Bab 7 - Tokyo, We Are Coming

21 5 1
                                    


Perjalanan dari Hongkong menuju Tokyo akan memakan waktu yang kurang lebih sama dengan perjalanan dari Jakarta ke Hongkong. Untuk membunuh rasa bosan selama perjalanan baik Jeanne maupun Chika mencoba untuk menonton film atau mendengarkan musik sesuai dengan pilihan masing-masing.

Hanya sebentar Chika bisa bertahan melihat film dari monitor yang berada di hadapannya, selebihnya gadis itu sudah pulas tertidur dengan monitor film tetap menyala. Reaksi yang berbeda terlihat pada diri Jeanne, dia tampak begitu gelisah. Puluhan judul film yang ada di dalam daftar putar hanya dimainkan sebentar kemudian segera diganti dengan judul film lainnya. Meski pada akhirnya semua judul film tak ada yang mampu menarik hatinya untuk ditonton sampai akhir.

Iri rasanya bisa seperti Chika yang sangat mudah tertidur selama perjalanan. Kegugupan yang Jeanne rasakan bukan karena baru pertama kali melakukan perjalanan wisata, tetapi lebih kepada caranya yang pergi secara diam-diam untuk berwisata. Bagaimana seandainya kebohongannya terungkap, bagaimana cara dia menghadapi kedua orang tua juga atasannya, akankah selama di Tokyo tak ada masalah yang menghampiri.

Baru saja Jeanne bermaksud untuk tidur, suara awak kabin terdengar merdu untuk menginformasikan bahwa dalam waktu yang tak lama lagi pesawat akan mendarat di Bandar Udara Internasional Narita. Ada perasaan bahagia sekaligus was-was membuncah dalam dada.

"Pesawat dah mau mendarat, Chik. Ayo bangun," ujar Jeanne sambil menggoyang pelan bahu adik sepupunya itu.

"Masih ngantuk, Kak," Chika menjawab enggan dan setelah merenggangkan badannya, dia pun kembali terlelap.

"Dasar, Kebo! Untung Elo bukan tentara yang lagi maju perang, kalau nggak dari awal mungkin sudah mati tertembak!" timpal Jeanne kesal sambil mendorong kepala Chika yang bersandar di bahunya menjauh.

"Elo barusan ngedoain Gue mati ya, gimana kalau gantian Gue yang doain agar Elo ketemu jodohnya di Tokyo!"

Chika yang ternyata hanya pura-pura meneruskan tidurnya, seketika terbangun dan mengeluarkan jurus usilnya yang diakhiri dengan pecahnya tawa dari keduanya. Meski sepintas mereka terlihat sering ribut, tetapi sejatinya mereka saling menyayangi satu dengan yang lainnya. Keributan dan candaan yang saling dilontarkan tak lebih sebagai salah satu cara mereka saling mengungkapkan rasa sayang.

"Elo nggak tidur, Kak? Baru pertama kali jalan-jalan keluar negeri ya, pasti sudah tak sabar kan untuk segera mendarat dan berkeliling!" Chika kembali melontarkan pertanyaan sekaligus ledekan lainnya.

"Bagaiamana mungkin anak seorang Suseno Hadi Nugroho nggak pernah pergi ke luar negeri, sejak kecil pun sudah puluhan negara dikunjungi. Bahkan saat ini Gue bisa bertaruh jika Gue sudah bisa masuk ke gedung yang ngebayangin aja Elo gak mampu!" jawab Jeanne bangga sambil menepuk dadanya pelan sebagai tanda bahwa taka da orang yang boleh meremehkannya.

"Emangnya ada gedung yang nggak bisa Gue datangi, dimana?" tanya Chika antusias.

"Interpol pusat di Lyon, Perancis. Asal Elo tahu aja, sudah dua kali Gue ikut konferensi di sana dan terakhir malah jadi salah satu pembicara!" ujar Jeanne bangga sambil menjulurkan lidah karena terbukti meski sering travelling bukan berarti Chika bisa meremehkannya.

"Siap salah deh." Chika dengan memasang wajah memelas.

Jeanne mengacak-acak rambut Chika. Meski secara umur keduanya tak terpaut jauh, tetapi tubuh Chika yang imut membuatnya masih tampak seperti anak SMA yang begitu lucu dan menggemaskan.

Tepat pukul 14.35 waktu Tokyo, pesawat yang Jeanne tumpangi mendarat dengan sempurna di Bandara Internasional Narita. Rasa was-was yang sebelumnya sempat menyelimuti dengan kuat, lambat laun menghilang dan berganti dengan perasaan lega sekaligus antusiasme yang besar ingin segera turun dan melihat keindahan sakura mekar.

INCOGNITOWhere stories live. Discover now