Bab 5 ~ Rivalitas Terselubung

20 4 0
                                    


Cuti tahunan sejatinya addalah hak setiap anggota yang boleh diambil kapan pun sesuai dengan kebutuhan. Namun sikap permusuhan yang selalu ditunjukkan Kanit, AKBP Marlina dan niat untuk selalu mempersulit segala hal yang bersangkutan dengannya membuat Jeanne terpaksa harus menghadap atasan yang lebih tinggi dan mengarang sebuah cerita agar Kasubdit 2 berkenan menandatangi pengajuan cuti tahunannya.

Sebelum ini, tak pernah sekali pun Jeanne berpikir akan melakukan hal nekad yang bisa saja membahayakan karirnya di Kepolisian. Bukan masalah kebohongannya demi mendapatkan cuti melainkan lebih kepada perjalan wisatanya ke luar negeri mengingat ada aturan dan bijak pimpinan yang jelas-jelas melarang setiap anggota menampilkan gaya hidup mewah termasuk berlibur ke luar negeri.

Jika aturan tersebut terbukti dilanggar, tanpa pandang bulu dapat dijatuhkan diajukan ke depan sidang kode etik profesi dengan ancaman hukuman beragam sesuai dengan kesalahan yang diperbuat. Seringan apapun sanksi yang dijatuhkan, hal ini bisa berimbas panjang baik untuk karir Jeanne itu sendiri maupun nama baik sang papa dan kedua kakaknya. Jelas polwan cantik itu tak ingin sampai bersinggungan dengan sidang kode etik profesi selama dirinya aktif berdinas.

"Gue denger Elo mau cuti minggu depan?" tanya Ajeng saat mereka sedang menghabiskan waktu makan siang bersama.

"Iya," jawab Jeanne singkat sambil terus menyuapkan butiran bakso ke dalam mulutnya.

Sesekali Jeanne terlihat sibuk menyesap segelas es jeruk yang tersaji di depannya. Kala melihat bibir ranum yang tampak memerah ditambah dengan keringat yang mengalir deras, bisa dipastikan dia sedang berjuang keras untuk menghilangkan rasa pedas kuah bakso yang sedang dinikmati.

"Orang kalau tidak suka pedas itu ga perlu sok-sokan makan pakai sambal!" cibir Ajeng melihat sahabat karibnya itu kelabakan kala es yang diminum telah habis, tetapi rasa pedas yang terasa begitu menggigit tak kunjung menghilang.

"Habis Gue lagi ngantuk berat, siapa tahu dengan menambahkan sedikit sambal pada bakso bisa membuat mata kembali terbuka!" Jeanne mencoba membela diri dengan tangan yang berhenti menggaruk kepalanya yang seketika terasa gatal.

Ajeng sangat hapal dengan tabiat dan hobi sahabat terbaiknya itu. Bukan alergi, tetapi tubuh Jeanne akan langsung bereaksi secara berlebih pada saat ada sedikit makanan pedas yang masuk ke dalam tubuhnya.

"Ngantuk sih ngantuk aja, tapi kalau begini menyiksa diri namanya," omel Ajeng sambil menyodorkan sebotol air mineral dingin yang baru saja diambilnya dari tangan pramusaji.

Alih-alih melanjutkan makannya, Ajeng justru asik mengamati tingkah Jeanne. Polwan yang biasanya tampak cerdas, tegas dan memiliki tekad yang kuat keluar dari setiap himpitan saat ini terlihat sangat konyol bahkan nyaris putus asa ketika sensasi pedas pada lidah dan bibirnya tak kunjung hilang meski sudah begitu banyak minum. Senyum penuh kemenangan terkembang di wajah Ajeng. Ibarat sebuah perlombaan, hanya dengan makanan pedas dirinya bisa mengalahkan Jeanne yang selalu unggul di segala bidang.

"Gue nyerah!" pekik Jeanne ketika tak mampu lagi melanjutkan makannya. "Ngapain senyum-senyum, Elo pasti bahagia kan melihat Gue tersiksa!" imbuh Jeanne dengan memasang wajah cemberutnya.

"Cie yang lagi ngambek. Saat ngambek aja terlihat begitu cantik, apalagi saat sedang tersenyum, wajar jika Bang Bagas sangat tergila-gila dan berusaha mati-matian ngedapetin Elo," ledek Ajeng dengan senyum usil yang semakin sering muncul diwajahnya.

"Ih amit-amit dah, kalau harus menerima cinta dia, kayak gak ada laki-laki lain aja!" timpal Jeanne sambil berlalu menuju toilet yang disediakan oleh pengelola restoran.

Ajeng hanya bergeming melihat punggung Jeanne sempurna menghilang di balik pintu toilet. Ada sebuah perih yang menyayat hatinya, entah mengapa sejak pertama kali mengenal sosok Bagas ada gelanyar aneh nan menari liar dalam angannya. Berbagai macam cara sudah ditempuh untuk mengirimkan sinyal ketertarikan, tetapi Bagas tak pernah menganggap Ajeng ada. Dalam pikirannya hanya ada Jeanne seorang yang jelas-jelas dari awal sudah menolaknya.

INCOGNITOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang