INCOGNITO

Bab 9 - You Never Walk Alone

Sampai di Smile Hotel Tokyo Nihonbashi, bukan berarti masalah yang dihadapi Jeanne telah terselesaikan begitu saja. Masalah baru justru muncul saat dia bermaksud melakukan check-in. Meski hotel dipesan atas nama Chika, tetapi aturan hotel mewajibkan semua tamu menunjukkan paspor mereka untuk dimasukkan ke dalam data pengunjung.

Terlebih petugas resepsionis hotel tidak fasih dalam berbahasa inggris. Hampir saja Jeanne tersulut emosinya, jika tidak melihat Chika yang baru selesai dari toilet hotel tampak tergopoh-gopoh menghampiri meja resepsionis.

"Kenapa sih?" tanya Chika ke Jeanne dengan penuh keheranan.

"Gak jelas itu petugasnya, Gue udah kasih paspor Elo untuk check-in tapi malah paspor Gue diminta juga. Buat apa coba, lagian kamar hotel dipesan atas nama Elo!" Jeanne terlihat bersungut-sungut saat menjelaskannya ke Chika.

"Sini, kita duduk dulu!" Chika meminta waktu kepada petugas resepsionis dan menarik tangan kakak sepupunya itu untuk duduk di kursi yang banyak tersedia di ruang lobi.

Chika menyodorkan sebotol air mineral yang dibawa sejak dari Stasiun Tokyo ke arah Jeanne yang tanpa malu-malu langsung menerima dan menenggaknya habis. Rasa jengkel yang berkecamuk sedikit mereda, seiring napas polwan itu yang semakin teratur. Tak biasanya Jeanne begitu mudah tersulut emosinya, tetapi berbagai bayangan akan nasib dan masa depannya jika sampai gagal menemukan kembali paspornya yang kecopetan, membuat emosinya menjadi mudah terpancing.

"Udah Elo duduk saja, masalah hotel biar menjadi urusan Gue. Maaf ya, harusnya tadi Gue bisa sedikit menahan untuk tidak buru-buru ke toilet dan meminta Elo untuk check-in." Chika tertawa cekikikan sambil berdiri dan berlalu menuju meja resepsionis.

Entah apa yang diucapkan oleh Chika, mengingat Jeanne sendiri sama sekali tak paham Bahasa Jepang yang pasti segala kekisruhan check-in bisa terselesaikan. Bahkan sang resepsionis meminta bell boy untuk membawakan barang-barang Jeanne dan Chika ke kamar.

Meski terbilang sempit, tetapi penataan kamar yang tepat membuat kamar yang Jeanne dan Chika pesan masih cukup nyaman. Toh sebagian besar waktu mereka akan dihabiskan di luar hotel, rasanya kamar yang ada saat ini sudah lebih dari cukup untuk beristirahat dan memulihkan energi sebelum keduanya akan kembali berpetualang keesokan harinya.

Sesampainya di kamar hotel, Jeanne memilih untuk segera mandi dengan harapan segala kekesalan hatinya sepenuhnya menghilang sehingga dia bisa kembali berpikir jernih. Sedangkan Chika lebih memilih untuk tiduran di ranjang sambil asik berselancar di dunia maya. Mengunggah status baru di beberapa akun media sosial yang dimiliki.

"Chik, kalau Elo mau mengunggah foto ke media sosial, jangan ada foto Gua ya," pinta Jeanne sambil berjalan dari dalam kamar mandi.

Chika yang masih asik membalas beberapa komentar para pengikutnya di instagram, tak begitu memperhatikan apa yang diucapkan Jeanne, hingga kakak sepupunya itu duduk di samping tempat tidur dan menyemburkan udara panas dari pengering rambut yang baru saja dihidupkan ke wajah Chika.

"Idih ... jadi orang usil amat sih!" Chika yang merasa kaget dan terganggu spontan berteriak tak senang.

"Lagian siapa suruh nggak mau denger apa kata orang tua!" tak kalah sengit Jeanne menimpali kejengkelan adik sepupunya itu.

"Dasar nenek bawel, iye ntar Gue ungguh foto-foto yang sendirian. Lagian nggak ada untungnya juga unggah foto yang bersama Elo, jangan-jangan cowo yang lagi Gue taksir malah lebih milih Elo." Jawab Chika sambil bangkit dari ranjang dan gentian masuk kamar mandi untuk bersih-bersih diri.

Tangan Jeanne meraih remote tivi yang ada di meja samping tempat tidur dengan maksud mencari film ataupun berita terbaru yang disiarkan oleh stasiun televisi. Beberapa kali saluran televise telah diganti, menyadari semua tayangan dalam bahasa jepang pada akhirnya Jeanne memilih untuk mematikannya. Beruntung saat tas punggungnya dicopet, ponsel dan kamera DSLR sedang dipegang di tangan sehingga tak ikut hilang.