pink muda sewarna bibir. Dengan tas selempang di pundaknya, dan satu berkas skripsi yang sudah diperbaiki, Kiran melangkah memasuki gedung fakultasnya.

Kiran sadar ia menjadi pusat perhatian lagi hari ini. Setelah Jumat kemarin ia tampil sebagai "wanita gagal" saat sidang kemarin, kini ia tampil berbeda. Tatapan kali ini bukan tatapan aneh mencemooh, tapi tatapan kaget, kagum dan tak percaya.

Ingin rasanya Kiran mengibas rambut di samping kanannya, meniru adegan drama Korea yang pernah ia tonton, tapi di urungkannya karena rasanya berlebihan. Satu persatu junior yang melewatinya terus menatap takjub wajahnya.

'Ahh bakalan makan enak gratis hari ini,' pikir Kiran dengan senyum mengembang.

"Rizal." Panggil Kiran kepada pemuda yang duduk di kursi taman depan ruangan dosen.

Dengan bangga Kiran melangkah ke hadapannya. Senyum kemenangan menghiasi wajahnya saat melihat tatapan bengong teman yang suka mengejeknya ini.

"Hei, mukanya biasa aja dong. Itu ilernya sampe netes." Goda Kiran, tertawa melihat tingkah Rizal yang menatapnya dengan mulut terbuka.

Rizal tersadar dari keterpanaannya, segera menutup mulutnya lalu berkata.

"Ini beneran kamu Ran? Wah, kok bisa?" Tanyanya tak percaya.

"Bisa dong, demi traktiran dan pengakuan dari lo, apa sih yang gak bisa gue lakuin." Sombong Kiran, lalu kembali tertawa.

"Ckk, sombong. Iya gue ngaku kalah, tapi kok bisa sih lo tampil seca.. eh seperti ini setelah sidang kemarin, itu cuma dua hari yang lalu lho. Tapi perubahan lo bisa sedrastis ini." Rizal terus menatap Kiran, memperhatikan dari atas kebawah.

Jujur tampilan Kiran hari ini memukau Rizal, sebagai cewek ini sempurna, tak seperti kemarin. Pakaian, rambut, gaya jalan, kalau wajah sih memang sudah wajah perempuan dari sananya. Semuanya menunjukan bahwa Kiran memang seperti cewek kebanyakan, bukan cewek jadi-jadian alias tomboy seperti sebelumnya.

Jalan gagah ala lelaki berubah menjadi jalan anggun cewek pada umumnya, rambut lurus sebahu yang biasanya hanya diikat asal pakai karet gelang kini dibuat keriting besar dan diikat dengan rapi menggunakan ikat rambut bukan karet gelang. Gestur tubuh dan cara bicaranya pun tak sama seperti Jumat kemarin, bahkan gaya pakaiannya juga modis. Kok bisa.

"Sudah mau jam 9 nih masuk yuk. Pak Indra udah datang kan." Ajak Kiran.

Seketika Rizal tersadar dari lamunannya, lalu menganggukkan kepala mengajak Kiran masuk ke ruang dosen. Ia sempat merutuk dirinya sebentar karena lupa tujuan utama berada di sini karena terlalu terpana oleh pesona baru Kiran. Pelan ia menggelengkan kepalanya yang terus memikirkan Kiran, memfokuskan otaknya terhadap dosen dan skripsi.

Benar saja, penampilan Kiran hari ini berhasil memukau para dosen dan teman-teman yang hari Jumat kemarin mengejeknya. Yah, memang itu salah satu niatnya. Karena ejekan dari dosen dan temannya dulu, berbekas pada Kiran hingga ia dewasa. Dia sempat merasa minder, mengutuk diri berani tampil seperti itu. Ibarat kaset, kenangan itu berputar menjadi ingatan buruk memalukan. Kini di kesempatan ini ia ingin mengubah kenangan buruk itu.

Sesuai janji, Rizal mentraktir Kiran makan di kantin. Kiran sengaja memesan makanan dan minuman yang paling mahal dan enak, kapan lagi bisa seperti ini dengan Rizal.

"Lo sengaja porotin gue ya, tega lo Ran." Rizal menatap sendu makanan yang dipesan Kiran.

"Siapa suruh berani ikut taruhan, kalah kan jadinya." Kiran menyantap hidangan di depannya dengan lahap.

"Akhir bulan ini Ran, ya ampun, mana orangtua gue baru kirim uang tanggal 5 nanti. Berkat lo seminggu terakhir bulan ini gue terpaksa makan nasi sama garam." Ujar Rizal sendu, menundukkan kepala menatap sedih uang disaku bajunya.

Kiran hanya tertawa senang menanggapi ucapan Rizal sambil terus menikmati makanan di hadapannya.

Kesempatan KeduaWhere stories live. Discover now